Part 1

137K 6.4K 95
                                    

Luna

" Harusnya ya mbak, simbol yang kamu gunakan itu sama. Jika saya lihat kamu nggak konsisten lagi, saya malas ngoreksi revisian kamu. Ganti pembimbing saja." Lagi-lagi Bu Rini mengomentari kesalahan simbol yang aku gunakan. Kali ini aku akui aku memang salah. Untuk kesekian kalinya aku kurang teliti. Tapi bisa kan, muka Bu Rini biasa aja? Nggak pakai mode gahar kaya barusan?

" Maaf bu. Nanti saya perbaiki lagi." jawabku sambil menunduk.

" Oh iya, saya baru ingat. Sebentar lagi kamu juga bakal ganti dosen pembimbing kok mbak. Jadi selesaikan dengan beliau."

" Ganti bu? Maksudnya? Eh sebentar... Jadi, berita kalau ibu mau resign itu benar?" tanyaku setengah tidak percaya. Pasalnya, dari beberapa hari yang lalu aku memang sudah mendengar kabar kalau Bu Rini akan resign. Tapi aku kira itu hanya isapan jempol belaka.

" Iya mbak. Saya mau ikut suami saya pulang ke Manado." Jawab Bu Rini sambil tersenyum. Walau bagaimanapun juga, segalak-galaknya Bu Rini padaku, beliau sangat baik. Aku sudah terlanjur nyaman dengan beliau.

" Terus pembimbing saya siapa Bu?" tanyaku was-was.

" Kemungkinan besar Pak Reza. Dia satu-satunya dosen analisis yang tersisa selain saya." Jawab Bu Rini yang sukses membuatku melongo. Pak Reza? Dosen baru yang lempeng itu?

" Harus Pak Reza ya bu?"

" Siapa lagi?" bukannya menjawab, Bu Rini malah balik bertanya. Iya sih, Pak Reza memang satu-satunya dosen analisis yang tersisa.

Oh iya, ngomong-ngomong analisis, analisis adalah salah satu konsentrasi yang ada di jurusan matematika. Kalau kata sebagian temanku, analisis adalah konsentrasi tersulit. Tapi beberapa teman yang lain ada yang mengatakan konsentrasi aljabar adalah yang tersulit. Kalau menurutku, sesulit apapun itu asal kamu menyukainya maka semua akan baik-baik saja.

" Adit sudah tahu bu?" tanyaku sambil memainkan bulpoin di tanganku. Adit adalah satu-satunya teman yang mengambil satu konsentrasi denganku. Dan dia juga satu-satunya teman yang bisa aku ajak diskusi jika aku merasa kesulitan.

" Sudah."

" Kok Adit tidak bilang sama saya ya bu?"

" Mana saya tahu mbak."

"..."

***

Setelah dari ruangan Bu Rini, aku berjalan gontai menuju kantin. Rasanya aku ingin menghilang entah kemana. Saat ini aku jadi membayangkan akan seperti apa aku, jika Pak Reza yang menjadi pembimbing skripsiku. Aku sama sekali belum pernah bertatap muka dengan dia di kelas.

Oh iya, ngomong-ngomong kalian belum tahu siapa Pak Reza ya? Jadi, Pak Reza adalah dosen muda idaman mahasiswa jurusanku. Kenapa aku bilang begitu? Itu karena, hampir setiap saat grup kelasku ramai hanya karena membahas dia. Mulai dari wajah, aura, dan entah apa saja aku tidak begitu menyimak.

" Bu Mar, soto sama es tehnya satu ya..." ucapku pada Bu Marni, penjaga kantin fakultasku.

" Yang pedas nggak Mbak Una?"

" Banget Bu."

" Siap..."

Aku berjalan ke meja makan yang terletak di pojok. Aku barusaja akan meletakkan tas ketika tiba-tiba Adit sudah duduk di depanku begitu saja.

" Lo udah tahu kan, pembimbing kita bakal ganti?" tanya Adit saat itu juga.

" Udah. Dan entah kenapa ya Dit, gue jadi males banget." Jawabku lesu.

" Males apa males? Bukannya anak cewek angkatan kita paling doyan ngejar-ngejar Pak Reza?"

" Mereka. Bukan gue." jawabku sekenanya.

I love You, Sir! [END DI DREAME]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang