30

68 9 1
                                    

Melody menghabiskan satu jam di tribun lapangan indoor. Duduk sendirian sambil terus menyangkal apa yang baru saja diketahuinya. Dia berkali-kali mencubit lengannya, mencoba bangun kalau dia tengah bermimpi.

Jarinya bermain di tali tas dan bibirnya menyunggingkan senyum miris. Air matanya menitik ke pipi tanpa bisa dibendung.

Ini nyata, Mel. Kalau ini mimpi, berarti keberadaan si Suga juga hanya mimpi. Pelukan tulusnya semalam nggak pernah ada.

Dia mengedarkan mata basahnya ke seluruh ruangan besar yang sunyi. Bangunan itu milik Kinanti dan bangunan lain serta uang yang banyak juga sedang menantinya. Dia sudah menikah dan memiliki tiga anak.

Dia sangat dekat, pernah mengobrol dengannya, pernah mengajaknya makan. Agus benar, dia sangat cantik.

Ah, Mel, Kinanti bukan tandinganmu sama sekali.

Jarak yang ditempuh Agus dari kampungnya sudah sangat jauh. Dia sudah sampai di tujuan, jadi seharusnya mereka hanya tinggal melihat ke sekeliling. Gajah yang di pelupuk mata memang tidak terlihat.

Mbak Mel di mana?

Sekarang, dia dan Agus sudah seperti saudara. Satu belum pulang, satunya pasti mencari. Bagaimana dia memberitahu saudaranya kabar baik sekaligus buruk ini? Baik karena Kinanti sudah ketemu, buruk karena dia jauh di Singapura.

Jika setelah menemukan apa yang dicari saudaranya pergi, sanggupkah dia hidup sendiri?

Sanggupkah dia kehilangan? Rasa hangatnya baru menyusup perlahan, kejam sekali jika harus membinasakannya secara paksa.

Melody berdiri dan meninggalkan ruangan itu dengan langkah goyah.

**

Melody tidak langsung pulang, dia melajukan motornya ke rumah sakit. Semuanya terlalu dekat hingga rasanya tidak bisa dia percayai. Pak Hari baik padanya dan beberapa hari yang lalu, dia datang ke rumahnya. Dia baru sadar sekarang, orang yang dia cari pasti Agus. Dia pasti mengetahui keberadaan Agus. Entah sejak kapan.

Tangannya masih gemetaran saat melepas setang motor. Dia berlari ke area VIP tempat Pak Hari dirawat. Napasnya tersengal ketika akhirnya dia berhasil menjangkau kenop pintu abu-abu. Dinginnya kenop itu membuatnya membeku, terpaku.

Semuanya nyaris terlambat, masih adakah detik yang tersisa untuk mengungkap kebenaran? Dia baru menyadarinya saat Pak Hari telah terbaring tidak berdaya.

"Kakek ...," bisiknya lirih, "apa Kakek masih mencari Agus?" Digenggamnya tangan keriput itu.

"Agus baik-baik saja, Kek. Dia datang ke sini. Apa Kakek tidak ingin bertemu dia?" Apa yang harus dia lakukan sekarang? Dia harus bagaimana?

"Kakek pasti tahu yang sebenarnya, Kakek harus memberitahu yang sebenarnya agar Agus bisa pulang ...." Agus pulang. Saat mengatakan itu, rasanya sesak sekali. Agus tidak bisa bersama Kinanti di sini. Agus harus pulang untuk memperbaiki semuanya.

"Agus ada di sini." Pada akhirnya, Melody tidak bisa lagi menahan kesedihannya.

Agus ada di sini, Agus ada di sini ....

Hariyadi bisa mendengar itu, namun tubuhnya tidak bisa digerakkan. Agus bersama Melody dan Sekar juga bersama Melody. Mereka bersama dan mereka baik-baik saja, itu membuatnya merasa lega.

Kenapa mereka bersama? Bagaimana mereka saling kenal? Bagaimana rupa mereka sekarang? Itu tidak terlalu penting asalkan mereka baik-baik saja. Dia ingin menggerakkan bibir, sekadar menyapa Melody, namun rasanya sulit sekali. Yang mewakilinya adalah setetes air yang meleleh dari sudut matanya yang tertutup. Akhirnya Tuhan mengabulkan doa yang telah dipanjatkannya selama puluhan tahun.

Kutunggu Kau di 2017 (Edisi Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang