18.Janji Aira

203 6 0
                                    

"Binar matanya...hangat wajahnya...senyumnya... semua yang dimiliki Aira, membuat  Naya sangat  ingin memilikinya. Ya memiliki Aira seutuhnya dan bukan sekedar teman, bukan sebatas sahabat tapi lebih. Dan orang seperti aku nggak bakalan mungkin bisa mendapatkan Aira"

Dengan telunjuk kiri Naya memijit-mijit keningnya, dia gelisah menanti bel istirahat berdentang. Rumus-rumus yang terpajang di papan tulis tidak sedikit pun menarik perhatiannya.

Dua kali Pak Rohmat memanggil namanya, tapi Naya belum juga memusatkan pandanganya ke papan tulis. Padahal, mulut Pak Rohmat sampai berbusa menjelaskan tentang bagaimana menelaah rumus-rumus Matematika dengan  baik dan benar.

"NAYA!" panggil Pak Rohmat dengan nada membentak. Naya kaget, dengan terbelalak gadis itu langsung memusatkan pandanganya ke depan.

"Ssss...saya, Pak!" desisnya panik begitu Pak Rohmat mendekati bangkunya.

"Ya kamu, siapa lagi!?" kata Pak Rohmat sambil menunjuk Naya dengan spidol.

"Coba kamu terangkan kembali apa yang Bapak jelaskan tadi!"

Naya melongos, "Terangkan?? Nggg....Tttidak bisa, Pak!"

"Lha? Kamu ini tadi tidak mendengarkan ya, kok tidak bisa, ayo maju!" pinta Pak Rohmat guru Matematika  yang paling suka bercanda.

"Huuu...!" anak-anak berteriak menyoraki.

Dengan ragu dan menahan  rasa malu, Naya akhirnya melangkah ke depan. Anak-anak langsung pada cekikian melihat tampang bego Naya ketika maju ke depan.

Taulah, akhir-akhir ini Naya memang sudah keseringan melamun. Adit kerap mergokin Naya, bengong sendirian di kamarnya.

Satu menit berlalu, Naya berdiri sambil masih melotot garang di depan  papan tulis,  tanpa menulis angka satupun. Dia hanya membaca soal itu berulang-ulang yang tanpa dia mengerti, rumus apa yang musti digunakan.

"Pak kasian tuh Pak sudah gemetaran tuh!" seru Raka dari bangku paling belakang. Pak Rohmat menengok ke arah bangku Raka.

"Apa kamu mau ke depan juga, sama dia?"

Raka jelas langsung menggeleng, "Ah nggak Pak, mana mau saya berdua sama cewek galak macam dia, Pak!"

"Huuu!" terdengar anak-anak yang lain pada berhuhuria.

"Iiih...apaan sih monster Raka itu selalu ikut-ikut !" Naya melirik sinis ke arah Raka, secara otomatis dia juga melihat Aira yang memang bangkunya berdekatan.

Aira kelihatan diam, mungkin kasihan melihat Naya. Naya yang tanpa sengaja juga menatap mata cokelat milik Aira langsung  deg-degan, apalagi di pandang Aira dengan tatapan sebegitu tenangnya.
Lemesss kaki Naya bang! Naya pun akhirnya pasrah!

***

"Nay!!!" panggil Aira dengan suara kencang dari bangkunya. Dengan gaya slow motion Naya menoleh dan mendapati cowok ganteng itu sedang berjalan ke arahnya. Tampang Aira riang ceria, seperti matahari yang baru muncul di peraduan. Naya sok-sok cuek, dia pura-pura mengemasi buku-bukunya.

"Masih marah ya?" kini Aira duduk di samping Naya dengan kaki di selonjorkan seperti mau menerkamnya.

"Gue minta maaf , Nay!" ucap Aira lembut.
Naya masih cuek, dia tetap sok sibuk dengan pekerjaannya.

Cinta Setinggi Bintang  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang