11. Awal Perjuangan Kisahnya

34 4 0
                                    

Lagi, aku memandang Stefi yang terdiam begitu saja. Setelah tadi kami sempat berisak tangis saat pertama kali bertatap muka, dari sekian lama kami berpisah. Rasanya sulit dipercaya kami kembali jumpa, tentunya dalam keadaan seperti ini yang tak bisa disangka. Sedikit membuatku menyimpan penyesalan dalam-dalam terlepas dari kegembiraanku bisa kembali berjumpa dengan dirinya.

Stefi yang aku lihat sejak dari terakhir aku berjumpa dengan dia. Nampak jauh berbeda, agak kurus dan kulihat ada bekas lebam yang aku lihat sekilas dipelipisnya, yang diam-diam tersamarkan oleh sapuan make up tipis. Sungguh membuat hatiku sedikit miris. Sejauh apa penderitaan yang sudah ditanggungnya. Pikirku dalam diam.

Sampai taksi menurunkan kami ke rumahku. Tak ada satu pun kata yang terucap dari bibir kami berdua. Selain dari ajakkanku untuk masuk kedalam dan membenahi barang-barang bawaan Stefi. Aku merasa terlalu dini jika memintanya banyak bercerita tentang keadaan dirinya.

Maka aku memutuskan untuk mengajaknya makan ditempat biasa kami nongkrong dulu. Setelah selesai berbenah. Sembari melepas kangen, kami bisa sekalian bernostalgia mengingat jaman dulu. Saat masih sama-sama menuntut ilmu lima tahun yang lalu, sebelum dirinya memutuskan pergi bersama suami. Sungguh waktu bergulir begitu cepat. Batinku.

Sembari berjalan masuk menuju restotan steak favorit kami. Pikiranku terus saja berkecamuk, bahkan saat hendak memilih kursi untuk duduk. Aku sungguh tak fokus saat Stefi memilihkan tempat duduk.

"Ada apa Re?" tanya Stefi begitu aku meletakkan pantat dikursi

"Ah, nggak cuma agak kecapekkan aja tadi kerja." kataku menyembunyikan perasaanku

"Oh, gitu ya...." katanya menimpali seadanya

"Udah nggak usah mikirin aku. Sekarang mikirin kamu aja. Aku pengen kita sekali-kali seneng-seneng, kan lama nggak ketemu." kataku

"Iya, aku juga pengennya gitu. Aku berharap kita bisa balik nostalgia jaman dulu. Kapan lagi bisa kumpul lagi." katanya dengan senyum sumringah yang sedikit membuatku merasa tenang mengingat keadaannya.

"Iya, tapi Stef tempat ini nggak berubah ya sejak lima tahun yang lalu." kataku

"Ehm.... Iya, lama nggak berubah kayak statusmu yang sekarang masih aja sendiri..."

"Uhuk...." aku mendadak tersedak saat menyendokkan steak kemulut begitu mendengar ucapan Stefi barusan. Hadeh... Kena banget!

"Kok kaget.... Berarti bener ya...." kata Stefi lagi.

"Udah, ganti topik...." kataku mencoba ngeles sampai akhirnya percakapan panjang terjadi....

Kami tak berhenti bercerita tentang kekonyolan masing-masing jaman dulu. Mulai dari cerita Stefi yang beberapa kali sempat ditembak kakak kelas, yang entah kenapa semua selalu ditolak. Padahal menurutku lumayan lo... Sampai pada diriku yang dulu sempat heboh karena jadian dengannya.

Cinta pertamaku yang Stefi tak pernah duga. Karena dari cerita Stefi justru aku diberitahu tentang keadaannya saat ini. Sudah menikah dan punya satu orang anak, tetapi saat ini sudah jadi duda. Karena istrinya mengalami kecelakaan maut. Sungguh sedih aku mendengar ceritanya.

"Jadi, bagaimana kamu tahu Stef dia sudah jadi duda?" tanyaku penasaran

"Iya, tahu aja kan dia itu salah satu pelanggannya Stefan. Aku malah kaget ternyata dunia sempit. Nggak nyangka aja gitu tahu-tahu aku ketemu lagi sama dia dengan keadaan yang seperti itu." katanya

"Iya, aku turut berempati deh sama dia." kataku tulus.

"Ehm... Tapi Re aku boleh jujur nggak?"

"Jujur tentang apaan memang?" tanyaku

"Dia, sempet nanyain kamu."katanya hati-hati

"Trus?"

"Iya, semisal kalian balik menurutmu ada kungkinan nggak ya. Soalnya dia nanyain itu ke aku."

"Uhuk.... Uhuk...." akhirnya aku tersedak lagi.

"Iya, maaf Re.... Aku nggak sengaja." katanya penuh penyesalan.

"Nggak apa." kataku

"Beneran kamu nggak papa. Sorry tadinya aku pengen kasih kejutan." katanya lagi

Yah, sahabatku ini emang ceplas-ceplos orangnya. Nggak bisa liat situasi kadang-kadang. Hadeh.....

"Iya deh. Kejutan banget deh." kataku akhirnya.

"Iya, tahu kok kamu sampe syok gitu. Apa, ini tanda kalo kamu masih nyimpen harap sama dia? Klo emang enggak kenapa mesti kaget dia minta kesempatan?" tanyanya to the point kaya ga ada filter.

Sedangkan aku cuma bisa terdiam mencerna kalimatnya. Apa benar aku memang masih menyimpan harap. Walau memang aku akui selama ini selalu saja aku jatuh hati dengan orang yang 'mirip' tipenya dengan dia. Bahkan kadang aku sering berpikir apakah aku sungguh-sungguh jatuh cinta, atau semua memang hanya pelarianku saja. Pikirku.

"Re, kok diem...." katanya membuyarkan lamunanku.

"Emm... Enggak sih. Cuma ya sedih aja Stef, disaat kamu kaya gini masih aja sempet mikirin aku. Aku cuma ngrasa kapan aku bisa ngertiin kondisimu kaya gini?" tanyaku mulai memancing dia bercerita. Sekaligus modus mengalihkan topik.

"Hemmm.. Kamu emang nggak berubah Re. Slalu mikirin orang lain. Sampe gemes kadang tiap orang ngarepin kamu dapet cowok yang baik malah ngeles. Iya ntar nunggu kamu dapet cowok yang baik aku nyusul." kata Stefi terang-terangan.

"Iya, nyari yang sreg susah." kataku lagi

"Emang yang sreg menurut kamu yang gimana?" tanyanya

"Ketika apa yang aku cari itu sama dengan dia."

"Hemm... Berat deh kalo gitu. Emang apa yang kamu cari dalam pernikahanmu deh..."
Kata Stefi akhirnya

"Janji pernikahan kamu masih ingetkan...." kataku

"Emmm iya untuk tetap saling setia dalam suka dan duka. Baik dalam keadaan sehat maupun sakit. Keadaan kaya maupun miskin. Sampai maut memisahkan." katanya.

"Nah, itu dia jawabannya. Nikah itu yang dicari adalah mengerti kesusahan hidup pasangan kita. Makannya aku ngerasa berat, karena nggak mudah untuk menjalani." kataku lagi

"Iya, emang nggak mudah." kata Stefi

"Stef, bukan aku mau menggurui. Tapi ada hal yang kadang orang tidak pernah menyadari, kalau mencintai itu bukan soal bagaimana caranya bisa sama-sama. Justru yang dipertanyakan itu mau sama-sama yang seperti apa?"

"Ya, sama-sama... Bisa menerima kekurangan dong." katanya

"Stefi, kalau sekedar menerima kekurangan aku rasa nggak perlu nunggu jadi pasangan. Jadi teman aja bisa. Tapi mengerti kesulitan hidup pasanganmu yang kadang orang lain nggak tahu, berdoa buat dia. Kamu berbagian buat jadi contoh bagaimana semestinya menjalani hidup. Bukan sebagai undang-undang supaya bisa hidup bersama. Sebagai pengertian yang baik sampai dia sadar bagaimana memang seharusnya memandang hidup itu."

"Tapi berat...."

"Iya, memang berat. Cuma kalau kamu memang sampai bisa sama-sama sampai detik ini, bukannya memang sebenernya kamu disanggupkan untuk itu." kataku lagi.

"Re, gampang teori. Praktek?"

"Stefi, kalau aku bisa ngomong gini. Berarti memang ada satu proses kehidupan yang bikin aku sadar klo emang panggilannya itu. Walaupun aku belum menjalani, tapi aku rasa setiap orang memang memiliki prosesnya sendiri buat ngerti." kataku

"Proses ya...."

"Iya, karena disinilah awal perjuangan sebuah hubungan itu dimulai.....''

Ada temanmu yang lagi ngalami problem? Tolong bantu vote dan komen buat kelanjutannya.....

Filosofi Pasangan KopiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang