"Kenapa?" Masha kebingungan.
"Kenapa, apanya?"
"Kenapa kamu memberikan bunga ini padaku?"
Tatapannya yang semula sayu berubah menjadi mengintrogasi. Pertanyaan besar yang tersirat di wajahnya. Apa yang harus ku jawab? Yang aku tahu, hatiku ini menuntunku kepadanya.
"Waaah, kenapa ya? Entahlah. Pasti rasanya sulit, menjadi cantik sejak lahir?" Aku mengedipkan mataku padanya.
"Berhentilah bercanda! Dasar genit!"
"Hahaha, aku serius."
Masha menghiraukan perkataanku dan berjalan turun dari lebah bunga. Aku hanya mengikutinya dari belakang. Angin lembah menggoyangkan rambutnya yang bergelombang. Sesekali dia menoleh ke samping. Siluet wajahnya sungguh yang paling indah. Dia mungkin tidak pernah menyadari. Jauh, jauh sebelum manusia es itu datang di hidupnya, aku selalu datang pada saat hari uang tahunnya. Setiap tahun.
Delapan tahun yang lalu...
Seorang gadis, berpakaian seragam siswi menengah pertama duduk di samping toko buku sambil mengangkat tangannya merasakan tetesan air hujan yang semakin deras. Hari itu, aku berjalan pelan. Aku berjalan pelan menempel ke dinding gedung di samping toko buku. Bahu kiriku basah karena terkena air hujan. Aku semakin dekat padanya. Dia begitu cantik, bahkan sedari kecil. Hatiku berdegup kencang. Berkali-kali aku dipertemukannya, perasaan ini selalu sama padanya. Hatiku selalu berdegup kencang ketika bertemu dengannya. Aku yakin, untuk yang terakhir ini pun. Dia akan tetap tidak mengenaliku.
Tak sengaja mata kami saling bertemu. Ekspresinya sungguh datar. Berbeda denganku yang langsung menyunggingkan senyuman tiga jari. Dia terpaksa membalas senyumanku. Kemudian bergeser beberapa langkah menjauhiku.
Ah, tidak! Jangan menjauh. Hatiku mencegahnya. Kenapa aku menakutinya dengan memberi senyuman? Seharusnya aku lebih natural.
Aku terdiam sejenak. Dia pun sepertinya mulai resah dan takut karena ada aku di sampingnya. Aku yang menyadari itu, sekarang berjalan jinjit semakin mendekatinya. Dulu, konyol memang. Tapi entahlah, memang hal yang wajar ketika kita menjadi orang bodoh saat bersama orang yang kita sayangi.
"Apa yang kamu lakukan? Berhenti bertingkah aneh seperti itu!"
Aku ketahuan!
"Aku tidak bertingkah aneh!"
"Lalu apa yang kamu lakukan dengan berjalan seperti ini." Dia yang terlihat kesal, memperagakan jalan jinjitku sambil menuju ke arahku.
"Aku tidak berjalan kearahku! Aku berjalan jinjit ke arahmu!" Aku memperagakannya lagi.
"Iya! Itu yang kamu lakukan! Aku hanya memperagakannya dari tempatku berdiri. Bodoh!"
Aku tidak bisa menahan tawa, melihat tingkahnya yang begitu polos. Aku menjulurkan tanganku yang memegang payung.
"Ini. seseorang memintaku untuk mengantarkan payung ini padamu."
Dia mengerutkan dahinya. Terlihat jelas di wajahnya bahwa dia tidak terlalu yakin.
"Ah, tidak. Terima kasih. Aku berdua dengan saudaraku. Payung itu tidak akan muat."
Penolakan secara halus. Tidak apa. Lakukan yang sedikit lebih dramatis. Lakukan sesuatu, lakukan sesuatu. Aku melihat-lihat keadaan sekitar, yang mungkin saja bisa membawa keberuntungan agar payung ini bisa sampai olehnya.
Melihat ada sebuah mobil yang melaju dengan kecepatan sedang di jalan, kurasa ini akan menyenangkan. Dengan sedikit kemampuan teleportasiku, aku buat cerita ini lebih dramatis. Dengan mencoba menghalangi tubuh Masha agar dia tidak terkena air dari kubangan jalan. Aku akan menghalangi tubuhnya dengan patung itu kemudian dia akan terpana. Hahaha.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Frozen
Fantasy#1 dalam Vika Levina - 3 Maret 2021 #7 dalam Vika Levina - 27 Februari 2021 #1 dalam Avan Jogia - 11 Juli 2019 #2 dalam Avan Jogia - 7 Juli 2019 #11 dalam Avan Jogia - 6 Juli 2019 #96 dalam FANTASY - 13 Januari 2018 Hidup di keluarga yang berantakan...