Aku melihat ke arah lapangan. Ada anak-anak cowok sedang bermain sepak bola. Fadlan ada di antara mereka. Arnifa menyenggolku. Dia memainkan alisnya.
"Ganteng, ya? Dilihatin mulu." Aku berdecak sebal. Arnifa sedang bicara ngaur, nih.
"Lagi ngapain, sih?" aku melihat ke samping, ada Hana, Salwa, Nisya, dan Anggun mendekati kami yang duduk bersila di taman, melihat ke arah anak-anak cowok yang sedang bermain sepak bola.
"Udah, mendingan lo semua ikut duduk." mereka duduk di sisi kanan dan kiri aku dan Arnifa.
"Si Fadlan emang ganteng, deh." Salwa angkat bicara.
"Pacarin aja langsung." aku menekuk kakiku, melipat tanganku di atas lutut.
"Cemburu, heh?" Hana memojokkanku.
"Buat apa? Gue gak suka sama dia, kok." aku membela diri. Aku serius, aku tidak memiliki perasaan kepada Fadlan.
Mereka hanya tersenyum misterius yang jatuhnya menyebalkan. Aku melihat ke depan lagi. Bola menggelinding ke arah kami. Lebih tepatnya aku.
"Siniin bolanya." anak-anak cowok mulai berteriak. Hell, ya! Mereka bisa mengambilnya sendiri.
Fadlan berlari pelan ke arahku. Dia mengambil bola di ujung kakiku.
Tanpa basa-basi dia mengambil bola itu. Tumben, biasanya,'kan nyerocos kagak jelas. Kenapa aku harus memikirkan? Bukan urusanku.
Pertandingan bola, tak seimbang karena tim Fadlan diisi oleh pemain-pemain bola provinsi. Membuat mereka menang, 5-0.
"Les, ke kantin yuk! Haus, nih." baru aku bilang bahwa dia menjadi pendiam. Sekarang berulah lagi!
"Gak, gue mager." Fadlan berdecih. Dia malah ikut duduk di sampingku. Ada Arnifa dan yang lain. Tapi, mereka pura-pura tidak melihat kami.
"Ayo, dong! Gue teraktir, deh." Aku menatapnya garang. Dia ingin ditimpuk pakai sepatu?
"Palingan lo cuma bisa beliin gue gorengan sebiji." dia memanyunkan bibir.
"Apa yang lo mau beli? Gue beliin, deh." aku menimang-nimang sebentar.
"Okelah, mumpung makan gratis." Fadlan menarik tanganku. Aih, dia pikir aku ini pacarnya?
"Lan, lepas!" Fadlan tak mengubris.
"Sial, kenapa harus semeja sama itu curut, sih?" aku melihat ke meja yang kosong. Ada Rayhan sedang menikmati minuman dinginnya. Mata kami bertemu, dia melengos.
"Minggat sono!" Fadlan, melempar remahan gorengan.
"Lo aja yang minggat." sahut Rayhan sambil menyeruput minumannya.
Fadlan menyipitkan matanya, sepertinya amarahnya di ubun-ubun. Aku tidak mau ambil pusing, duduk di depan Rayhan.
"Lo mau berdiri di situ terus?" Fadlan memanyunkan bibirnya, aku melihat teman-temanku berbisik-bisik.
"Gue gak mau kalau ada dia." Fadlan bersedekap, aku mengisyaratkan dirinya untuk duduk. Fadlan menggeleng menolak.
"Kayak anak kecil." Rayhan berdecih. Membuat Fadlan semakin berang, aku? Hanya menonton.
"Wah, ada suara setan, nih." Fadlan menendang kursi Rayhan. Membuat Rayhan bangun. Dia menghadapkan diri ke arah Fadlan.
"Lo banci." Rayhan melipat tangan di depan dada.
"Lo yang banci!" balas Fadlan. Giginya bergemelutuk, haduh.... Gue sih, oke-oke aja mereka berantem. Masalahnya gue ada di antara mereka.
"Lo setan!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku
Teen Fiction60% diambil dari kenyataan 40% cuma khayalan author. Aku bukan dia Aku bukan kamu Aku bukan temanmu Aku bukan ibumu Aku ya aku