Aku pulang ke rumah mertuaku setelah beberapa malam menginap di rumah mami. Mengenai hal ini, aku telah membicarakannya dengan Lian. Dia mengizinkanku untuk bermalam di rumah mami saat ia dinas. Aku tahu, demamku memang belum sembuh benar. Tapi tidak ada salahnya aku berpura-pura sehat karena mami juga sudah percaya bahwa aku baik-baik saja.
Di sinilah aku, di kamar suamiku, Lian Wiratama Juanda. Kukira ketika aku tinggal di rumah ini, aku akan menemukan foto-foto kekasihnya. Aku sudah menyiapkan hati, ternyata tidak ada. Apakah lelaki memang seperti itu?
Jejak Aqila ada di dalam kepala dan hatinya.
“Kamu pulang.”
Aku memutar tubuhku yang sedang duduk di depan kaca rias. Tadi aku sedang mencari keberadaan foto-foto itu. Lian berjalan masuk dengan setelan kemeja yang sudah tidak rapi lagi. Sebelah sisi kemejanya masuk ke dalam pinggang celana dan sebelah lagi keluar. Dasi yang longgar dan kancing kemeja paling atas terlepas dari lubangnya.
Dia habis diserang badai. Bayangan Lian yang bermesraan dengan wanita lain menyergap kepalaku. Ya ampun. Aku telah berdosa memikirkan hal-hal buruk mengenai suamiku.
“Kamu sakit?” Suara Lian memudarkan fantasi terburukku itu.
Aku mengangkat wajah ke hadapannya, “Ya, tidak.”Lian menaikkan alis sebelah.
“Maksudku, ya aku tidak sakit. Oh, kamu pasti ingin mandi. Biar aku siapkan air hangat.” Aku segera berdiri.
Kulihat Lian berjalan ke tempat tidur. Ia melepaskan dasinya dan mencampakkan ke lantai. Lian kenapa? Biasanya dia selalu rapi dan menempatkan sesuatu di tempatnya.
“Lian, pengaturan suhu air panasnya rusak!”
Rusaknya tidak tepat waktu. Padahal sekarang malam, tidak mungkin mandi dengan air dingin pukul sebelas malam.
“Biarkan saja. Aku akan mandi di kamar mandi luar nanti.”
Kuturuti Lian yang sudah berbaring. Aku memungut dasi yang dia buang tadi lalu meletakkan ke keranjang pakaian kotor. Juga menggeser letak koper yang dia taruh sembarangan tadi.
“Aku akan turun, kamu ingin minum sesuatu yang hangat?”
“Sepertimu.” Lian menjawab dengan bergumam sehingga aku antara mendengar dan tidak.
“Aku tidak paham, kamu ingin minum apa? Atau kamu langsung tidur?”
Aku bergerak mendekati Lian. Dia tengah memejamkan matanya, kelihatan capai sekali. Mungkin karena terlalu lelah, Lian berpenampilan yang kurang senonoh, membuatku berpikiran yang aneh-aneh.
“Buatkan susu seperti yang kamu minum.”
Ketika aku kembali ke kamar, Lian sudah segar. Dia mandi dengan air dingin? Dia memakai kaus putih dan celana tidur panjang.
“Tahan mandi tanpa air hangat?” Aku menyapanya yang tengah menyisir rambut basah.
“Segar. Wi. Apa kabar?”
Aku menoleh kepadanya. Lian kenapa aneh?
“Baik. Kamu sendiri bagaimana?”
Tuhan, ini kenapa kami menjadi dua orang asing yang bertanya kabar. Semacam, How are you? Yes I am fine and you? dalam belajar Bahasa Inggris ke kelas dua sekolah dasar.
“Aku tahu kamu tidak baik-baik saja.” Tiba-tiba Lian sudah berdiri di hadapanku dan menyentuhkan tangannya di dahiku.
“Ah, ini.” Seperti yang mami takutkan, jika aku sudah sakit maka akan lama sembuhnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sepasang Luka (Dihapus Sebagian)
Romance𝙰𝚍𝚊𝚔𝚊𝚑 𝚜𝚎𝚋𝚞𝚊𝚑 𝚔𝚎𝚋𝚊𝚑𝚊𝚐𝚒𝚊𝚊𝚗 𝚋𝚒𝚕𝚊 𝚕𝚎𝚕𝚊𝚔𝚒 𝚢𝚊𝚗𝚐 𝚖𝚎𝚗𝚓𝚊𝚍𝚒 𝚜𝚞𝚊𝚖𝚒𝚖𝚞 𝚊𝚍𝚊𝚕𝚊𝚑 𝚔𝚎𝚔𝚊𝚜𝚒𝚑 𝚜𝚊𝚑𝚊𝚋𝚊𝚝𝚖𝚞? 𝚂𝚒𝚠𝚒 𝚖𝚎𝚗𝚐𝚊𝚖𝚋𝚒𝚕 𝚔𝚎𝚙𝚞𝚝𝚞𝚜𝚊𝚗 𝚋𝚘𝚍𝚘𝚑 𝚜𝚊𝚊𝚝 𝚜𝚊𝚗𝚐 𝚜𝚊𝚑𝚊𝚋𝚊𝚝...