Bagian 4

119 11 0
                                    


"Yang Mulia, maukah kau membantuku menyalakan semua obor yang ada di ruangan ini?" Pinta Perdana Menteri.

"Dengan senang hati Paman." Jawab Putri Axlyn sembari mengambil lilin yang ada di tangan Perdana Menteri.

"Nyalakan obornya satu-persatu dan rabalah tembok pada setiap langkahmu. Maka kau akan menyadari sesuatu." Kata Perdana Menteri meninggalkan Puteri Axlyn ke meja bundar besar dengan kertas-kertas yang berserakkan diatasnya.

Putri Axlyn tidak memiliki pilihan lain selain menuruti permintaan atau lebih pantas disebut perintah dari sang Paman. Perlahan dari obor satu ia berjalan dengan tangan kanannya memegang lilin sedangkan tangan kirinya meraba tembok. Lima, sepuluh, dan akhirnya pada langkah ke lima belas tangan kirinya mendapati obor yang ke dua. Tanpa basa basi lagi, ia menyalakan obor tersebut. Setelah memastikan obor ke dua menyala dengan benar ia melanjutkan langkahnya untuk menyalakan obor yang ke tiga. Tangan kirinya masih setia meraba tembok dan perlahan dia dapat merasakan bahwa tembok itu terbuat dari batu-batuan yang sudah dihaluskan permukaannya. Pada langkah ke lima belas ia menemukan obor ke tiganya. Setelah ia sulut obornya dengan api dari lilin di tangan kanannya, ia meneruskan pernjalanannya menyalakan obor di ruangan itu, dan begitu seterusnya hingga ia sampai ke obor empat dan lima.

"Sudah lima obor aku nyalakan, namun aku belum menemukan sudut dari ruangan ini. Aku tidak bisa membayangkan seberapa luas ruangan dari seperempat rahasia Paman ini." Gumam Putri Axlyn. Tangan kirinya yang masih meraba tembok di sebelah kirinya tiba-tiba dikejutkan dengan sensasi dingin yang diberikan oleh tembok tersebut yang sekonyong-konyong membuatnya menarik tangannya dari tembok itu. Tetapi tuunggu, Putri Axlyn meraba tembok itu lagi lalu ia menyadari sesuatu. Tembok itu memiliki tekstur yang agak berbeda dari tembok yang sudah ia raba sebelumnya. Tembok itu terasa seperti . . . marmer. Dan setelah ia menyalakan obor ke enam, dugaannya pun terbukti benar. Senyum tipis pun terlukis di wajah mungil sang Tuan Putri. Setelah menyalakan obor ke tujuh, delapan dan sembilan, ia mulai benar-benar lelah dengan tugas ini. Masalahnya bukan sekedar karena menyalakan obor. Tetapi sudah sembilan obor ia nyalakan dikali lima belas langkah ia berjalan dan ia belum menemukan satupun sudut dari ruangan itu.

Sang Putri dengan malas meneruskan tugasnya dan menyalakan obor ke sepuluh. Saat ia menuju obor yang ke sebelas perlahan-lahan ia mendapat pendaran-perndaran cahaya berwarnya oranye dari kejauhan. Ia berfikir bahwa sang Paman mungkin juga menyalakan obor dari sisi yang lain. Setelah menyalakan obor ke sebelas sampai ke lima belas, ia melihat meja bundar besar dengan kertas-kertas yang kerserakan diatasnya. Dimana di dekatnya terdapat seseorang yang duduk diatas kursi dengan diterangi temaram lilin. Yup. Itu Adalah Perdana Menteri. Sang Putri yang menyadari hal tersebut segera melangkah dengan cepat. Sesampainya ia tiba pada obor ke dua puluh, ia menyadari hal yang menyebabkan sang Paman memerintahkannya untuk menyalakan obor sambil meraba tembok.

Sang Putri mendekati Pamannya "Aku sudah menyalakan semua obor di ruangan ini Paman." Sang Putri menarik nafas sejenak. "Dan ruangan ini berbentuk lingkaran bukan?" tanya sang tuan Putri memastikan.

"Benar Yang Mulia. Ruangan ini berbentuk kubah lingkaran. Tempat ini merupakan tempat disimpannya segala informasi tentang semua keluarga kerajaan. Semua rak-rak disini penuh dengan perkamen-perkamen yang berisi tentang itu." Jawab sang Paman sambil menatap Putri axlyn dengan senyuman.

"Lalu bagaimana kelanjutan cerita tentang pangeran Lunyrx?" tanya sang Putri sambil menggeser kursi ke dekat pamannya duduk.

"Ah ya. Hampir saja aku melupakannya." Jawab sang Paman sambil mengambil salah satu gulungan di meja itu lalu menunjukkannya kepada Putri Axlyn. "Ini adalah lukisan dari Selir Luna dan Pangeran Lunyrx."

Putri Axlyn menamatkan lukisan itu sambil mengatakan "Sungguh? Ini hanya perasaanku saja atau Pangeran Lunyrx memang memiliki wajah yang mirip dengan Jake?"

"Kurasa mereka memang memiliki wajah yang hampir sama. Jujur saja Yang Mulia, aku juga sempat terkejut saat melihat wajah Pangeran Jacob untuk pertama kalinya. Itu sangat menakjubkan bagi dua orang yang beda generasi memiliki wajah yang mirip, apalagi mereka juga tidak memiliki hubungan darah." Tandas sang Paman.

"Ya... aku setuju dengan mu. Sangat menakjubkan." Putri Axlyn yang masih fokus terhadap lukisan itu tiba-tiba mengalihkan pandang kepada Pamannya ketika pamannya itu membuka sebuah kertas yang ternyata ukurannya lumayan lebar. Kalau tebakannya tidak salah itu merupakan peta dari jalan rahasia.

"Ini merupakan peta dari jalan rahasia ini Yang Mulia. Peta ini akan menuntunmu menuju ruang-ruang tersimpanya rahasia-rahasia yang sudah waktunya kau ketahui." Kata sang Paman seraya tersenyum pada sang Tuan Putri.

--o0o--

Akhirnya mereka kembali ke tempat kerja Perdana Menteri. Sebelum Putri Axlyn meninggalkan ruang kerja pamannya, pamannya berpesan "Yang Mulia, kau bisa mengeksplor ruang perkamen itu dengan atau tanpa aku. Jika kau ingin kesana dengan ditemani seseorang tetapi aku sedang berhalangan, maka satu-satunya yang bisa kau mintai tolong hanyalah Pangeran Jacob. Tolong, jangan biarkan orang lain ke sana. Bahkan bila itu Yang Mulia Ratu Niran. Dan kau pasti juga memiliki liontinnya kan?!"

Maafkan author yang slow update. Author masih anak SMA semester 5 btw (gak tanya) tau kan tugasnya segimana banyak. Typo dimana-mana. Ceritanya kurang greget? Iya. But, hope you like it.
Happy reading guys ^-^

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 11, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Spread AwayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang