"Dar!!"
Tubuh Anita tersentak saat ada yang menepuk bahunya dari belakang. Ia menoleh dan mendengus sebal ketika melihat kakak perempuannya yang cengengesan tanpa rasa bersalah sedikit pun setelah mengagetkannya.
"Apaan sih? Gausah gangguin gue, mendingan teteh bantu ibu beres-beres."
"Idih sensian banget jadi orang. Lagi galau ya LDR-an sama Ghildan."
"Ih! Apaan sih, Teh? Jangan sok tau deh." Anita memberenggut sebal dengan bibirnya yang mengerucut. "Jadian juga belum," gumamnya dan berlalu dari sana.
"Belum ya! Berarti nanti bakal jadian dong!"
Langkah kaki Anita sempat terhenti. Pipinya seketika memanas, sepertinya ia salah berucap. Anita melanjutkan langkah tanpa menghirauan ledekan dari kakaknya—Frenda.
***
Keringat mengalir melewati rahang tegas milik seorang lelaki yang baru saja lari mengelilingi Lapangan Gasibu. Dia adalah Ghildan. Olahraga pagi di hari minggu adalah kebiasaan yang sudah sangat melekat dalam dirinya. Tatapan demi tatapan yang orang lain lemparkan padanya, ia abaikan. Ia sudah terbiasa dengan hal tersebut. Para perempuan yang menatap karena kagum akan ketampanannya dan para lelaki yang menatapnya iri.
Ghildan menepi dan duduk di tangga pinggir lapangan. Dia meneguk habis air dalam botol kemasan lalu melempar botolnya ke tong sampah terdekat. Matanya menerawang ke satu titik. Bayangan itu kembali; bayangan seorang gadis yang tersenyum kepadanya. Ghildan sadar bahwa dirinya yang telah membuat jarak dengan gadis itu. Tapi kejadian itu sangat memalukan untuknya. Meskipun hanya kejadian kecil, namun Ghildan kecil menangis kesakitan saat itu.
"Hey! Lagi mikirin Anita ya!"
Ghildan mengabaikan Cutta—sahabatnya—dan berdiri. Sesak dan amarah itu kembali saat mengingat bahwa Cutta adalah mantan pacar Anita. Tapi Ghildan menahan keinginannya untuk memukul Cutta karena Cutta baru sadar jika Ghildan ini menyukai Anita.
Lelaki itu berjalan meninggalkan Cutta menuju parkiran. Ia menaiki motornya dan menjalankannya tanpa memperdulikan Cutta yang berteriak memanggilnya.
Bagi Ghildan 5 tahun sudah cukup baginya berpisah dengan Anita. Ia sudah tidak tahan dengan kerinduan yang terus naik seperti gunung yang siap meletus. Sekarang, sudah saatnya Ghildan melakukan hal yang seharusnya ia lakukan sejak lama.
Menemui gadis kecilnya.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Dia, kembali!
Teen FictionHubungan Anita dan Ghildan yang dulunya sangat dekat, kini merenggang setelah insiden itu terjadi. Apalagi setelah Anita dan keluarganya meninggalkan Bandung-tempat Anita dan Ghildan bertemu-komunikasi mereka seolah terputus. Bahkan di sosial media...