Seorang tetangga, ibu asih namanya, dia pernah bilang padaku dan jon, bahwa tepat di atas kamar kontrakan kami sering terdengar tangisan perempuan. Aku hanya tertawa kecil waktu diceritakan itu. Tapi jon tampaknya sangat percaya. Sejak saat itu dia tidak pernah keluar kamar sendirian di malam hari lagi. Berhubung kamar mandi kami ada di luar kamar, sejak saat itu jon selalu minta di temani kalau mau buang hajat atau pipis. Bahkan dia sering merengek seperti anak kecil kalau aku sedang malas.
Awalnya memang aku tidak percaya, tapi sejak malam itu. Jon sedang buang hajat di kamar mandi dan aku menungguinya di dekat pintu keluar. Kira-kira pukul sebelas malam lewat beberapa menit saat aku melirik jam tangan. Pertama, pohon rambutan di halaman kontrakan kami bergoyang-goyang. Awalnya kukira angin, tapi pohon-pohon lain ternyata tidak ikut bergoyang. Aku mulai curiga, walau masih kutampik karena aku tidak percaya hal begituan.
Kedua, biar aku jelaskan kontruksi bangunan kontrakan kami. Bangunannya punya dua lantai dan tangga menuju ke lantai dua tepat berada di samping kamar kami. Kamar kami berada di ujung utara bangunan ini sementara kamar mandi ini berada di ujung selatannya. Jadi saat aku melihat seseorang berpakaian putih panjang turun dari tangga, pintu kamar mandi kugedor sekencang-kencangnya. Allhamdulillah si jon sudah selesai sama urusannya.
Saat kuceritakan hal itu pada jon, dia malah tertawa terbahak-bahak.
Kejadian kedua terjadi sekitar beberapa malam lalu tepat dua malam setelah ibu asih bercerita tentang tangisan di atas kamar kami. Aku mesti bangun di malam hari karena sakit perut. Aku berjalan mondar-mandir di pintu karena ragu apa mesti membangunkan jon. Ini sudah pukul dua dan pagi ini kami harus berangkat kerja. Karena begitu tak tahan. Aku menyeret kaki jon dari kasur lipatnya sampai dia akhirnya terbangun dan mengatakan kata-kata kotor yang sudah tidak kuperdulikan. Dia menungguiku di luar.
Namun kamar mandi ini tetap saja suram. Dengan lampu 25 watt yang sudah agak redup, lalu bayangan-bayangan pohon di tembok yang datang dari ventilasi udara. Aku bahkan sempat terlonjak karena melihat bentuknya yang hampir seperti siluet wajah seseorang dari samping. Aku buru-buru menyelesaikannya dan keluar. Sialnya anak itu sudah tidak ada. Namun saat aku tergesa menuju kamar, ada seseorang yang sepertinya masuk ke kamar mandi dan pintu itu menutup tepat saat aku menoleh. Aku lari kalang kabut ke kamar. Aku melihat mata seseorang di celah pintu kamar mandi itu.
Aku masuk kamar dan melihat bocah itu malah selimutan di atas kasurnya. Jadi aku lekas menyepak betisnya dan mengeluarkan kata-kata yang patutnya tidak kuucapkan. Aku lekas tidur namun baru beberapa menit memejam, seseorang mengetuk pintuk kamarku. Aku beringsut bangun dan ketukan itu semakin kencang "Joko, buka pintunya woy, mau tidur gue" itu suara jon. Jadi aku langsung membukakannya. Namun aku baru sadar, 'jadi siapa yang selimutan barusan?'. Selimut itu sudah berantakan dan tidak ada siapapun.
Kejadian ketiga, aku tidak mau lagi keluar kamar -lebih baik kutahan pipis dan hajatku sampai pagi. Malam itu entah kenapa aku bangun dan ternyata jon juga bangun. Pertama kami mendengar seseorang melangkah di atas kamar kami. Langkahnya berdebam beberapa kali. Lalu kami mulai mendengar sesenggukan, awalnya tidak jelas namun berangsur jelas -jon menggeleng. Tangisan itu tidak berhenti sampai pukul tiga, yang akhirnya berhenti juga. Ketika kami hendak lanjut tidur, pintu kami di ketuk. Bahkan sesekali aku seperti mendengar suara garukan di pintuku, pelan-pelan tapi membuatku tidak bisa tidur. Di hari berikutnya suara di pintu sudah tidak ada.
Namun masih ada kejadian keempat. Aku tidak lagi bangun karena kebelet apapun itu. Tapi aku sering terbangun pukul dua secara tiba-tiba lalu mendengar tangisan lagi. Tangisan perempuan lebih panjang dari biasanya. Namun aku tidak tahu kenapa tetangga-tetangga sini tidak pernah membicarakan hal itu. Bahkan aku sudah tanya pemilik kontrakan dan dia juga berkata kalau tidak ada suara apapun dan mengatakan jika aku hanya mengarang agar uang sewa bisa diturunkan.
Suatu waktu aku tanya salah seorang ibu yang tinggal di samping kamarku tentang bu asih yang pernah cerita padaku soal hal itu. Ibu itu mengangkat bahunya dan malah berkata "di kontrakan sini tidak ada yang bernama bu asih. Lagipula kamu menanyakan tangisan di lantai atas, padahalkan di lantai atas tidak ada seorangpun yang tinggal".
Aku menunggu jon pulang. Aku mengajaknya ke lantai atas. sore itu. Jon memang penakut di malam hari, tapi jika dia masih bisa melihat cahaya matahari rasa takutnya hilang begitu saja -aneh memang. Aku mengekorinya di belakang hingga kami sampai di lantai dua. Begitu banyak sawang di langit-langit dan sudut-sudut lorongnya. Lantainya begitu berdebu dan entah kenapa jon merasa begitu bersemangat. Dia menyusuri koridor tanpa rasa takut "mana? tidak ada apa-apa". Lalu jon kembali lagi ke tempatku berdiri, tepat depan kamar di atas kami. Tapi jon bilang jika dia mencium bau yang sungguh tidak enak. Aku menendang kenop pintunya dan terbuka.
Seseorang tergantung di bawah langit-langit kamar itu. Aku muntah karena bau busuknya dan belatung yang keluar dari pori kulit wajahnya. Aku pingsan dan kata jon, dia langsung berteriak minta tolong. Kemudian lapor polisi dan semuanya berakhir. Sudah jelas, perempuan itu adalah bu asih. Tapi, polisi bilang mayat ini sudah lebih dari dua minggu tergantung. Padahal baru tujuh malam lalu bu asih bicara padaku jika ada tangisan di atas kamar.