Denia menatap Cakra dengan sengit tanpa berkedip. Dia sedang duduk di kursinya menghadap belakang kearah meja Raka dan Cakra, begitu pun dengan Caca di sebelahnya yang juga duduk menghadap kedua cowok itu. Sedangkan Cakra di kursinya tak kalah sengit menatap Denia.
Raka sendiri mengacuhkan ketiga manusia di dekatnya dan memilih focus pada gitar ditangan dan pangkuannya. Menyanyikan lagu tertentu yang membuat orang ikut bergabung mengeluarkan suara.
"Dua!"
"Empat!"
"Mana bisa empat bego"
"Suka-suka gue dong"
"Satu! Yeay!!"
"Yeay!!"
Pekikan nyaring Denia dan Caca terdengar setelah keduanya berpelukan.
"Gak acik woy, gua belom siap juga" protes Cakra tidak terima. Kedua ibu jari tangannya yang terkepal masih berada diatas meja.
"Siapa suruh belom siap" Caca memeletkan lidahnya dan mengenyahkan tangan Cakra dari meja cowok itu sendiri "cepet pilih truth or dare?"
Denia nyengir mengejek begitu Cakra meliriknya. Dia begitu dendam dengan Cakra, karena begitu dia kalah permainan tadi dan memilih hukuman Dare cowok itu menyuruhnya menembak Raka. Dan jawaban cowok itu yang ketus membuat Denia kesal, ditambah kejadian itu diabadikan oleh teman-teman sekelasnya di akun sosmed mereka.
Cakra memutar mata sebelum menjawab "dare"
"Akhirnya!" pekik Denia senang hingga tidak sadar cewek itu berdiri dari kursinya "tembak cewek yang lo suka di kelas ini"
Raka menghentikan permainan gitarnya, membuat beberapa orang yang sedang ikut bernyanyi dengan permainan musiknya berhenti dan menatap kearah meja mereka.
Cakra menaikkan alisnya dengan geli "oke" cowok itu menyetujui lalu bangkit dari duduknya dan berjalan kehadapan Denia. Membuat cewek itu terbelalak kaget.
Cakra bersimpuh di depan Denia, membuat semua orang yang ada di kelas itu mendekati mereka dan mengabadikan moment yang sama untuk kedua kalinya hari ini.
"Astaga De, kena lagi lo sama Cakra" bisik Caca pelan di belakangnya membuat Denia mengumpat.
'Cakra sialan!'
Denia melirik Raka, cowok itu masih duduk kaku di kursinya. Menatap dirinya dan Cakra dengan datar.
"De.." panggil pelan Cakra membuat Denia mengalihkan focusnya dari Raka. Cowok itu mengambil tangan Denia yang berada di kedua sisi tubuh cewek itu lalu menggenggamnya lembut "mau gak lo jadi cewek gue?"
Denia melihat Cakra yang tersenyum geli di depannya, bingung harus menjawab dengan lembut atau kasar. Tetapi begitu dia ingin membuka mulut, sebuah moment persis seperti ini terlintas di benaknya.
Membuat Denia merengut kesal melirik Raka, dengan refleks cewek itu menjawab ketus "GAK!"
***
"Diorang ngomongin gue?" Denia memutar mata, melirik sekelompok cewe yang bisik-bisik begitu dia lewat di depan mereka.
"ngaca neng, muka lo kusut banget tau gak" ucap Caca cuek. Mereka sedang berjalan ke kelas setelah membeli ice cream di kantin.
"Cakra sialan, sih! Ngerjain orang kebangetan, gua lagi yang kena. Banyangin Be, dua kali! Dua kali.." Denia berhenti begitu melihat Tomy berdiri tepat di samping pintu kelasnya.
"eh, ada Tomy. Hai!" sapa Caca melambaikan tangannya kepada cowok di depannya.
Tomy tersenyum dengan sapaan Caca sebelum menatap gadis di sampingnya "De.."
Denia berdehem, asik menjilati ice cream ditangannya.
"Aku mau ngomong" Tomy melirik Caca sekilas kemudian menatapnya kembali.
"okey, okey. Gua masuk kelas deh, De. Santai aja guys , anggap aja kalian lagi diruang tamu" Caca berlalu setelah menepuk pundak Tomy dua kali, membuat cowok itu mendelik kesal.
"ngomong gih, Tom" Denia masih terlihat asik dengan ice creamnya.
Tomy menghela napas "permintaan aku buat pindah kelas, gak digubris De"
Denia menaikkan alisnya dengan tatapan tertuju pada tangannya yang mulai belepotan karena ice creamnya cepat mencair.
Tomy mengerutkan keningnya geli melihat Denia yang asik sendiri seperti anak kecil "kalo aku gak bisa pindah, gimana kalo kamu yang pindah ke kelas aku?"
Denia melihat Tomy sekilas sebelum berjalan membuang plastik ice cream ke kotak sampah tak jauh dari mereka berdiri "lo lolok kalo beneran nyuruh gua ngelakuin itu"
Tomy mengikuti Denia, berjalan pelan dibelakang cewek itu "okey, gimana dengan mundur dari jabatan sekretaris kelas?"
Denia membalikkan badannya berhadapan dengan Tomy, menatap cowok itu datar tidak berniat menjawab.
Mengacak rambutnya dengan frustasi, Tomy menatap Denia memelas "jangan kayak gini, De" lirihnya.
Denia tersenyum polos "kita udah selesai, Tom. Kamu yang seharusnya jangan kayak gini. Kamu menyulitkan diri kamu sendiri" ucapnya lembut.
Tomy menatapnya dengan kilat protes "kamu -"
Denia menghela napas begitu ucapan Tomy terhenti oleh bel panjang tanda masuknya jam belajar mengajar.
Mengumpat pelan, Tomy mengangkat tangan menepuk kepala Denia pelan "aku tunggu, pulang sekolah" dengan itu Tomy berjalan pergi.
Mata Denia masih tertuju pada punggung cowok itu yang menjauh "TM" ucapnya telat dan tidak mungkin terdengar oleh Tomy. Denia mengangkat bahu acuh, memilih tidak ingin ambil pusing.
Begitu dia ingin memasuki kelas, tepat saat itu juga Raka keluar dengan 2 lembar tissue basah ditangan kanannya. Dia yakin, sangat yakin jika cowok itu meminta benda tersebut kepada Caca.
Denia mengerutkan alisnya bertanya begitu cowok itu mengulurkan tissue tersebut kepadanya. Tanpa membuka mulut, Raka menjawab dengan lirikan matanya ke arah tangan Denia yang terlihat lengket dan belepotan.
Denia melototkan matanya begitu teringat tangannya yang belum dibersihkan, cepat-cepat dia menerima tissue tersebut dan bergumam terimakasih.
Ketika dia kembali ingin masuk kelas, Raka tetap menghalanginya. Cowok itu berdiri menatapnya intens.
Denia menelan ludah salah tingkah "Apa?"
Raka masih diam, setelah beberapa detik berlalu cowok itu mengangkat bahu "ngambil buku paket" dan berlalu melewatinya.
Denia melirik sinis punggung Raka dan menggeram kesal. 'Lagi? Hell!!!!!'
KAMU SEDANG MEMBACA
Sekretaris Raka
Teen FictionDia Raka Aldanis Pahlevi. Anak baru yang menjadi ketua kelas dikelas Denia. Cowok dengan tinggi 170 cm, bermata tajam, suara tegas dengan kata kata pedas, dan pandai menebarkan aura yang membuat orang disekitarnya terintimidasi. Memang dasar nasib s...