HAK PEJALAN KAKI

31 0 24
                                    

Waktu itu, waktu liburan sekolah.
Kebiasaan Paiman adalah berjalan, napak tilas dari rumah ke suatu tempat.

Pada kali ini, Paiman memilih tujuan ke Cagar Budaya Candi Jolotundo.
Paiman menyiapkan perjalanannya hanya dengan membawa uang Rp. 400.000. Untuk perjalanan sekitar 100 km dari rumahnya.
Berangkatlah Paiman menuju ke Cagar Budaya Candi Jolotundo. Dengan santai dia berjalan, menikmati gersangnya Jalan Raya di siang hari. Di temani musik dari klakson Truck dan ratusan Sepeda Motor.
Paiman Berjalan di pinggiran pembatas antara jalur untuk pengendara dan jalur untuk pejalan kaki.
Namun, di suatu tempat. Paiman di serempet oleh pengendara yang melaju di jalurnya pejalan kaki. Paiman terserempet namun tidak sampai jatuh, hanya luka gores dari postep sepeda motor tadi yang masih membekas.

"Oh, ternyata jalannya kurang lebar, toh. Sampai-sampai dia lewat jalur pejalan kaki" gumam Paiman.
"Oh, yasudahlah.!! Ngalah saja. Biar yang lainnya lewat sini (jalur pejalan kaki)". Lanjutnya

Paiman tetap berjalan, sesekali berhenti di warung untuk membeli air bening dan sebungkus rokok.
"Bu, Aqua besar satu sama Rokok 76 yang kretek, satu.!" Kata Paiman memesan kepada penjaga warung.
"Baik, Mas.!" Kata Ibu penjaga warung.

Paiman istirahat sejenak dari perjalanannya yang sudah cukup jauh. Dia bersandar di dinding sekat antara emperan warung dengan ruangan warung.
"Mas dari mana? Kok gak pernah lihat?" Tanya Ibu itu
"Oh, saya dari Surabaya, Bu" jawab Paiman.
"Loh,! Ah Mas jangan bercanda.!" Kata Ibu utu tak percaya.
"Ya terserah Ibu saja.!" Jawab Paiman.
"Kalau dari Surabaya! Naik Bus ya, Mas?" Tanya Ibu itu lagi.
"Ah, dari tadi cuma jalan kaki, Bu!" Jawab Paiman.
"Loh?? Ah, mas ini gak pernah serius!" Ibu itu tidak percaya dengan omongan Paiman.
Jawaban Paiman selalu sama ketika ada orang yang tak percaya dengan kata-katanya "Yasudah kalau percaya!"
"Eh, jadi beneran jalan kaki, Mas?" Tanya Ibu itu memastikan.
"Iya, Bu." Jawab Paiman.
"Sudah Bu, ya! Saya mau jalan lagi. Berapa, Bu?" Paiman Pamit dan segera membayar barang yang dia beli.
"Rokoknya 12.000, aquanya 4500. Total 16.500 Mas" jawab ibu itu menotal harga barang yang dibeli Paiman.
"Ini, Bu. Kembaliannya bawa saja!" Kata Paiman sambil menyodorkan Uang 20.000.
"Eh, Mas.!! Yasudah saya terima ya Mas. Terima kasih banyak!" Kata Ibu itu menerima uang Paiman.
"Sama-sama, Bu"

Paiman pun melanjutkan perjalanannya yang tinggal -kurang lebih- 47 km lagi.
Beberapa saat perjalanan. di saat jalanan agak sepi. Paiman mencoba berjalan di tengah-tengah Jalan Raya.
Nampak mobil yang ngerem mendadak melihat Paiman dengan santai berjalan di tengah Jalan Raya.
"Tiiiiin tiiiiin, tiiiiin, tiiiiin" bunyi klakson mobil tersebut.
Paiman tak merespon.
Mobil itu terus membunyikan klaksonnya. Mengundang rasa penasaran Pak Polantas yang sedang bertugas.
Melihat ada Paiman di tengah jalan. Pak Polantas segera berlari mengamankan Paiman. Di sahutlah tangan Paiman, di seret di pinggiran jalan.
"Loh, pak? Ada apa ini?" Tanya Paiman.
"Dasar wong edan.!!! Nanti, jelaskan di kantor.!!" Jawab Pak Polantas sambil menyeret Paiman ke mobil dinas pak Polantas.

Di masukkanlah Paiman ke dalam mobil. Mobilpun melaju entah kemana Paiman tidak mengerti.
"Pak Syuaib hebat ya!" Kata Paiman memuji Polisi tersebut setelah Paiman membaca identitas di atas saku Pak Polisi.
"Maksud anda?" Tanya Pak Syuaib dengan wajah garang.
"Iya,! Bapak hebat. Bisa tahu kalau saya butuh tumpangan. Seger lagi" kata Paiman.
Pak Syuaib hanya melirik Paiman. Tidak ada respon sama sekali. Tapi, Paiman tidak peduli dengan itu semua. Paiman menikmati sejuknya di dalam mobil Polantas yang di bawa Pak Syuaib.

Sekitar 13 menit, mereka sampai di Polres Mojokerto.

Di bawalah Paiman menghadap ke juru tulis Kepolisian.
Paiman di suruh duduk. Lalu di interograsi.
"Kenapa anda berjalan di tengah-tengah Jalan Raya?" Tanya Pak Syuaib.
"Memangnya salah ya Pak?" Tanya Paiman balik.

"Di!. urus dia" kata Pak Syuaib
"Loh ya jelas salah" bentak si juru ketik.
"Kenapa kok salah Pak?" Tanya Paiman meminta penjelasan.
"Yah karena itu jalur buat pengendara bermotor" jelas Supriadi (nama Juru Ketik kepolisian). "Lalu? Kenapa anda kok lewat Jalan itu? Padahal sudah di siapkan jalur untuk pejalan kaki?" Tanya juru ketik.
"Jalur untuk pejalan kaki? Yang mana Pak?" Paiman terus bertanya.
"Sudah, gak usah pura-pura gak tahu. Jalur pejalan kaki berada persis di sebelah kiri Jalan Raya. Sudah,!! Jelaskan maksud anda kok bisa-bisanya lewat di tengah-tengah jalan raya.!!!" Supriyadi nampak emosi menghadapi Paiman.
"O, yang itu toh, Pak?!" Jawab Paiman. "Tadi saya kira jalurnya sudah di rubah pak. Jadi saya lewat di tengah-tengah jalan raya" lanjut Paiman
"Di rubah bagaimana?" Tanya Supriyadi bingung.
"Jadi gini pak ceritanya. Tadi, waktu saya lewat jalur yang kata Bapak jalur untuk pejalan kaki, saya mulai ragu kalau jalur itu memang untuk pejalan kaki. Yasudah, saya lewat di tengah-tengah jalan raya. Biar lebih aman"
"Loh loh. Justru yang anda lakukan itu membahayakan diri anda dan pengendara bermotor yang lain" jelas juru ketik.
"Bapak suka berbohong ya? Nyatanya saya tadi lebih aman di tengah jalan raya daripada di jalur untuk pejalan kaki" kata Paiman menyalahkan Supriyadi.
"Maksudnya anda?" Tanya Supriyadi
"Jadi begini Pak. Tadi, waktu saya berjalan di jalur pejalan kaki. Tadi ada pengendara sepeda motor yang lewat jalur situ. Jadinya saya keserempet. Ini bekas lukanya". Jelas Paiman sambil menunjukkan luka di kakinya.
"Loh, kok bisa dik?" Nampaknya Supriyadi mulai penasaran dengan cerita Paiman.
"Yah gak tau dia. Mungkin karena jalannya sempit jadi saya bisa terserempet, Pak. Setelah kejadian itu, saya berhenti diwarung untuk beli rokok. Nah saat itu saya merasa kalau di tengah jalan raya lebih aman. Karena jalannya lebih lebar" jelas Paiman.
"Aduh.!!!" Juru tulis menggebuk jidatnya sendiru.
"Kenapa pak" tanya Paiman.
"Nggak dik" jawab si juru ketik.
"Pak.!!" Kata Paiman. "Iya dik!"
"Tolong ya pak.!! Saya memang pejalan kaki yang tak memiliki SIM, HELM, DAN SURAT-SURAT YANG LAINNYA. Jadi, tolong.!! Berikan saya dan para pejalan kaki yang lainnya hak untuk berjalan. Kami pejalan kaki seakan-akan di anggap kaum terhina lantaran tak memakai kendaraan. Oke, saya sih tidak masalah. Tapi, dengan pejalan kaki yang lain?? Saya tidak menyalahkan bapak. Saya cuma minta ketegasan bapak untuk menindak lanjuti hak para pejalan kaki. Entah bagaimanapun caranya. Terima kasih, Pak" kata Paiman membuat si juru tulis dan beberapa anggota Polantas yang mendengar menjadi tercengang.
"Ba,,,baik dik!!!" Jawab juru ketik dengan gagapnya..

Yah, Paiman memang salah secara hukum. Tapi, apakah suara kita akan di dengar hanya dengan mengirim email atau laporan ke Kepolisian? Terkadang Paiman berpikir bahwa yang salah menurut hukum belum tentu salah menurut moral dan tata krama.
Karena itu, bermorallah.!!

HAK PEJALAN KAKITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang