The Fall [III]

238 37 9
                                    

Hari recital...

Woohyun berjabat tangan dan mengucapkan terima kasih pada 'orang kesekian' yang menghampirinya. Ada beberapa orang yang hanya mengucapkan selamat, lainnya berusaha untuk meluaskan topik.

Setelah aula itu mulai menyepi, Woohyun melihat Chorong dan Howon tengah berbincang di kursi penonton. Woohyun tidak sempat berbicara dengan mereka dari awal acara hingga sekarang ini. Tapi ia tahu, Myungsoo tidak hadir karena harus ke Pohang, menjenguk neneknya yang sakit keras. Jika begitu, Woohyun menebak bahwa pastilah Chorong akan pergi bersama Howon. Lalu, benar saja. Kini Woohyun dapat menyaksikan keduanya mengobrol dengan akrab sambil menunggu Woohyun menyelesaikan sesi jabat tangannya dengan beberapa relasi, musisi, dan profesor.

Seorang pria paruh baya menghampirinya, membuat pandangan Woohyun sukses teralihkan. Orang terakhir yang menjabat tangannya itu adalah profesornya. Pria dengan gaya nyentrik itu menjabat tangannya dengan teguh sambil tersenyum lebar.

"Nam Woohyun, dari awal mengenalmu, aku sudah tahu kau ini memang jenius musik," pria itu berdecak kagum, "Recital ini tidak mengecewakan. Aku tidak membuang-buang waktu dengan menonton penampilanmu malam ini. Selamat atas kesuksesan recitalmu!"

Woohyun balas tersenyum, "terima kasih, Prof. Tapi kesuksesan recital ini bukan karena kejeniusan. Ini murni usahaku."

Profesornya tertawa menanggapi jawaban Woohyun yang merendah. Pria itu menepuk-tepuk pundak Woohyun, "ya, ya. Tentu saja!"

Setelahnya, mereka bercakap-cakap sejenak sebelum akhirnya pria itu meminta izin pamit diri. Woohyun mengucapkan terima kasih banyak untuk yang terakhir kalinya, sebelum profesor tersebut benar-benar pergi.

Woohyun baru saja hendak menghampiri teman-temannya, berbalik, ketika melihat Chorong berdiri di hadapannya. Sendirian.

Gadis itu membungkuk, "Annyeonghaseyo."

Woohyun tergugu sejenak menatap Chorong, sebelum akhirnya membungkuk dengan kaku, "annyeonghaseyo."

"Selamat atas kesuksesan acara recitalmu, Woohyun-ssi."

"Terima kasih..."

"Myungsoo tidak bisa hadir karena harus ke Pohang. Neneknya sakit."

Woohyun mengangguk, "ya, dia sudah meneleponku pagi ini."

Chorong terdiam sejenak, "kau mungkin sudah bosan mendengar ini. Tapi, penampilanmu benar-benar bagus. Apalagi saat membawakan lagu That Person. Aku menangis tadi mendengar suaramu..." Chorong berkata dengan tulus. Kemudian, baru menyadari pengakuannya yang memalukan. Jadi ia menambahkan dengan gugup, "itu... karena suaramu benar-benar bagus. Liriknya juga sangat menyentuh."

Woohyun ingin tertawa menyaksikan kepanikan gadis itu. Tapi, ia hanya mengulum senyum tipis, namun bingung untuk menanggapi pujian-pujian itu.

"Terima kasih." Ucapnya.

"Aku juga ingin berterima kasih."

Alis Woohyun terangkat, "untuk apa?"

"Karena telah menolongku waktu itu."

Ah, benar. Woohyun kembali mengingat kejadian itu. Ia menangkap rona merah di pipi Chorong yang tadinya pucat, hanya dihiasi blush yang sangat tipis. Tapi, kenapa? Apakah gadis itu malu karena Woohyun mengetahui bahwa dia dan Howon berpacaran? Atau...?

"Soal aku menangis malam itu..." Chorong memalingkan wajahnya, "tolong lupakan itu."

Oh.

Woohyun terdiam sejenak. Ia memandangi rona merah yang semakin jelas di pipi Chorong. Ia menahan diri untuk tidak menatapnya. Tapi, rona merah itu sukar untuk diabaikan. Park Chorong malu karena menangis. Kenyataan itu membuat Woohyun tidak tahu apakah ia harus tertawa atau mengacak rambut gadis itu karena gemas.

Reach Your HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang