Lari Malam

567 17 0
                                    

Malam itu udara cukup dingin. Jalanan semen di belakang sekolah juga cukup sepi. Suara kodok, jangkrik, dan kentongan tukang bakso pun hampir tidak terdengar.

Wuss! Dimas dan Andi berlari dengan sangat cepat di jalan yang sepi itu. Kecepatan lari mereka, juga Riko dan Ambon, memang yang terbaik di sekolah. Maklum ya, hampir setiap hari mereka berlatih lari dengan guru BP, teman yang nagih hutang, sampai bis kota yang hampir penuh.

Celana abu-abu, kemeja putih yang mengintip dari balik jaket, dan tas yang bergelayut di kedua pundak menunjukkan bahwa mereka berdua baru pulang dari sekolah. Terlambat pulang lebih tepatnya. Sangat terlambat karena jam di tangan burung hantu sudah menunjukkan pukul 10:11. Lembur mas?

"Ndi, lu pernah ngiri nggak sih sama cowok-cowok kelas kita yang sering dikejar-kejar cewek?" tanya Dimas masih sambil berlari.

"Emang iya ya? Siapa emang yang suka dikejar-kejar cewek?" tanya Andi balik sambil menyesuaikan kecepatan larinya. Dia sedikit menahan diri menyamai Dimas yang membawa tas lebuh berat supaya ngobrolnya lebih enakーmeskipun sambil lari sihー.

"Sohib kita si Riko misalnya."

"Oh, iya sih. Dia mah emang sporty dan trendy. Wajar lah ya walaupun isi kepalanya masih jadi perdebatan ilmuwan LIPI apakah otak atau bubur kacang ijo," balas Andi asal. "Terus siapa lagi? Emang ada?"

"Itu, si Iyen! Sering liat gue ada cewek sipit yang suka ngejar-ngejar dia di sekolah."

"Oh, itu mah si Meimei anak IPA 2. Iyen punya utang sama dia dan katanya kalo dijumlahin bisa kebeli mobil."

"Buset! Serius, Ndi?" Dimas kaget sambil melompati lubang di jalan.

"Mobil Hot Wheel tapi. Hihihi," Andi nyengir kuda.

"Asem! Gue kira serius lu!" tangan Dimas berusaha menjitak kepala Andi namun gagal.

"Terus siapa?" tanya Andi melanjutkan topik, biar gak dijitak.

"Si Rehan yang suka tidur gitu juga ada lho yang ngejar-ngejar!"

"Masa?" tanya Andi dengan alis mata naik sebelah. Bagi Andi, ini menandakan tingkat ketidakpercayaan seperti Ateis pada Tuhan.

"Iya, lho! Serius. Gue pernah liat ada cewek yang ngejar-ngejar dia sambil bawa coklat gitu," jelas Dimas berusaha menggoyahkan iman.

"Oh, itu mah si Nisa anak ibu kantin yang ditembak Rehan pake coklat. Karena dia gak mau coklatnya dia coba dikembalikan ke Rehan tapi Rehan malah kabur supaya gak bisa dikembaliin. Makanya dia dikejar."

"Lari dari kenyataan, ya. Hadeeeh," Dimas mengangkat bahu, "Si Ambon juga banyak yang suka ngejar-ngejar, lho!"

"Oh iya gitu?" Andi penasaran.

"Iya. Minggu sama kemarin lusa gue liat dia di pasar dikejar-kejar dua cewek berbeda."

"Oh itu, tadi pagi pas gue liat mukanya memar gue tanya kan kenapa. Kata dia itu dia kena gaplok mbak-mbak. Ceritanya ada mbak-mbak yang kecopetan dan kebetulan si Ambon ada di deket mbak itu. Karena mukanya yang suudzonable itu, dia yang diteriakin dan dikejar mbak itu."

"Waduh, apes bener ya itu anak!"

"Tapi yang lebih parah, karena lu barusan cerita, gue jadi tau kalo Si Ambon apesnya bukan cuma sekali, gapi dua hari berturut-turut."

HAHAHAHAHA! Tawa dua orang anak SMA itu memecah kesunyian. Puas banget kayanya tertawa di atas penderitaan orang lain.

Hihihihihi!

"Eh, iya juga, ya! Gue jadi inget, Dim. Kayanya kita berdua gak usah ngiri deh sama mereka yang suka dikejar cewek!" kata Andi tenang sambil mengatur nafas larinya.

"Kok gitu?"

"Ya soalnya kan kita sekarang harusnya udah ngerasain dikejar cewek," jelas Andi. Sebutir keringat dingin menetes dari pelipisnya.

"Cewek mana?"

"Lah itu yang di belakang!" jawab Andi dengan wajah pucat.

"Oh itu..." Dimas loading. Dia menoleh sambil berlari. Di belakang mereka ada wanita dengan rambut panjang tak terurus menutupi wajahnya berusaha menggapai mereka dengan tangannya yang pucat kebiruan. Pakaian putih wanita itu berkibar menunjukkan kaki putih yang tidak menapak tanah.

"Kun..Kun..." Dimas tergagap.

"Hiiihihihihihi!" wanita itu tertawa dan menyeringai.

"KUNTILANAAAAAK!!!" teriak dua anak SMA yang melesat semakin cepat itu hingga hilang di balik kabut malam.

"Saha eta barusan? Perasaan aya nu manggil?" gerutu seorang pria berambut panjang disemir pirang celingukan di jalan itu. "Urang lanjut nyanyi wae, lah! Hayang kawin win win win, hayang kawin, geus teu kuat beurang peuting du ngajablay..."

Siapakah pria itu? Apakah dia dalang di balik semua ini? Apakah pertanyaan ini penting? Kalau tidak penting, kita sudahi saja cerita ini. Sekian.

Keseharian Siswa SMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang