○ 05. Boleh? ○

361 57 11
                                    

Tanpa bisa diprediksi, tengah malam ini hujan turun begitu derasnya mengguyur Jakarta seakan tanpa ampun

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tanpa bisa diprediksi, tengah malam ini hujan turun begitu derasnya mengguyur Jakarta seakan tanpa ampun. Beruntung acara festival musik yang sudah disiapkan hampir satu tahun lamanya itu juga sudah berakhir. Para penampil dan kru pun sudah beres mengamankan peralatan yang sekiranya tidak boleh terkena hujan. Jadi yang tersisa kini hanyalah sisa-sisa rangka dari beberapa set panggung, serta beberapa tenda yang menjadi tempat berteduh orang-orang. Tak terkecuali dengan Wendy dan Benny.

Kedua anak manusia itu terpaksa berlindung berdua di salah satu tenda kecil dekat lapangan parkir. Mereka tak bisa kembali ke tempat kru Bring The Soul karena jaraknya yang sudah cukup jauh. Namun juga akan terlalu memakan waktu apabila keduanya tetap nekat untuk mencapai mobil Benny.

Sebetulnya usaha meneduh itu sedikit percuma karena pakaian keduanya tetaplah menjadi sedikit lembap akibat terciprat air hujan yang terbawa angin. Bahkan saking lembapnya, mata sehat Benny sampai bisa melihat blouse putih Wendy yang menjiplak dalaman hitam gadis itu. Padahal pencahayaan di tenda ini hanya remang-remang, cenderung gelap malah.

Tanpa banyak berkata-kata, lelaki itu segera menyampirkan salah satu jaket jeans favoritnya di tubuh kurus Wendy. Karena jujur saja, kalau ia dibiarkan melihat si gadis seperti itu, pikiran normalnya sebagai seorang pria bisa saja menjalar ke arah yang tak begitu baik. "Biar nggak dingin."

Gadis itu tersenyum senang dengan perhatian kecil yang ditunjukkan Benny. "Thank you. Tapi emangnya kamu nggak kedinginan?"

"Nggak, kok. Panas malah kalo selesai main gini." Elaknya sok jantan. Padahal ia sebenarnya juga sedikit kedinginan.

Wendy yang tahu kata-kata itu adalah sekedar untuk membuatnya merasa tenang hanya mengangguk pelan.

"Sorry ya, Wen. Kamu jadi kehujanan gini." Ujar pria itu sungkan.

"Yang ada, aku yang harusnya bilang makasih kali ke kamu karena udah dikasih free accsess gini, bisa kenal temen-temen kamu juga. Thank you ya, Ben."

"Aku juga happy kalo ada temen yang nemenin aku main gini." Ungkap Benny.

"Tapi kamu keren tau pas main tadi! I take some pictures of you. Mau liat nggak?"

"Mana coba aku liat!"

Dengan cekatan, tangan kecil Wendy merogoh tas miliknya dan meraih ponsel dengan casing biru kesayangannya. Kepada Benny, ia menunjukkan beberapa hasil bidikannya yang bisa dibilang cukup memuaskan untuk ukuran tangan seorang gadis yang awam di dunia fotografi.

"Foto-foto kamu bagus, Wen."

"Soalnya yang difoto juga bagus." Kekehnya menggoda Benny yang memang tampak begitu tampan dalam gambar-gambar itu.

"Bisa aja, sih!" Lelaki itu mengacak rambut Wendy gemas.

Di tengah-tengah obrolan menyenangkan itu, Benny dan Wendy perlahan akhirnya menyadari, bahwa hujan sudah mulai mereda menjadi gerimis. Karena tak ingin bermalam di tempat ini, mereka pun sepakat untuk menerobos sisa-sisa hujan yang tak seberapa ini. Toh, sepertinya hujan sekecil ini juga tak akan membuat mereka basah kuyup seperti diguyur. Apalagi, gadis itu dengan sukarela membiarkan jaket yang disampirkan sang pria tadi untuk memayungi mereka berdua.

Last Night Story [REPUBLISH]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang