Saat Reva Sakit

9.7K 1.2K 50
                                    

Hari Senin ketika Asha sedang asyik berkutat dengan benang dan pattern sarung bantal rajutnya, Reva muncul di rumah Asha dengan tampang kucel.

Asha dapat menebak jika bab 3 skripsi Reva tidak mendapat Acc dari dosennya.

Dulu Asha juga pernah mengalami hal seperti itu. Kalau Asha lebih parah. Ia sampai menangis kejer seharian. Maklum mengerjakan skripsi itu menguras pikiran dan menguras uang.

Bagaimana tidak? Asha belum memiliki printer, sedangkan jasa print di rentalan per lembarnya sangat mahal. Asha harus pontang panting membantu mengerjakan orderannya mama demi mendapatkan uang untuk bisa membeli printer.

Jika teringat masa - masa susahnya dulu, Asha jadi sebal dengan Reva yang sudah membuatnya telat mendaftar wisuda.

Asha membuka map Reva dan meneliti kembali naskah bab 3 yang penuh dengan coretan pulpen merah milik pak dosennya.
Gadis itu pun menghela nafas. Tugas berat kembali menanti. Kok ya apesnya Reva sih. Waktu harus mengetik, selalu amprokan dengan proyeknya mama. Benar - benar ujian ganda.

"Aku numpang tidur ya!"
Dengan langkah lesu, Reva menghampiri sofa ruang tamu.

"Kamu sudah makan?"
Asha mengingatkan Reva. Barangkali pria itu membutuhkan makan untuk membuatnya kembali bersemangat.

"Aku sedang tidak nafsu makan."

Reva menata bantalan kursi kemudian merebahkan diri di sofa dan memejamkan matanya.

Asha hanya mengangkat bahu. Memangnya ada ya orang datang bertamu hanya untuk menumpang tidur? Tapi ya sudahlah, daripada Reva merecoki atau mengerjainya seperti beberapa hari yang lalu.

കകകകക

Draf skripsi Reva membuat Asha tidak konsentrasi dengan pattern di hadapannya. Akhirnya Asha mengambil laptop untuk merevisi skripsi milik Reva.

Bunyi ponsel Reva membuat Asha menghentikan kegiatannya mengedit ketikan.

Telpon dari Briliant. Asha mencoba membangunkan Reva dan mendapati Reva badannya panas. Reva demam. Jadilah Asha yang harus menerima telpon itu.

"Assalamualaikum."
Suara seorang perempuan menyapa dari seberang telpon.

"Waalaikumsalam."

Jawaban salam bernada merdu itu membuat hening sesaat.

"Maaf, ini benar nomornya mas Reva kan?"
Suara penelpon terdengar ragu.

"Iya benar mbak."
Asha menahan geli. Wajar si penelpon merasa kebingungan karena bukan si pemilik telpon sendiri yang menjawab panggilan.

"Mas Reva ada? Kok hingga jam sekian belum sampai dibimbel?"

Asha menengok jam dinding. Benar saja sekarang sudah sore dan Reva pasti terlambat datang ke bimbel.

"Maaf mbak, mas Reva badannya demam. Tadi lupa belum minta ijin. Sekarang sedang tidur."

Asha menatap Reva yang terlelap di sofa dengan wajah kuyu. Karena merasa iba, Asha spontan memintakan ijin ke admin Briliant.

"Saya bicara dengan siapa ya?"
Nada suara si admin Briliant terdengar sangsi.

Untuk sejenak Asha ragu menjawab. Lalu Asha ingat kalau Reva punya adik perempuan.

"Saya adiknya mas Reva mbak."

"Boleh saya tahu nama adiknya?"

Wihi..... ketat juga yak sistem absen di Briliant.
Asha kembali mengingat - ingat nama adiknya Reva. Kalau nggak salah sih namanya Revi.

Oh No...! (Telah Selesai Direvisi/tamat)🌷Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang