Hutan Timur

8 2 0
                                    

Suasana hening menghantui para murid saat ini, suara dentingan jam dan perasaan tegang para murid memenuhi ruangan kelas yang di tempatinya saat ini. Bagaikan bencana Miss Lian selaku guru Matematika yang mengajar di Forest High school yang berada di tengah hutan Timur, tempat terdamai di semua wilayah itu mengadakan Ujian mendadak membuat para murid merasakan kekacauan yang luar biasa di otaknya.

Sebagian murid memilih untuk mengumpulkan jawaban yang isinya hanya soal yang tadi di dikte oleh Miss Lian, dan sebagian lain masih setia menulis dan menghapus lembar jawaban mereka.

Sampai akhirnya tersisa satu orang yang masih berusaha mengingat rumus yang beberapa hari lalu di jelaskan oleh Miss Lian.

"Alena waktumu sudah habis, berikan lembar jawabanmu kepadaku sekarang juga."

Suara Miss Lian mengintrupsi membuat Alena menghentikan segala aktifitasnya dan segera memberikan lembar jawaban yang berisi karangan rumus yang ia ingat.

Alena sudah kembali duduk di bangkunya begitu pula para murid yang tadinya menunggu diluar setelah mengumpulkan lembar jawaban mereka.

Alena membuka kaca jendela yang berada tepat di samping membiarkan rambut birunya tersebut bergerak sesuai angin. Namun disaat angin masih senantiasa bertiup ke wajah Alena sebuah tangan menutup jendela tersebut.

Alena menoleh ke kanan mendapati Eric yang sudah duduk diam di bangkunya sambil menatap ke arah ponselnya.

"Apa salahnya jendela ini dibiarkan terbuka?" Tanya Alena yang merasa terganggu dengan kehadiran Eric.

"Angin itu sangat menggangu, ia membuat rambutku berantakan." Eric masih setia mentap ponselnya ia tidak menyadari tatapan kesal Alena yang di berikan kepadanya.

"Kamu seharusnya bersahabat dengan Angin agar kamu bisa megendalikan mereka." Alena menaruh tangannya di atas ponsel Eric.

Eric menoleh ke arahnya,

"Pengendali air mana yang tidak bisa bernafas di air?" Tanya Eric dengan nada mengejek membuat Alena jengkel setengah mati karenanya.

"Seandainya kamu bukan temanku, mungkin aku akan menenggelamkan mu sekarang juga." Alena memutar telunjuknya membuat air yang tadinya ada di kolam tepat di samping jendela yang tadi ia buka menginkuti arah telunjuk Alena.

Eric yang melihat pergerakkan air tersebut membuat gestur tubuh menyerah, membuat senyum kemenangan menghiasi wajah Alena.

Belum lama ia tersenyum bunyi peringatan bahaya memenuhi seluruh penjuru hutan membuat semua rumah menutup pintunya rapat-rapat dan sekolah memanggil para Guardians, membuat Eric menekuk bibirnya dan wajah gelisah Alena menemani perjalan mereka ke ruang kepala sekolah.

Semua Guardians di Hutan Timur sudah kumpul di ruang Mr. Hans selaku kepala sekolah dan ketua Guardians di Hutan Timur.

Mr. Hans berpidato singkat tentang betapa pentingnya keselamatan warga yang berada di Hutan Timur ini dan keselamatan para Guardians juga merupakan prioritasnya.

Sesudah berpidato panjang yang membuat Eric menguap berkali-kali itu Mr. Hans menugaskan para Guardian ke setiap penjuru Hutan Timur.

Alena dan Eric yang sudah menjadi patner dalam beberapa bulan itu di tugaskan ke Danau bisikan, mereka di tugaskan menjaga para Mermaid dari para Darkness yang sedang membabi buta tersebut.

Di pergantian bulan maret sudah menjadi rutinitas para Darkness meminum darah siapapun yang ia lewati karena ke hausannya akan kekuasaan mereka memuja para roh terkutuk di Hutan Utara.

Semakin mereka menghisap darah semakin kuatlah mereka maka dari itu para Guardian harus membasmi mereka sebelum menjadi bencana untuk para Guardian.

Alena kini tengah duduk di atas pohon sambil memantau sekitar dengan teropongnya, sementara Eric duduk di atas batu besar di atas Danau bisikan tersebut.

Danau ini berisi Duyung yang hampir punah hanya para Guardians yang tahu karena mereka memang dirahasiakan untuk mencegah kepunahan mereka.

Mr. Hans yang membuat Danau ini, membuat Danau ini mengeluarkan bisikan mengerikan agar semua menjauhi danau ini.

"Eric harus berapa lama telingaku mendengar jeritan yang sangat nyaring dari danau itu?" Alena menutup kedua telinganya dengan tangannya.

"Ntahlah, mungkin sampai Sirine yang memekakkan telinga itu berhenti." Eric mengangkat bahunya sambil terus waspada terhadap sekelilingnya.

"Mungkin kita harus segera menemui john untuk memeriksa keadaan telinga kita saat ini." Alena memutar-mutar jari telunjuknya membentuknya menjadi pisau lalu membekukannya.

"Sejak kapan kau sampai tahap itu?" Tanya Eric tak percaya.

"Kau terlalu meremehkanku."

Eric merasakan sesuatu, udara yang tadinya diam tiba-tiba membuat gelombang tidak beratur.

"Arah jam 9 hitungan ketiga lempar pisau yang kamu buat Alena." Ujar Eric dengan berbisik.

Eric membuat gerakan tangan,

Satu

Dua

"Sekarang!"

Eric menahan sesuatu dengan udaranya membuat sesosok manusia dengan mata merah dan tanduk terperangkap di antara pusaran Angin.

Alena menusukkan pisau tersebut tepat di celah yang di berikan Eric. Pisau yang dibuat Alena dengan mulus menusuk Jantung sosok tadi, hingga akhirnya seluruh tubuhnya retak dan menjadi serpihan-serpihan hitam.

"Wow, bukannya ia terlalu cepat untuk ukuran seorang Darkness baru?" Eric tidak percaya apa yang di hadapinya tadi, telat sedetik saja Darkness tadi mungkin sudah menghabisinya.

Alena mengangguk mengiyakan Alena tidak melihat arah datangnya Darkness tersebut yang ia lihat hanyalah tubuh Darkness tersebut yang sudah terperangkap dalam pusaran Angin yang Eric buat tadi.

Karena sirine sudah berhenti mengeluarkan suara, Alena dan Eric kembali ke sekolah untuk menemui Mr. Hans melaporkan kejadian barusan kepadanya.

Tbc...

Note : Pertama kali bikin cerita fantasy gitu jadi maaf billa banyak salahnya atau gajelasnya. Thanks ^^

Guardians Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang