Forgotten Past

53 8 7
                                    

Melihat orang yang kau sayangi menjemput kematian tepat didepan matamu, Mungkin akan membuat siapa saja menangis. melihat wajah orang tua mu yang berlumuran darah, Seorang anak yang melihat kejadian seperti itu mungkin akan mengalami ketakutan yang hebat. Tetapi berbeda dengan pendapat itu, aku tidak dapat melakukan nya.

Saat itu aku masih berumur 10 tahun, mungkin lebih tepat nya kelas 4 SD. Hari itu adalah malam tahun baru, ayah dan ibu biasa megajak ku untuk berkunjung ke suatu restoran yang tidak terlalu jauh dari rumah ku. kami biasa berkunjung kesana setiap tahun, pemilik restoran itu sangat ramah, bahkan dia yang mengajak keluarga kami untuk datang setiap akhir tahun, untuk menikmati pesta kembang api.

 Ya, Menakjubkan Bukan? Bisa melihat kembang api bersama kedua orang tua mu, pada malam tahun baru. Melihat senyum mereka yang begitu indah. Begitu pula harapan mereka untuk kita, agar menjadi orang yang baik. aku memang tidak begitu mengerti dengan apa yang mereka katakan. yang ku tahu, kalimat mereka sangat lah menghangat kan hati ini.

Hal - hal indah, Selalu terbayang dalam fikiran ku saat malam tahun baru. Ya, Kurasa mulai detik ini, Semua bayangan itu sudah Berubah menjadi angan - angan, yang tidak dapat ku capai. ketika terbangun, aku sudah berada di sebuah kamar yang tidak asing, dengan aroma obat - obatan yang sangat menusuk. yang ada di fikiran ku saat itu hanya lah

"Apa kah kita akan terlambat melihat kembang api?"

"Apa kah malam ini tidak ada kesempatan untuk melihat kembang api?"

Setelah semua petanyaan dalam benak ku itu, kalimat dari dokter pun membantu ku menemukan jawaban, jawaban yang tidak bisa ku terima. aku langsung bergegas ke kamar di sebelah ruangan ku. 2 orang terbaring di situ, disebelah kiri ada satu orang yang sudah di tutupi kain putih. aku hanya melihat ibu disana, wajah nya penuh dengan darah, terus mengalir hingga menetes ke lantai. aku sempat berfikir "Apakah ini akhirnya?". ibu melhatku, dan berkata pada ku.

"Nak, kamu baik - baik saja?" ibu berbicara dengan sedikit terbata - bata.

"Apa kita tidak bisa melihat kembang api bu?" ku mengatakan itu sambil meneteskan air mata.

"Kamu, jangan menangis nak. kalau kamu menangis, hati ibu akan hancur. kamu harus selalu tersenyum. kamu harus bisa, melangkah dengan kaki kuat mu, tahun ini kamu sudah berumur 11 tahun nak, kamu tumbuh dengan baik." Ibu mengatakan itu, sambil tersenyum kecil.

"Ayah mu, selalu berkata pada ku. bahwa ibu mu ini, terlalu memanja kan mu. tetapi ibu rasa, itu semua berguna, ibu tidak akan menyesali nya. ibu bersyukur, memanjakan mu hingga kini. ibu akan selalu ada di hatimu, kasih sayang ibu, tidak akan ber kurang untuk dirimu. ketika ibu sudah pergi, ibu akan selalu menjaga mu dari kejauhan, ibu akan berdoa kepada tuhan, agar kamu selalu mengetahuinya, kasih sayang ibu dan ayah mu, tidak akan berhenti, walau maut memisahkan kita."

Aku menggenggam erat tangan kiri ibu ku, tapi kulihat tangan kanan nya sudah menggantung ke bawah. para perawat berlarian masuk ke dalam kamar, melakukan segala upaya. dada ku terasa sakit, seperti ada sesuatu yang ingin ku ungkapkan, tetapi tidak dapat mencapai dunia ini. aku hanya terdiam, aku hanya bisa memikirkan hal - hal yang akan terjadi selanjut nya. mulai detik ini, ku memulai perjalanan ini, sendirian.

Kejadian Ini, Tidak dapat ku lupakan sepanjang hidup Ku, Tetapi membuat seuluruh ingatan ku, Sebelum Kejadian Itu, Lenyap. Nama ku Pratama Aditya, Umurku sekarang 16 Tahun. Sekarang aku sudah duduk di bangku kelas 2 SMA, Sebuah SMA negeri, yang memiliki Asrama. Aku tidak begitu akrab dengan Orang - Orang disini. Tetapi yang ku tahu, Mereka biasa memanggilku, Emotionless.

Beautiful CanvasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang