Angin dan Sepoi

182 6 1
                                    

Kini kita tengah berdua, didepan itu ada pohon jambu yang daunnya telah pasrah di gerus angin sepoi. Dibawahnya ada kita yang masih berdekatan, saling senyum dan berbicara banyak hal termasuk rencana pertemuan dan bagaimana senyum kita kedepannya.

Disebelahku, kau masih terlihat malu. Sesekali wajahmu memerah merona ketika kulontarkan kata-kata "kau cantik tanpa karena".

Jari kita mulai berjalan, pelan sekali,  mencari rongga diantara sekat-sekat yang kosong di isi kedinginan. Sesekali mata kita juga beradu pandang dan saat itu aku akui kau adalah nikmat terbesar yang juga pernah kutemui.

Angin tetap sepoi, sekarang tidak lagi antara satu atau dua daun yang gugur, melainkan semuanya luruh terbawa suasana hati. Ada beberapa yang menimpa rambutmu, aku tersenyum. Daun gugur serta kita yang menyerah dibawahnya, saling terikat dan sama-sama jatuh cinta.

Terkadang hal romantis itu tidak harus dihiasi dengan barang-barang mewah, tidak harus tempat-tempat mahal. Menurutku, ketika disampingmu, ditimpa daun gugur, menyerah pada angin dengan sepoinya dan tangan kita menyatu, itu lebih romantis dari apapun.

Aku percaya, kau adalah nikmat yang diberi Tuhan saat ia sedang bahagia.

Aku milikmu, disampingmu itu aku dan disampingku itu kamu. Mari sama-sama menjaga lalu mensyukuri.

Mencintaimu Adalah PerangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang