Bab 25

2.6K 238 65
                                    

"Ajarin gue cuek sama perasaan gue sendiri dan gue akan ajarin lo gimana caranya tahan sakit hati setiap harinya."

※※※※※

Kata orang, cinta pertama itu paling sulit untuk dilupakan dan akan susah untuk berpaling darinya.

Mungkin seharusnya Afreen bersyukur bahwa cintanya kali ini bukanlah cinta pertamanya. Cintanya ini hanyalah sebuah kesalahan yang dilakukan oleh mulutnya tanpa melibatkan hati, akal dan logika. Cinta yang terucap hanya karena ingin membalas seseorang. Tapi kenapa rasanya tetap menyakitkan?

Hari ini mungkin menjadi hari yang menyebalkan bagi seorang Afreen. Baru saja ia mulai belajar mencintai seseorang itu, tapi dengan mudahnya ia menghancurkan hatinya begitu saja. Afreen menghela napasnya perlahan.

Kilasan demi kilasan saat Raehan memeluk gadis itu masih terekam jelas di pikirannya. Tadi ia langsung berlari begitu saja. Ia belum mendengarkan penjelasan dari Raehan atas hal itu. Mungkin saja hal yang dilakukan oleh Raehan hanyalah didasarkan oleh rasa kasihan? Mungkin iya atau mungkin saja tidak.

Sebagai seorang pacar yang baik, bukankah ia harus percaya dengan Raehan? Mau mendengar dari sudut pandangnya dan tak boleh kalah dengan egonya. Sekali lagi Afreen menghela napas panjangnya. Ia yakin bahwa Raehan pasti tak bermaksud menyakiti hatinya. Ia tahu itu. Satu hal yang harus ia lakukan, yaitu percaya.

Lamunan Afreen terpecahkan oleh suata dentingan bel kecil yang berbunyi akibat terbentur pintu masuk kafe yang dibuka oleh seseorang. Awalnya Afreen tidak menghiraukan hal itu hingga seseorang itu kini sudah duduk tepat di hadapannya.

"Davka?"

"Hay!"

"Lo ngapain di sini?"

"Duduk dan napas."

Afreen merotasikan bola matanya. Lagi-lagi ia harus mendengar jawaban ajaib dari mulutnya.

"Pesen makan dulu dong," pinta Davka yang segera disanggupi oleh Afreen.

Tak menunggu waktu lama, seorang pelayan datang menghampiri mereka berdua kemudian ia memberikan sebuah buku menu dan pergi.

"Jadi, lo mau green tea atau vanilla?"

"Gue maunya lo!" sahut Davka yang seketika merubah raut wajahnya menjadi terlihat lebih serius.

Melihat hal itu, Afreen menatap wajah Davka dengan banyak tanya di kepalanya. Sebenarnya Davka ini kenapa?

"Apaan sih? Gak lucu tau, gak?" sahut Afreen tanpa melihat Davka dan mengalihkan perhatiannya kepada buku menu yang diberikan oleh sang pelayan beberapa saat yang lalu. Jari telunjuknya bergerak mengetuk dagunya beberapa kali sembari terus menimang-nimang kue apa yang hendak ia pesan.

"Gue serius!" ucap Davka yang menaikkan sedikit nada bicaranya supaya Afreen tahu bahwa ia tak ingin bercanda saat ini.

Mendengar ucapan Davka, Afreen menurunkan buku menu tersebut dan melipat kedua tangannya di depan dada. Kedua matanya menatap malas ke arah Davka namun ia berusaha menumpukan atensi sepenuhnya kepada Davka.

"Mau lo apa?"

"Berapa kali lagi harus gue bilang, kalo gue maunya lo."

Afreen kembali menghela napasnya kasar dan menyenderkan tubuhnya pada sandaran kursinya. Tak berniat menjawab, ia mengalihkan tatapannya ke arah titik air yang mulai bergulir di kaca kafe yang berada di sebelah kanannya. Ternyata sudah hujan, pikirnya.

Seharusnya ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang