Sepanjang perjalanan menuju apartemen senyum Hayoung merekah. Setengah harinya diisi oleh senyuman dan tawa Mingyu, membuat hatinya menjadi damai.
Hayoung berlari kecil saat melihat pintu lift yang hampir tertutup, ia menapakkan sedikit kakinya tepat sebelum pintu benar-benar tertutup. Lift itu kembali terbuka.
Lengkungan dibibir Hayoung seketika menghilang saat melihat wajah datar suaminya didalam lift sana. Hayoung melangkahkan kakinya masuk. Berdiri tepat disamping Wonwoo, tapi Hayoung menjaga jaraknya.
Hayoung mengintip jam tangannya sebentar.
22 : 42
Seharusnya Wonwoo sudah tiba dirumah jam sembilan tadi. Makanya Hayoung berani pulang lewat jam malam. Karena menurut Hayoung, saat ia pulang jam sepuluh lewat dia pasti akan menemui Wonwoo yang sudah berpetualang dialam mimpi. Hayoung merutuki dirinya. Dia salah perkiraan. Pasti Wonwoo curiga pada dirinya.
Hayoung menunggu pria itu mengomeli dirinya. Lantai satu, lantai dua, lantai tiga,....
Sudah hampir tiba dilantai sembilan, tapi orang yang ditunggu tak kunjung berbicara juga. Hayoung sedikit lega Wonwoo tak memakinya. Saat tiba dilantai sembilan, keduanya sama-sama keluar. Namun Hayoung membiarkan Wonwoo berjalan lebih dulu.
Wonwoo mengetik nomor pin apartemennya yang ditunggu Hayoung dibelakang.
Wonwoo membuka jasnya dan melemparnya sembarangan, membuat Hayoung tersentak. Hayoung mengutip jas tadi dan mengikuti Wonwoo kedalam kamar.
"Kau ingin kubuatkan apa untuk makan malam?" Tanya Hayoung setelah meletakkan jas tadi didalam sebuah ember.
Wonwoo hanya diam sambil membuka dasinya.
"Kau mau mandi? Aku buatkan air hangat ya,"
Hayoung langsung bergegas kedapur, memasak air untuk Wonwoo. Saat Hayoung kembali kekamar, pria itu sudah mandi duluan. Mengabaikan perbuatan Hayoung.
Hayoung menunggu sampai pria itu selesai dengan aktivitasnya. Benar saja, tak lama kemudian Wonwoo sudah keluar dari kamar mandi dalam keadaan segar. Tapi wajahnya tetap saja seperti lukisan permanen. Tak ada ekspresi sama sekali.
Cukup. Hayoung sudah muak.
"Wonwoo-ssi, berbicaralah sekali-sekali. Aku cukup sabar menunggumu berbicara. Tapi satu hari ini kau asli mendiamkanku."
"...apa aku berbuat salah? Kalau memang iya, tolong dikoreksi bukan mendiami. Kalimat terpanjangmu hari ini hanya saat dikantor. Aku bahkan tak menuntutmu mengucapkan terima kasih saat aku membawakanmu bekal. Aku seperti menikah dengan patung hidup, kau tahu?" Hayoung melampiaskan segala kekesalannya yang tertahan.
Wonwoo yang tadinya hendak menyusun dokumen-dokumen penting jadi terhenti akibat ungkapan Hayoung.
Wonwoo menoleh pada Hayoung yang masih berdiri dibelakangnya.
"Lalu apa maumu?" Nada sangar itu membuat bulu kuduk Hayoung meremang.
"Aku mau kita buat perjanjian saja."
Wonwoo mengerutkan keningnya pada gadis itu.
"Maksudku, mari buat perjanjian yang bisa membuat kita sama-sama nyaman menjalani hubungan ini."
Wonwoo tak membalas dan hanya menunggu kalimat yang akan meluncur dari mulut Hayoung.
"Baiklah, dengarkan baik-baik. Kalau kau tak setuju kau bisa protes. Ini masih pendapatku saja." Wonwoo masih menatap lekat gerak-gerik Hayoung.
Hayoung mengambil selembar kertas dan sebuah pulpen. Gadis itu duduk diatas kasur tepat didepan Wonwoo yang duduk dimeja kerjanya.
"Perjanjian pertama, dilarang ikut campur dalam urusan pribadi masing-masing pihak. Kau dan aku hanya boleh mengurusi urusan diri sendiri..."
KAMU SEDANG MEMBACA
Wonderful Love
Fiksi PenggemarWonwoo dan Hayoung, korban bisnis dari orang tua mereka masing-masing. Mereka telah di jodohkan sejak dulu. Padahal mereka belum mengenal satu sama lain. Wonwoo sendiri menuntut ilmu di Jepang sejak usia lima tahun dan baru kembali setelah menyelesa...