Yang seperti ini nih. Salah satu alasan dari sekian alasan lainnya, mengapa Dira lebih senang berteman dengan laki-laki daripada perempuan. Bukannya Dira tidak senang berteman dengan perempuan, hanya saja Dira lebih menyukai pertemanan yang simple tanpa drama yang berbelit-belit seperti kebanyakan perempuan dengan perempuan. Laki-laki selalu begitu, as a simply as see.
Buktinya saja tentang pertengkaran Dhimas dan Gani kemarin. Pertengkaran mereka itu terbilang bukan tipe pertengkaran yang biasa aja kan. Mengingat bagaimana Dhimas maupun Gani, wajah mereka sama-sama babak belur dengan luka dan juga darah yang mengalir di pelipis mereka. Namun, apa yang terjadi selanjutnya adalah hal yang tidak terduga. Setelah bertolak dari ruang konseling dan mendengarkan ceramah panjang dari Pak Sardi juga sederetan guru BK-mereka berdua kembali ke kelas dengan candaan akrab seolah-olah kejadian sejam yang lalu itu tak pernah terjadi dan bersorak senang karena di ijinkan pulang lebih awal dengan alasan mereka tidak memungkinkan mengikuti kegiatan belajar dengan wajah bonyok begitu.
See, secepat itu lah keadaan kembali menghangat. Sama seperti biasanya tanpa drama picisan yang ribet. Cowok tuh memang begitu. Sederhana.
Coba kalo cewek. Masalah sedikit aja pasti di gede-gedein yang berakhir dengan adu mulut berkepanjangan atau mungkin saling sindir-menyindir di sosial media. Mereka juga akan memprovokasi temannya yang lain untuk ikut bergabung. Hingga akhirnya pecah perang dingin antar dua kubu yang gak mau kalah. Akibatnya, pertemanan itu bisa out of touch dan hancur sudah. Sepele memang tapi bisa jadi sepelik dan sedrama itu.
Tapi bukan berarti Dira tidak punya teman perempuan. Ada Mila. Lalu, dia juga tipe manusia yang bisa flexible dengan siapapun. Cukup banyak juga namun tak sedekat itu.
Banyak yang bertanya mengenai alasan mengapa kedua pemuda itu adu jotos dengan penuh emosi kemarin. Karena memang sejauh ini tidak ada masalah yang signifikan antara Gani dan Dhimas. Keduanya terlihat apatis dengan masing-masing urusan mereka. Hal itulah yang membuat rasa penasaran menggelayuti benak Dira sejak waktu itu. Namun, saat Dira bertanya keesokan harinya-saat mereka pergi sekolah bersama- alih-alih mendapat jawaban yang terpercaya, Dhimas malah membuatnya semakin penasaran, karena katanya. "Lo gak perlu tau, Ra. Itu urusan cowok." sambil tertawa renyah. "Gue aja merasa konyol udah kayak gitu kemarin" lanjutnya lagi.
Ah, Dira juga tidak terlalu peduli. Toh, memang laki-laki suka begitu. Konon katanya, kalau dua laki-laki yang tadinya kurang dekat berantem bisa bikin keduanya makin dekat. Dan kayaknya memang benar begitu. Terbukti dengan Dhimas yang saat ini sudah bergabung dengan komplotan pelancong sejati pimpinan Gani yang hobi cabut dari kelas, dan tebar pesona ke seluruh penjuru sekolah. Entah kenapa juga Dhimas jadi mau ikutan komplotan gabut macam itu. Hadeuh.
Sebagian diri Dira merasa senang juga khawatir secara bersamaan. Senang karena ya... Dhimas jadi punya lebih banyak teman sekarang dan khawatir karena bergaulnya dengan manusia setengah-setengah semacam Gani itu. Jujur aja, Dira gak mau Dhimas yang polos dan menggemaskan jadi buas. Mengingat bagaimana bobroknya Gani itu. Dira tak pernah lupa dengan serentetan kejadian kriminal yang membuat guru-guru di sekolah sudah mengenal Gani bahkan sejak baru dua minggu sekolah. Bagaimana tidak, dia pernah membuat seorang guru muda yang cantik -Bu Rina, pindah dari sekolah karena tak tahan dengan kelakuan receh Gani. Dia selalu mencium tangan guru Matematika itu ketika dia kembali ke kelas setelah kegiatan melancongnya. Bukan mencium dalam artian seperti kebanyakan orang lakukan, ini benar-benar menciumnya. Mengecupkan bibirnya ke tangan Bu Rina. Begitu terus, sampai akhirnya Bu Rina tak pernah masuk lagi, lalu seminggu kemudian ia di kabarkan pindah dari sekolah. Itu hanya salah satu, masih ada banyak lagi kelakuan Gani yang, ah... Sudahlah. Tak akan habis kalau membicarakan Gani dan ulahnya.
Tapi siapalah Dira. Dia hanya seorang teman perempuan Dhimas. Dia tidak punya hak melarang apa yang ingin Dhimas lakukan, sebagai teman yang baik Dira hanya bisa sebatas mengingatkannya.
Dira menghembuskan napasnya berat. Siomay di mangkuknya juga hanya dia aduk-aduk tak berselera, yang menimbulkan decak dari Mila di depannya. "Lo kenapa coba? Udah suntuk aja dari pagi." komentarnya.
Dira, Dion dan Mila saat ini tengah berada di kantin tanpa Dhimas. Entah pergi kemana cowok itu, karena sebelum pelajaran selesai tadi dia sudah tidak ada. Mungkin bergabung dengan komplotan pelancong.
"Gak usah sok galau, muka lo ga pantes mellow bombay." Dion menyambar dengan santai. Ketika cowok itu sudah siap menangkis serangan fisik dari Dira, tapi ternyata Dira tidak bereaksi sama sekali. Tidak seperti biasanya dia hanya merespon dengan helaan napas, lagi. Dira terlalu malas untuk berdebat dengan Dion.
"Lo kenapa sih? Ada masalah?" tanya Dion. Mila ikut mengangguk dan bertanya-tanya. Hal apa yang membuat Dira jadi sediam ini.
"Gak sih, cum-"
"Siomay lo masih banyak, bagi yah."
Belum sempat Dira berbicara, tiba-tiba saja Dhimas datang dan menggeser mangkok siomay yang kemudian dia santap santai. Tanpa peduli ketiga temannya menatap Dhimas heran. Selama beberapa saat tidak ada yang berbicara ataupun bereaksi. Sampai Dhimas berbicara dengan mulut yang penuh bumbu kacang.
"Kenapa pada diem?"
Ketiganya terkesiap. "Abis dari mana aja lo, Dhim?" tanya Mila.
"Oh, itu. Gue abis dari kantin belakang sama Gani." Dhimas meraih es teh dingin milik Dira, membuat cewek itu memaki tertahan. "Kenapa emang? Pada kangen sama gue?"
"Idih najis!" serempak ketiganya berseru.
Dhimas tertawa. "Lagian muka kalian pada bete gitu, ada paan si?"
"Tau tuh si Di-"
Sebelum Dion berbicara yang tidak-tidak maka langkah terbaik yang Dira lakukan adalah menyumpalnya dengan bakwan. "Gak ada apa-apa kok. Hehe."
"Oh, yaudah.- btw, Ra, kayaknya nanti gue gak bisa balik bareng deh."
"Kenapa?"
"Mau nongkrong dulu. Hehe"
"Oh, oke."
Dan begitu juga dengan hari-hari berikutnya. Dira tidak pernah pulang bersama Dhimas lagi. Kadang berangkat bersama juga jarang. Di sekolah tentu saja seperti biasa, Dhimas bergabung dengan komplotan pelancong yang membuatnya lebih sering bolos pelajaran. Bukannya Dira egois, ingin memonopoli Dhimas tanpa mau membiarkannya bebas. Hanya saja... Dira merasa aneh.
❇❇❇❇
KAMU SEDANG MEMBACA
Are We Strangers ?
Короткий рассказPada awalnya kau dan aku menjadi kita, menjalani kisah indah yang hampir terasa sempurna. Namun, waktu terus berjalan hingga semuanya berubah. Kini, kau dan aku tak lagi menjadi kita, melainkan hanya dua orang asing yang saling melupakan. Ini adala...