Terlalu Pagi

30 0 0
                                    

Di atas sebuah batu kita duduk bersanding dalam diam. Mata kita sama-sama menelusur setiap lekuk tubuh gunung merbabu. Dan lautan awan putih yang mengelilinginya. 

" indah" lirihku. Kau diam tak bergeming. Dua hari satu malam kita bergantian mengulurkan tangan, beserta enam orang lainnya. Menapak bersama pada tubuh merapi hingga di bagian tertinggi darinya.

"Ry, tak lama lagi kita akan berpisah" Ucapmu datar. 

"Kita masih dalam satu kota, Yan!"ucapku menghibur, tapi tak ada nada menghibur di sana. Kau hanya menghela nafas berat.

"Ry,,,"

"Hmm."

"Bolehkah elok lengkung badan merbabu, dan lautan awan itu menjadi saksi?"

Keningku berkerut mendengar pertanyaanmu. Ada debar halus dan panas yang menjalar tak menentu dalam tubuh. Aku terbahak menetralisir keadaan diri sendiri.

"Boleh lah,,," kataku berusaha santai, "saksi apa?"

"Saksi akan sebuah peryataan dan jawaban"

Hening.

"Ry, bagiku kau lebih dari sahabat. Aku suka kau, Rya" ujarmu sambil mentap lurus pada manik mataku.

Debar dan panas yang menjalar dalam tubuh, seakan membentuk sepasang sayang di punggungku. Melayang. Tapi ini masih di bumi,walaupun berada di ketinggian 2.968 mdpl.

Masih terlalu pagi. Mentari masih malu-malu mengintip dari semak-semak kehidupan. Bahkan seragam abu-abu belum benar-benar kutanggalkan. Meski suasana abu-abu ruang ujian telah selesai kulalui.

"Ryan, ini masih terlalu pagi untuk membahas rasa" 

Hening.

"Kita ibarat mentari yang baru sedikit mengintip malu pada bumi kehidupan. Masih terlalu pagi Ryan"

Kini kau membuang pandangan kembali pada lekuk merbabu.

"Maukah kau berjanji?" tanyamu lirih tanpa melihatku. Mataku yang terpesona akan hijau, biru tubuh merbabu mengerling.

"Apa?"

"Bila nanti kita telah menjadi surya yang gagah, kita akan bersama meluncur dalam senja menuju temaramnya malam kehidupan"

Senyum merekah tanpa mampu kutahan. Andai kau tak di hadapan, mungkin tubuh ini telah melompat dan mengguling bahagia. Aku yakin wajah ini  tak lagi semerah tomat, lebih dari itu.

"Biar merbabu dan lautan awan itu menjadi pengingat kita. Saat kita merayap menyinari takdir kita masing-masing hingga menjadi surya, bila siang telah menyapa. Dan biar mereka menjadi saksi saat kita bertemu di ujung kolong langit. Sebagai surya yang bertautan menuju senja dan menggelincir dalam temaram malam" 

Kunikmati manis senyummu, dalam wajah keemasan di tempa mentari yang baru terbangun. Kutundukkan muka dalam-dalam Menyembunyikan tomat yang merekah di ke dua pipi. Tatakala kau guyurkan sorot tulus matamu padaku

"Ryan, Rya ayo turun!, pacaran mulu!"

 Seru Hendrik kawan kita.

"Okey!" kita menjawab nyaris bersamaan. 

Tapi apakah batin kita sama.

"Hendrik,,, pengganggu!!"

Boyolali, 150417

****

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 20 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Kumcer 💖💖💜🧡🧡💛💚💙💗❤💓💔🖤Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang