15. Bia dan Bilha adalah anaknya

130 54 15
                                    

Sudah beberapa hari, Bara terus mengunjungi Bilha. Bahkan pulang sekolah, basket bukan lagi kegiatannya sekarang.

Meskipun dulu, ia tak menyukainya. Mungkin ia menyukai gadis itu sekarang. Tingkahnya mampu membuatnya tersenyum meskipun dalam keadaan sekarang.

Ia juga mengetahui kondisi Bia dari Bilha. Meskipun sudah tau keadaan Bia, Bara masih tidak menjenguknya. Ada alasan yang membuat Bara tidak dapat menemani Bia sekarang. Ia takut, kehadirannya akan membuat Bia semakin terluka.

"Jadi besok elo pulang?" tanya Bara sambil memberikan potongan apel untuk Bilha.

"Iya. Besokkan ada ujian seleksi olimpiade akuntansi. Gue udah minta Dea daftarin nama gue."

"Dengan kondisi kayak gini?"

"Bar, gue masih sanggup melakukannya. Gue gak mau mengurung diri gue di rumah sakit menunggu kematian. Gak. Gue gak mau."

Bara hanya diam. Gadis itu memang keras kepala. Tetapi, meskipun berada di sekolah. Ia akan menjaganya.

"Aduh nak Bara, maafin tante ya buat kamu repot. Sampai harus jagain Bilha." Ujar Bunda Bilha yang baru saja datang bersama ayahnya.

"Gak apa-apa kok, tan." Sopan Bara.

Bilha hanya tersenyum menyambut kehadiran bunda dan ayahnya. Apalagi tatapannya sedikit berbeda pada ayahnya. Mengenai pembicaraan saat dikamar Bia, tidak ada yang tau.

Hanya ayahnya yang tau, ginjal milik Bilha cocok untuk Bia.

"Besok, kamu beneran mau sekolah? Gak mau istirahat aja, sayang." Cemas bundanya.

Bilha merasa kecemasan mereka membuat ia tidak dapat berkutik. Tapi, ia keras kepala. Ia akan melakukan apapun atas keinginannya sendiri.

"Bunda, Bilha kan udah bilang mau sekolah. Besok ada ujian. Ih bunda, nanya mulu deh." katanya sambil memanyunkan mulutnya. "Lagian ada Bara yang jagain Bilha. Ya kan, Bar?"

Bara langsung mengangguk cepat.

Bundanya pasrah. Ia hanya menuruti keinginan anaknya. Karena saat ini, ia juga gak ingin Bilha memikirkan penyakitnya. Ia ingin, Bilha bahagia disisa waktunya.

Hingga siang bergantikan malam. Dan malam hilang menampilkan kecerahan dari sang matahari, sekolah SMK GARUDA hanya menampilkan kesunyian. Beberapa orang yang daftar sedang melangsungkan ujian di aula besar di halaman depan sekolah.

Dari luar, Bara bisa melihat keseriusan Bilha dalam ujiannya. Tak ada yang tau, dibalik senyum ceria gadis itu tersimpan sakit yang luar biasa. Gadis yang tertawa ringan tanpa ada yang tau, beban berat sedang dipikulnya.

"Bara." panggil seseorang yang tak lain adalah Dea. "Bisa bicara sebentar." Pintanya.

Bara menoleh ke dalam ruangan aula itu sebentar, lalu pergi bersama Dea menuju ke samping gedung aula yang memiliki beberapa anak tangga untuk diduduki.

"Penyakit Bilha, elo gak keberatan kasih tau gue kan?" Bara menoleh. Meskipun Bilha melarang, melihat raut cemas Dea, ia harus memberitahukannya.

"Kangker hati stadium empat."

Dea menutup mulutnya kaget mendengar pernyataan itu.

Meskipun Bilha murid baru, tetap saja ia merasa mengenal Bilha cukup lama. Keceriaan Bilha membuatnya nyaman berada disisi gadis itu. Meskipun dulu, ia melakukan hal yang kejam.

"Gue gak ingin ada yang tau soal penyakit Bilha kecuali elo." ucap Bara yang membuat Dea mengerti. Lalu bangkit dari duduknya untuk melihat lagi gadis itu.

FeelingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang