1. Pusat Dunia

55.9K 3.9K 19
                                    

Mama memandangiku lagi diam-diam. Kalau udah begini, aku yang jadi salah tingkah dan mati gaya. Mama bukannya lagi marah tapi sedang mengagumi kecantikan anak tengahnya ini. Hidung kembang minta dibunuh.

Ya enggaklah, kalau mama udah mandang gini, yang pasti maka akan kirim serangan udara yang meneror hati anaknya yang rapuh ini. Plis mama, jangan mulai lagi, atau aku akan bunuh diri di puun cabe. Enak buat disambal atau digado sama gorengan.

"Kemaren, waktu mama mau beli ciki-ciki buat Bubu, mama dengar si Tiana udah hamil lima bulan," kata mama sambil mandangin aku, kalau sekarang terang-terangan. "Tiana itu bukannya setahun di bawah kamu ya, Pril?"

Nah tuu kan, kodee keraas. apa kubilang. Benerkan? Mama kebelet punya cucu. Kurang apa coba Bubu, ponakan somplak banyak gaya.

"5 bulan, ma? Mantaaap!" mengabaikan bagian yang bilang aku lebih tua setahun dan memilih misuh-misuh gelendotan di kasur, maunya gelendotan di tangan kekasih, tapi untuk sekarang, bantal guling pun jadi.

"Jadi, kapan ni mama dapat cucu dari kamu?"

"Kan udah ada Bubu, ma. Buat ngisi hari-hari mama dan menguras uang mama untuk beli ciki." Ponakanku itu memang hobi banget beli ciki, jadinya mama latah kalau belanja ingatnya Bubu. Maklum, cucu semata wayang. Anak mama cuma tiga, yang besar udah berhasil mencetak cucu, yang tengah belum juga memperlihatkan tanda-tanda padahal umur udah hampir kepala tiga, yang bungsu sibuk tebar pesona kemana-mana.

"Ya, masak Bubu aja yang mama harapkan. Kamu nggak pengen kasih mama, cucu laki-laki?"

Aduuuh. Gini ni, beneran ni ma, aku ambil tali ni ma buat gantung diri di kebun sebelah. Bentukan bantal guling sudah tidak menarik lagi, sudah kuunyel-unyel biar cocok di kepala. Aku menarik boneka beruang hadiah teman-teman sebagai pengganti guling yang sudah tak sempurna.

"Kok diam? Mama serius ini, Pril. Bubu juga cerita pengen punya adik laki-laki."

Laah, ini apa coba korelasinya. Bubu yang pengen punya adik harusnya minta sama si kakak lampir. Masak sama aku yang nggak ada hubungannya.

"Alaah, si Bubu lagi. Mintanya sama Kak Vena aja kali ma. Masak sama aku?" kuperhatikan mama mengamatiku. Yakin deh, mama lagi cari cara untuk menangkis ucapanku.

"Ya kan kak Vena udah kasih mama satu. Paling tidak dia udah usaha membahagiakan mama. Sekarang kamu dong yang usaha nduk."

"Ma, beneran ni masih mau bahas ini. Nanti April bakal kasih kabar deeh mama, kalau si calon bapak buat cucu laki-laki mama ditemukan. April sih mau aja ni kasih cucu sama mama sekarang, apa mama siap?" senyumku manis sambil duduk tegak dan mencomot bakwan buatan mama.

"Walaah, ya udah. Mama nggak minta cucu dulu deh, cari Bapaknya dulu," mama datang menower kepalaku sayang. "Kalau ngomong jangan aneh-aneh deh." lalu mama melenggang pergi ke luar kamar dan meninggalkanku yang fokus dengan rawit dan gorengan.

Susahnya jadi anak gadis di umur segini. Pulang-pulang sekali bakal jadi pusat gravitasi. Berhubung mak nyak udah nggak ada buntut lagi yang mau diurusin dan si Bubu cuma sekali dua minggu main ke rumah untuk mengalihkan pikiran mama, menjadikan mama bisa puas menerorku dengan kisah anak tetangga yang sudah berbuntut ria sementara anaknya masih sibuk aja dengan urusan dunia yang lain.

Lain kali, aku harus cocokin jadwal sama Bubu aja. Biar dunia aman dari teror mama mengejar perawan.

tbc

4/11/17

Bear Hug (Re-published)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang