Aku hanya ingin berlari. Menjauh dari pandangannya yang tak pernah tertuju padaku...
Matahari menyengat kulit sementara awan putih masih berarak tenang di atas sana. Angin sesekali berembus. Bergerak pelan di sela barisan siswa yang berwajah tegang di bawah tiang bendera SMAN-1 Mentaya Hilir Selatan, Samuda. Mereka sedang bersiap menerima pengumuman kelulusan. Hal yang paling ditunggu-tunggu, juga paling ditakutkan.
Barisan siswa tersebut di susun berdasarkan kelas. Kelas IPA yang cuma satu-satunya di angkatan 2005 itu berada paling kanan. Menghadap langsung ke ruang kepala sekolah. Sementara di sebelahnya berdirilah para siswa kelas IPS 1, IPS2 dan IPS 3.
Di depan meja piket, seorang guru bahasa inggris yang aslinya lulusan sastra jerman sedang berpidato. Dia mengucapkan kata-kata penyemangat, mewakili para guru. Kepala sekolah sudah sejak tadi mengucapkan kata-kata penyemangatnya.
"Ibu sebagai kesiswaan mengingatkan. Bagi yang lulus, agar bisa mensyukuri dengan cara yang baik. Bukan dengan cara mencoret baju atau konvoi. Dan buat yang tidak lulus, agar bisa berlapang dada. Kegagalan kalian hari ini hanyalah keberhasilan yang tertunda. Jangan terlalu berduka, karena kalian bisa memilih ikut paket C atau ikut ujian lagi tahun depan. Bagi yang tidak kuat membuka amplop ini sendiri, kalian bsia meminta guru-guru di sini untuk membantu. Paham?"
"Paham," sahut hampir seluruh siswa. Biasanya waktu apel pagi mereka tak akan sekompak ini dalam menjawab pertanyaan guru.
Wardha yang tingginya hanya 152 cm berada di barisan IPS 3. Ia beberapa kali berjinjit, berharap dengan begitu pidato guru di depan segera usai.
"Lawasnya ae1)." Bukannya menjawab pertanyaan Bu Asih dia malah menggerutu. Decakan kesal meluncur di bibirnya. Keningnya berkerut menahan sensasi panas matahari yang sepertinya tidak mau berkrompromi dengan mereka yang sedang berbaris. Memang tahun 2008 pengumumannya serempak di umumkan pada pukul sebelas.
Remaja cewek bertubuh tinggi di depan Wardha menolehkan kepalanya sambil mengangguk. "Yang penting itu lulus kada2)-nya. Lain3) pidato ini," sahutnya pada gadis bermata panda di belakangnya. Keningnya sudah banjir dengan peluh.
Wardha mengangguk membenarkan. "Setuju. Dan bagaimana kita bisa berlapang dada coba, kalau harus ikut paket C atau mengulang tahun depan? Itu artinya sama saja 3 tahun kita sia-sia. Iya kalo4), Yan?," omelnya tanpa memedulikan Ibu Eni –guru bahasa inggris tadi, yang masih berbicara di depan.
Yani, si tinggi besar itu mengangguk cepat. "Bujur jar ikam5)," sambutnya sambil ikut-ikutan memanyunkan bibirnya.
Di sebelah Yani, gadis yang tak kalah besar namun lebih pendek beberapa sentimeter darinya tersenyum geli sambil menggelengkan kepala. "Tapi, apa buhan ikam6) kada sedih?" tanyanya kemudian. Wajahnya menyiratkan kegundahan. "Setelah dipastikan lulus tidaknya, kita pasti akan jarang betamu7). Aku ke Sampit mengambil D2 komputer. Ikam," ia menunjuk Wardha dengan dagunya, "ke Banjarmasin, mengambil Kebidanan..."
"Ikam pergi," tunjuk Yani pada Wardha. "Sari jua8)," tunjuknya pada gadis yang berbicara barusan. " Walau cuma di Sampit. Septi jua. Inya9) ke Palangkaraya. Dan hanya aku yang tertinggal di Sumuda 'city'. Hiks," Yani menyahut dengan ekpresi sedih yang terkesan konyol tapi juga memilukan. Dia sengaja menekankan kata city untuk menegaskan makna sebenarnya dari ucapannya. Samuda hanyalah sebuah desa di Kalimantan Tengah yang sedang berkembang. Tingkat pendidikan yang paling tinggi di desa ini hanyalah SMA.
Wardha yang semula gelisah dengan hasil pengumuman berubah muram. "Si Septi, inya lolos saat pendaftaran mahasiswa baru di UNPAR melalui jalur undangan, kalo?"
Yani makin merengut. Meski begitu dia tetap mengangguk. "Nilai rapotnya bagus. Beruntung sekali. Sedangkan aku? Huhu..." Yani mengakhiri kalimatnya sambil memasang wajah sedih andalannya yang selalu terlihat konyol di mata sahabatnya. Sayangnya pertanyaan terakhir yang Yani ajukan tak mampu dijawab kedua temannya.
Wardha hanya bisa memandang simpati. Dia menepuk pundak Yani beberapa kali untuk menyemangati. Lalu sektika ide cemerlang melintas di pikirannya. "Kalau ikam sebegitu kesepiannya, ikam bisa menyusulku ke Banjarmasin. Keluarga ikam banyak di sana, lo10)?"
Wajah Yani berubah sedikit lebih cerah. "Bujur jar ikam. Aku bisa jalan-jalan ke sana dan betamu ikam," ujarnya riang.
"Atau ikam bisa bekerja langsung di sana? Itu juga kalo yang orang tua kam sarankan?" pertanyaan Sari sukses menambah guratan sedih di wajah Yani.
Wardha yang tahu benar mengapa si 'tinggi' yang ada di antara mereka tidak bisa melanjutkan ke perguruan tinggi atau swasta memberi tatapan teguran pada Sari.
"Maaf," ucap Sari tanpa suara.
Wardha menghela napas, lalu menatap ke depan. Terlihat Bu Asih sudah kembali ke barisan para guru. Mikrofon yang tadi dipegangnya kini sudah beralih ke wali kelas XII IPS 3. "Eh, sepertinya akan segera diumumkan," pekiknya semangat. Matanya melirik Yani yang tampak kehilangan semangat.
Wardha mendesah pelan. Sejujurnya dia tak tahu nasib yang akan terjadi padanya nanti. Belum tentu dia bisa kuliah di Banjarmasin. Apalagi mengingat jurusan yang ia pilih di SMA ini adalah jurusan IPS. Sementara kebidanan, akan lebih mudah kalau jurusannya dulu IPA.
[]
Catatan Kaki:
1) Lawasnya ae : Lama sekali.
2) Kada : Tidak
3) Lain : bukan
4) Iya kalo : iya, kan
5) Bujur jar ikam : benar kata kamu.
6) Buhan ikam : kalian
7) Betamu : bertemu
8) Jua : juga
9) Inya : dia (untuk sebaya atau lebih muda)
10) Kalo / lo : 'kan
Catatan Penulis: Novel ini sudah terbit dengan format ebook di playstore dan scoop. Saya hanya akan memposting beberapa chapter saja sebagai sampel/contoh. Bagi yang tertarik baca lengkap bisa kunjungi pencarian di Playstore/Scoop dan ketik nama saya Orina Fazrina. Happy reading :D

KAMU SEDANG MEMBACA
Cuplikan Novel Dengarlah Rindu
RomanceeNovel Dengarlah Rindu Karya Orina Fazrina Terbit Oktober 2017 hanya tersedia di googlebook playstore. Link: https://play.google.com/store/books/details?id=LqI5DwAAQBAJ - - Bercerita tentang Wardha yang jatuh cinta, namun cinta justru membuatnya...