13. Diantar Pulang

135 15 0
                                    

Sebenarnya aku yang terlalu baper apa kamu yang ngasih harapan?
Tetapi, Tamu tidak mungkin masuk kalau Tuan rumahnya tidak membukakan pintu.”

***

Sedari tadi aku tidak bisa tidur dengan tenang, mau posisi tidur seperti apapun tetap saja gelisah karena aku masih memikirkan perkataan Intan siang tadi di sekolah. Seolah apa yang Intan bilang itu adalah bom waktu yang akan membuatku meledak, aku bingung bagaimana mungkin cowok songong itu adalah adik kandung Adam? Bahkan sifat mereka berdua sangat jauh berbeda, bagaikan bumi dan langit.

Jika dilihat dari sifat—mereka berdua sangat berbeda—Adam adalah tipe cowok yang cenderung cool, ramah, dan baik tidak seperti adiknya yang bersifat tidak sopan, songong, dan sudah dipastikan tidak ramah juga. Namun, jika dilihat dari bentuk wajah mereka berdua ku akui memang ada kemiripan. Tetapi, hanya sedikit.

Aku menghela nafas gusar, mengacak-acak rambutku frustasi—aku jadi bingung sendiri memikirkan kakak beradik itu.

Mengapa aku tidak tahu kalau cowok songong yang bernama Yusuf itu adalah adik dari Adam? Bahkan aku tahu namanya dan informasinya saja dari Intan, mengapa aku sangat kudet gini sih? Tentang Adam saja aku tidak tahu bagaimana aku bisa mendekatinya jika buta informasi tentang orang yang ku cintai ini.

Semua tentang Adam seperti bayangan untuk ku tak akan pernah terlihat meskipun berada tepat didepan mata.

***

Buku-buku itu tersusun rapih didalam rak buku, berbagai jenis buku memenuhi ruangan luas berbentuk kubus, mulai dari; novel, komik, kamus, dan buku paket pun ada disana dengan rak yang dipisahkan.

Seperti ruang perpustakaan, toko buku ini juga banyak menyediakan berbagai macam buku yang diperjual belikan seperti yang aku lakukan saat ini yaitu, membeli buku. Sehabis pulang sekolah aku menyempatkan waktu berkunjung ke toko buku yang berada di salah satu Mall Jakarta, aku sengaja kesini untuk membeli sebuah novel yang sudah lama ingin ku beli.

Tapi, karena waktu itu aku belum mempunyai uang untuk membelinya jadilah aku baru bisa membelinya sekarang.

Tanganku meraih sebuah buku bergenre teenfiction, buku yang saat ini sedang ku cari. Setelah menemukan buku itu aku segera pergi ke kasir karena sudah tidak ada lagi yang ingin ku beli. Aku menyerahkan buku itu pada mbak-mbak penjaga kasir kemudian ia menyebutkan nominal uang yang harus ku bayar.

Sehabis membayar buku itu aku berjalan keluar dari toko buku yang baru saja kupijaki. Mataku menelesik kesetiap penjuru Mall, dari; toko sepatu, toko baju, dan toko aksesoris yang sejujurnya sangat ingin ku masuki namun, karena aku hanya membawa uang pas-pasan jadi aku memutuskan untuk segera pulang saja.

Sesaat setelah keluar dari Mall itu aku berpikir dengan apa aku pulang ke rumah? Tadi aku ke Mall ini karena diantar oleh Papa terus sekarang aku harus pulang menggunakan apa? Jika naik angkutan umum harus berjalan ke depan yang jaraknya lumayan jauh.

Aku berpikir sejenak, sekelebat terpikir diotak ku untuk memesan grab bike saja, untungnya aku sudah mendownload aplikasi ojek online itu jadi aku tidak akan kesulitan jika berpergian.

"Untung gue punya aplikasi grab." aku tersenyum, tidak sia-sia aplikasi grab ini dibuat setidaknya bisa membantuku.

Baru saja aku ingin membuka aplikasi grab itu seseorang mengejutkan ku dari samping kiriku.

"Eh?" aku berjengit ketika mendapati Adam berdiri disamping kiriku.

Aku bertanya-tanya dalam hati sejak kapan Adam berada disebelahku? Perasaan tadi tidak ada orang? Cowok itu berdiri tegap sambil mengetikkan sesuatu di layar handphonenya.

Love in SilentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang