"Oh, shit!"
"Apa? Kamu ngumpat?!" Teriak sebuah suara dari telepon yang sedari tadi kuabaikan. Aku mengurut kepalaku kuat-kuat, ya Tuhan, ini bahkan sudah jam 10 malam tapi dia dengan seenaknya saja menyuruhku untuk kembali kekantor. "Anin? Anindya!" Teriaknya lagi makin membuatku pusing. Kalau saja aku tidak terikat kontrak dengannya, mana mau aku jadi kacungnya seumur hidup begini.
"Bawakan dokumen saya atau gaji kamu saya potong setahun."
Sialan.
"Anindya?!"
Brengsek kamu Pak Alde yang terhormat!
"I-iya, Pak. Saya kesana sekarang juga."
"Good."
(Anin yang rela pergi kekantor jam 10 malam demi pak Alde yang terhormat)
KAMU SEDANG MEMBACA
Pemahat Rasa
Teen FictionBagi Anin, Pak Alde itu berbahaya. Bahaya karena bisa membuat jantung Anin berhenti berdetak hanya dengan satu lirikan mata saja dari laki-laki itu. Apalagi senyumannya, mampu memporak-porandakan semua pondasi yang sudah Anin bangun tinggi-tinggi, p...