Wendy yang tampak cantik dengan blus putih crop top itu kini mematut diri di hadapan cermin. Ia sekali lagi mengecek penampilannya yang memukau sebelum Benny datang untuk menjemputnya sebentar lagi. Setelah memulas lipstick satin berwarna merah coral yang terlihat begitu indah di bibirnya, perempuan itu menyemprotkan KILIAN varian Good Girl Gone Bad, yang merupakan salah satu parfum favoritnya di titik-titik nadi.
"Oke! Udah cucok, udah cantik, tinggal jalan!" Gadis itu tersenyum sambil bermonolog bersama bayangannya di cermin seraya mengikat rambutnya asal agar tidak berantakan.
Tak sampai lima menit berselang setelah ia siap, sebuah pesan masuk dari Benny membuat notifikasi ponselnya berdentang. Untuk menghilangkan kegugupannya, ia segera menarik napas panjang sebelum membuka pesan yang berisi kabar bahwa lelaki itu sudah ada di depan unit apartemennya. Walaupun sebenarnya tidak perlu berlebihan, tapi entah mengapa gadis itu merasa dadanya berdebar cukup kencang. Mungkin karena setelah ini ia akan bertemu dengan grup musik favoritnya?
"Hi!" Sapa si lelaki begitu melihat gadis itu membuka pintu unit apartemennya.
"Hai, Ben! Udah dari tadi?" Wendy berbasa-basi untuk menghilangkan ketegangannya.
"Baru, kok!" Jawab Benny yang sejujurnya juga merasa gugup melihat Wendy. Walaupun diakuinya gadis itu memang cantik, tapi ia tak pernah menyangka bahwa dalam penampilan kasual seperti ini, perempuan itu jauh lebih cantik dan menarik.
"Mau mampir dulu?" Lamunan Benny buyar akibat tawarannya.
"Eh, nanti aja baliknya, ya. Kita langsung jalan aja, yuk?"
Wendy mengangguk pelan dan segera meraih tasnya di atas meja dapur. Setelah memastikan pintu unitnya sudah terkunci rapat, langkah gadis itu kini berjalan beriringan dengan lelaki yang terlihat tampan dalam balutan kaos hitam yang tertutup jaket, serta celana jeans itu.
Raut kedua manusia dewasa itu tampak begitu senang hari ini. Tak terlintas sedikit pun dalam benak keduanya soal pekerjaan ataupun hal-hal memusingkan kepala lainnya yang biasanya harus diurus saat hari kerja. Yang mereka inginkan hari ini hanyalah bersenang-senang dan, ya, mungkin sedikit pendekatan.
"Padahal SM hampir aja nggak ambil tawaran consulting dari kantor kamu, loh." Celetuk Benny yang fokus mengemudi guna membuka pembicaraan.
"Oh, ya?!"
Ia mengangguk tegas. "Iya. Kalo aja beneran kejadian gitu, kita nggak bakal keluar bareng gini kali, ya?"
"Kayaknya... emang udah rejeki aku kali ya, Ben? Jadi dapet klien, terus malah dapet bonus. Jadi kenal sama additional playernya band favorit aku." Wendy tersenyum seraya memiringkan posisi tubuhnya menghadap Benny.
"Kayaknya aku, deh, yang harusnya ngomong gitu, Wen." Sanggah Benny.
"Kok, gitu?"
"Ya, gimana nggak rejeki, kalo aku bisa kenal cewek cantik yang seasyik kamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Last Night Story [REPUBLISH]
Fiksi Penggemar"Cerita tentang kita semalam tidak akan pernah berhenti, sampai nanti salah satu dari kita yang akan mengakhiri."