5 : Plus & Minus Punya Abang Macam Langit
Tepat sekali, Bintang dan Langit datang tepat waktu di sekolah Bintang. Bintang dengan senang hati ingin membuka pintu mobil untuk segera mengakhiri interaksinya dengan si usil Langit tapi saat tangannya mulai menarik gagang pintu mobil, Langit berdeham yang membuat Bintang menoleh.
"Apaan?" tanya Bintang sengaja dengan tampang jutek.
"Jadi adek tuh jangan lupa sopan santun, ya." Langit mengulurkan punggung tangannya ke hadapan wajah Bintang, memberi kode agar sang adik mau menciumnya sebagai bentuk terima kasih dan mengingatkan sopan santun.
Seakan mengerti dengan kode yang diberikan oleh sang kakak, Bintang menarik punggung tangan Langit ke bibirnya kemudian mengecupnya sebentar. "Beres 'kan? Kalo udah, Bintang sekolah dulu."
"Eits, bentar dulu dong." Langit berucap saat tangan Bintang kembali menarik gagang pintu yang membuat pergerakannya tertahan, lagi.
Bintang mendengus tertahan lalu menoleh ke arah Langit. "Ada yang ketinggalan, Bang?" tanyanya sarkasme.
"Abang 'kan udah anter kamu, terus abang dikasih apa?" tanya Langit dengan wajah sok imut padahal demi dewa yang tidak Bintang ketahui mitologinya, rasanya Bintang ingin menumpahkan kopi panas ke wajahnya.
Dahi Bintang berkerut. "Kasih apaan? Perasaan hampir tiap hari Bintang di anterin abang, tapi dulu abang nggak pernah minta sesuatu waktu itu."
Langit diam sebentar. Setelah lama melirik dashboard, akhirnya ia berkata, "Ya ... 'kan waktu itu abang lupa, jadi baru inget sekarang," alibinya.
Bintang menghela napas panjang, memang susah kalau sudah menyangkut ke anehan abangnya ini. Ia melirik jam tangan yang bertengger di pergelangannya, sudah pukul 6.50, daripada memperpanjang waktu di dalam mobil dengan mahkluk usil seperti Langit, akhirnya Bintang mengalah. "Ya udah, abang mau apa?"
Langit nyengir. Ia mengetuk-ngetukkan pipi kanannya kepada Bintang. "Cium."
"Lah." Bintang bengong. Absurd amat abang gue, batinnya.
"Mau nggak? Ya udah, nanti nggak bakal abang anterin lagi," rajuk Langit.
"Eh, iya iya, Bintang mau," kalap Bintang. Bisa gawat kalau abangnya nggak mau anter dia lagi, nanti berangkat sendiri, pulang sendiri, keliatan jomblonya dong.
"Ya udah. Nih." Langit memajukan pipinya ke arah adiknya dan ...
Cup!
Bintang menyentuh bibirnya yang sudah mencium pipi Langit. Nggak apa-apa 'kan nyium abang sendiri? batinnya.
Bintang dodol, tentu boleh lah mencium saudara sendiri. Apalagi Langit adalah saudara kandungnya, toh dulu juga Langit pernah atau bahkan sering mencium Bintang. Dasar Bintang, baper.
Bunyi bel memasuki indra pendengaran Bintang yang membuat ia panik. "Bang Bang, Bintang sekolah dulu ya, udah bel."
Langit menyempatkan diri untuk mengusap puncak kepala Bintang. "Iya, belajar yang bener."
Bintang mengangguk. Memang ada senang dan ada sedihnya juga punya abang macam Langit. Senangnya karena Langit perhatian, tidak pernah sekalipun marah, selalu mengistimewakan Bintang dan yang terakhir, karena wajah Langit tampan, kadang Bintang suka tidak tega memarahinya.
Sedihnya ..., kalian pasti tahu.
Bintang membuka pintu dan mulai memasuki pekarangan sekolah. Dan tanpa ia sadari, ada seseorang yang baru saja mengirimnya pesan dan kini sedang menunggu balasan.
**
Hulla! Jangan lupa vote & coment ya :)
Love,
Gowin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Chatting With a Wrong Number
Historia Corta•(Completed)• Ketika Tuhan mempertemukan dua makhluk yang tidak saling mengenal. . . . ©copyright 2017 by Gowin.