Prolog

97 11 0
                                    

"Terimakasih, silahkan datang kembali." Seru pegawai toko roti diikuti suara lonceng dari pintu. Jin menggenggam erat kantong belanjaan sambil menghembuskan nafas menimbulkan kepulan asap putih dari mulutnya. Wajah dan telinganya sedikit kemerahan karena suhu musim dingin yang sudah dibawah rata rata celcius. Tubuh kurusnya menggigil kedinginan dibalik mantel hitam yang ia kenakan. Pria brunette itu mempercepat langkah kakinya sebelum ia membeku dan menjadi pajangan di jalan.

Dengan kesusahan ia berusaha mengambil kunci rumah dari dalam saku mantelnya, sesekali ia mengumpat pelan karena tak dapat menggapai benda kuningan itu. Terlalu sibuk dengan urusannya hingga ia tidak menyadari seseorang membantunya membawa semua barang-barang yang menjadi sumber keribetannya. Orang itu tersenyum ketika Jin mengucapkan terimakasih tanpa menatapnya, "Jin-ah?" si pemilik nama menoleh dan terkejut begitu melihat sosok yang sudah membantunya. "A-ah bibi, maafkan aku" ia membungkukan badan, sungguh ia merasa sangat tidak sopan terhadap tetangganya ini. Wanita paruh baya itu tertawa kecil melihat Jin yang terus terusan meminta maaf, "tidak masalah, cepat masuk dan hangatkan tubuhmu" ia tersenyum sambil memberikan kantong yang ia pegang kepada Jin.

Setelah mengucapkan kata maaf yang terakhir, Jin berbalik dan keningnya mencium permukaan pintu. Ia meringis sambil mengelus dahi mulusnya. "Seokjin-ah.. kau ini seorang peneliti tapi kenapa ceroboh sekali? Astaga" Jin merengut begitu melihat wanita itu tergelak,

"hahaha, maaf maaf." Wanita itu menghentikan tawanya karena Jin memasang wajah datar, "aku pergi dulu, datanglah kerumahku untuk makan malam, jangan sungkan." Lanjutnya sambil menepuk bahu lebar milik Jin.

"Aku akan datang jika pekerjaanku sudah selesai. Sampai jumpa, bibi" Jin tersenyum sambil melambaikan tangan.

Ia melepas sepatu dan menggantungkan mantel, kemudian menuju dapur untuk membuat secangkir coklat hangat. Ia mengambil beberapa buku yang cukup tebal dari rak dan membacanya di kursi malas dekat perapian. Suasana yang cukup tenang dan hangat membuatnya merasa nyaman dan berkonsentrasi membaca. Menjadi seorang peneliti memang tidak boleh lepas dari buku, apalagi jika memang ia sedang meneliti sesuatu yang sangat penting.

Sesuatu yang sangat berharga untuknya. Sesuatu yang menjadi sejarah dalam hidupnya.

Jin beranjak dari tempatnya, ia meraih berkas yang merupakan hasil observasinya selama bertahun tahun di meja kerja kemudian melangkah menuju ruang bawah tanah yang selama ini menjadi tempat penelitian rahasianya. Ya, tidak ada seorangpun yang tahu objek apa yang tengah diteliti oleh Jin. Sekali lagi, objek ini sangat berharga untuk Jin dan cukup rapuh. Makanya, ia memperlakukannya dengan sangat hati hati dan penuh perasaan seperti barang antik.

Dan mungkin ini memang barang antik bagi Jin.

Ia menyalakan lampu ruang bawah tanah dan terlihat dengan jelas benda berharga itu didalam sebuah tabung kaca yang cukup besar. Jin mencatat beberapa hal dari objek penelitiannya. "Tidak ada perubahan sama sekali, hm?" matanya beralih menatap benda dibalik tabung itu. Sudut bibirnya terangkat membentuk senyuman. Bukan senyum kemenangan ataupun kebahagiaan, melainkan sebuah senyuman yang menyiratkan kekecewaan dan kehampaan dibaliknya.

"Sudah 10 tahun kau diam seperti ini. Tidak bosan, huh?" pandangannya sedikit buram karena air mata yang mulai membendung. Senyum palsu yang terlukis diwajahnya digantikan dengan raut kesedihan yang sesungguhnya.


Bogosipda.

₰₰₰₰₰₰

Hola! Enjoy it? vote and comment,please! Kamsahamnida chingudeul~


melted Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang