"For the first concluter, we call our sister ...."
Hatiku berdesir kencang, efek yang biasa terjangkit santri/wati jika mendengar pembawa acara memilih salah seorang pendengar untuk mengutarakan inti sari salah satu pengkhotbah.
Aku bukannya tak mau apalagi tak mampu menguraikan inti sari dari teks khotbah mereka, hanya saja kini belum waktunya aku membuka kaus kaki ini karena Ukhti Layla masih berdiri di belakang dan matilah aku jika harus berjalan ke depan dengan hanya mengenakan kaus kaki sebelah. Sungguh, adegan yang sangat memprihatinkan. Andai saja di pondok ini diperbolehkan membawa hp maka sudah oasti sedari tadi ku- sms si Aya yang menjadi presenter malam ini agar dia tidak memilihku sebagai pengambil inti sari. Sebagai balas budi atas jasanya maka nanti aku akan menraktirnya dengan semangkok mi ayam, tapi khayalan hanyalah khayalan.
"Saudari Rahma Mawadah"
Ingin rasanya aku tersenyum lebar sampai gigi ini semua kelihatan, isyarat syukurku yang amat dalam, padahal seharusnya aku tidak boleh begitu.
❤❤❤
KAMU SEDANG MEMBACA
CAHAYA CINTA PESANTREN
RomansMarShila Silalahi yang terlahir sebagai anak yang cerdas, bahkan mendekati kata genius. Namun, ia memiliki sedikit kenakalan yang menurutnya hanya berbeda sangat tipis dengan kreativitas. meski hidup di pesantren tidak mudah, kegigihan dan kecerdasa...