-7- Ide yang diacuhkan

2K 138 13
                                    

Denia menatap Caca datar sebelum melihat Tomy dikejauhan yang sedang bermain basket.

Kemarin Caca bilang cowok itu pindah sekolah, tapi lihat sekarang cowok itu sedang asik bermain basket dengan teman-teman sekelasnya.

Caca menggaruk kepalanya meski tak gatal "gua kan kata anak sebelah, De"

"Dasar lambeturah" Denia memutar matanya sebelum berbalik ingin masuk ke dalam kelas.

"Heh! Namanya juga gosip, belum tentu bener tau" protes Caca membela dirinya, cewek itu mengikuti Denia dari belakang.

"Iyya iya ih, lo gak salah Be. Iya kok, udah" Denia duduk dikursinya, begitupun dengan Caca.

"Emang gak salah dong, kan gua kata anak sebelah" Caca mengerucutkan bibirnya.

"Ih, dibilangin lo emang gak salah" Denia menatap Caca jengah, membuat cewek itu semakin mengerucutkan bibirnya.

"Wih, ada apa nih dek ganteng" teriak Mita disampingnya, seketika Denia melihat ke depan. Di depan sudah berdiri dua adik kelas yang dikenalnya sebagai anak OSIS.

"Assalamualaikum, selamat siang kakak-kakak" salam adik kelas tersebut yang dijawab serempak oleh kelas Denia "kami ingin memberitahukan bahwa hari jumat nanti akan diadakan bazar BS. Oleh karena itu, untuk keterangan lebih lanjut akan diadakan Tehnikal Meeting pada hari ini jam satu siang di perpustakaan. Dimohon untuk dua orang perwakilan kelas dapat hadir. Terimakasih, wassalamualikum"

"oyy, dek! Dapet cake box gak neh?" teriak Cakra dibelakangnya, Denia dan Caca serempak mendengus mendengarnya.

Caca tertawa begitu melihat adek kelas itu hanya melirik Cakra tanpa berniat menjawab pertanyaan cowok itu "malu kan lo"

Cakra hanya mengangkat bahu acuh, lalu menumpahkan perhatiannya pada sang ketua boss yang sedang mengerjakan pr disampingnya, diam-diam dia memutarkan mata malas itu pr baru dikasih udah dikerjain, belum ada tuh guru nyampe ruang guru geleng-geleng kepala, Cakra bertanya "siapa nih yang pergi, Ka?"

Raka meliriknya sekilas lalu memperhatikan punggung Denia yang duduk di depannya, sempat mengernyit melihat tanda lahir kecil yang ada di belakang telinga kanan Denia karna cewek itu menggulung asal rambutnya "gua sama Dede"

Dapat Raka lihat punggung Denia yang menegang, dia menyimpulkan kalau cewek itu mendengarnya.

Denia sendiri mengerjap-ngerjapkan matanya menatap kosong layar ponselnya yang baru saja menghitam sejak kapan Raka memanggilnya Dede?
begitu dia sadar dari lamunan kecilnya yang tidak penting, Denia berbalik menatap Raka  protes "Cakra sama Gita ajalah, Ka. Masa kita terus, sekali-kali kita gitu yang di kelas"

Denia menatap iri Gita yang duduk paling depan ujung lain dari barisannya. Gita itu sekretaris kedua di kelas, kerjaannya hanya memantau pekerjaan piket, absen guru, dan jurnal kelas. Sedangkan dia selalu mendapat pekerjaan yang melelahkan, jalan sana jalan sini persis mengikuti sang ketua.

Raka menaikkan alisnya "udah ada tugas masing-masing gak usah bawel" cowok itu mengibas-ngibaskan tangannya di depan wajah Denia sebelum kembali focus mengerjakan prnya.

Denia cemberut "gak adil tau, Ka"

Raka diam.

"Gimana kalo ganti-gantian?" tanya Denia mengusulkan idenya dengan semangat "sehari kita yang keluar kelas besoknya mereka besoknya kita lagi dan seterusnya, gimana??"

Raka tetap diam, tidak menghiraukannya.

"Oke, oke.. Gimana kalo 3 hari kita yang diluar dan 2 hari mereka?"

Diam.

"Hm.. 4 hari kita, sehari mereka?"

Diam.

"Yaudah, tiga minggu kita, mereka seminggu ya?"

Diam.

Denia menatap sebal Raka yang masih focus mengerjakan prnya tanpa merasa terganggu olehnya "ka.." rengek Denia akhirnya, lelah karna diabaikan.

Cowok itu menatap Denia intens, membuat cewek itu salah tingkah. Begitu melihat Denia yang tidak akan berbicara, dia kembali mengerjakan prnya.

Denia berdecak "ih, gua mah" gerutunya kembali menghadap depan, tau bahwa idenya yang berlian di acuhkan.

Denia membeku begitu mendapati sebuah tangan mengusap kepalanya lembut.

"Ngerjainnya yang ikhlas biar gak berasa capek dan dapet pahala, oke?" suara berat itu terdengar sangat lembut di telinganya.

Denia mengangguk pelan tanpa melihat sang empunya tangan yang berdiri disampingnya.

"Good"

Denia merasakan tangan itu hilang dari atas kepalanya, lalu sang empunya tangan berjalan ke luar kelas. Denia menatap punggung tegap itu dengan dahi yang mengerut bingung dan pipi memerah.

"Ck, ck, ck. Si boss cepet juga ngerjain prnya"

Denia melirik kebelakang, melihat Cakra mengamati buku pr Raka ditangannya.

Sekretaris RakaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang