❄ Chapter 1 : Impossible is nothing ❄

1.4K 91 16
                                    

Taylor's POV

Hari ini begitu panas, tidak seperti biasanya. Mungkin karena kipas angin di kamarku sudah rusak. Huh padahal kan ini musim panas, kapan bibi dan paman akan mengganti kipas angin menyebalkan ini? bunyinya saja membuatku ingin marah. Tapi aku tidak berani untuk meminta kipas angin baru untuk dipasang di kamarku. Why?- Ya, karena aku dibolehkan tinggal bersama bibi dan paman saja sudah beruntung. Karena, ayah dan ibuku sudah meninggal sejak umurku masih 10 tahun.

Untuk biaya kuliah saja, aku mendapatkan beasiswa. Makan, minum, tidur, tinggal. Semua aku lewati di rumah ini. Di rumah paman dan bibi. Aku merasa sudah merepotkan mereka selama ini. Pasti kalau aku tidak tinggal di rumah ini, paman dan bibi sudah menjadi orang kaya. Huh- Ya Tuhan, aku janji jika aku menjadi orang kaya, aku akan balas budi pada paman dan bibi. Aku janji!

"TAY!" tiba-tiba terdengar suara khas sahabatku, Niall Horan. Aku langsung menengok ke arah jendela, dan ternyata itu benar suaranya.

"Hei, mengapa kau selalu saja duduk-duduk di jendela kamarku? kalau rusak, kau harus mengganti..." ucapku mulai bosan dengan kelakuan Niall yang selalu ia lakukan sejak umurnya masih 12 tahun.

"Yaampun... aku tahu kok, sebenarnya kau senang kan setiap hari dikunjungi lelaki tampan sepertiku?" huh, selalu saja rasa narsisnya kumat. Aku hanya menggembungkan pipiku tanpa kata.

"Tay, kau sakit?" tanya Niall turun dari jendela lalu mendekatiku yang sedang berada di meja belajar.

"Ah tidak... hanya saja aku bosan dengan kelakuanmu yang hobinya menaiki jendela itu hampir setiap hari.." jawabku.

"Ah Tay.. jangan marah lah... jadi, kau bosan jika aku datang ke rumahmu? ah sudahlah..." kini Niall sok dramatis.

"Bukan begitu, setidaknya kau itu baru 5 kali menggunakan pintu untuk memasuki rumahku. Padahal kau sudah bersahabat denganku selama hampir 7 tahun lamanya..." jelasku.

"Hahahaha iya juga yaa... ntah mengapa, aku suka sekali menaiki jendela itu. Karena makin lama, jendela itu makin pendek.. ahahahha"

"Bukan jendela itu yang menciut, tapi kau yang bertambah tinggi,..." jawabku seraya bangkit dari kursi.

"Aku kan hanya pura-pura bodoh Tay..."balas Niall sambil menjulurkan lidahnya, memang umurnya sudah 19 tahun, tapi kelakuannya tidak berubah sama seperti aku pertama bertemu dengannya.

"It's okay... kau mau minum sesuatu? Jus jeruk?Lemon Squash? susu? teh? kopi?" tanyaku layaknya pelayan.

"Jus jeruk!" sebut Niall semangat.

"Tidak ada.." aku lupa bahwa persediaan jeruk sudah habis.

"Baiklah.. Lemon squash.."

"Yaampun.. lemon habis... lemon kan mahal, jadi kami hanya membelinya setahun 5 kali..." ucapku meledek mungkin, tapi ini kenyataan.

"Baiklah.. susu saja..."

"Yah.. pamanku juga belum memerah susu di peternakan..." itu baru kusadari beberapa detik yang lalu.

"Aaaah... baiklah kopi saja... pasti kau punya itu! aku tidak akan memilih teh.. I don't like tea..." kata Niall mulai capek sepertinya untuk memilih.

"Sebentar yaa aku lihat..." izinku meninggalkan Niall yang pada akhirnya duduk di atas lantai, maklum lah keluarga kami sudah biasa dengan dinginnya lantai tanpa memakai karpet.

***

"Yaampun Niall, kopinya habis..." ucapku setelah memeriksa persediaan kopi di dapur. "Air mineral saja yaa, kalau ini aku punya banyak... sekaliii...."ucapku sambil memberi Niall segelas air putih.

"Ya Tuhan... Give me an extra-patient HEART!! kalau tahu kau hanya punya air mineral, kau tidak usah menawarkanku yang aneh-aneh seperti tadi..." Niall menjawab dengan tersenyum miris.

"Maafkan aku ya... kan kau tahu sendiri, aku bukan orang 'punya' " ucapku merenung.

"Sudahlah, suatu hari nanti kita bisa menjadi orang kaya raya kok..." kata Niall seraya mengelus pundakku, setidaknya ia selalu membuat hatiku lega.

"Itu tidak mungkin, Niall.. aku hanya berasal dari keluarga miskin.. " aku selalu berkata seperti ini.

"Janganlah merendah seperti itu, Tay.. aku juga berasal dari keluarga biasa saja. Tapi aku punya semangat juang yang tinggi..." ujar Niall mengepalkan tangannya.

"Oh ya.. jangan bilang 'tidak mungkin' aku benci frase itu... kau percaya Tuhan kan? Tuhan akan beri kita takdir yang baik jika kita berusaha maksimal dan bersungguh-sungguh.." sambung Niall, ya memang kadang ia konyol, tapi dalam waktu yang sama, ia bisa juga tiba-tiba sangat bijaksana.

"yaa.. aku percaya padamu.." jawabku singkat.

"Jangan percaya padaku... percayalah pada Tuhan..." benar juga sih, aku salah ucap hehehehe.

"Oh iya yaa..." aku hanya meringis.

"Jadi, apa rencanamu untuk sukses?" tanya Niall membuatku gugup.

"Mmm.. mungkin.. menjadi pengusaha.." jawabku ragu, ya hanya itu yang selalu berada di benakku.

"Yaaa! itu bagus!! aku ingin bekerjasama denganmu..!! boleh kan?"tanya Niall lagi, ia sangat semangat.

"Mengapa kau ingin membuka usaha denganku? kan temanmu banyak.. Kau itu selalu saja mengikutiku..."tanyaku heran.

"Karena aku yakin, jika kita bekerja sama. Kita akan berhasil dan menjadi milyuner... Kau ingin kan?"jawabnya sangat-sangat-sangat yakin.

"Ya, aku sangat-sangat ingin.." jawabku sambil tersenyum simpul.

"Jadi, apa bisnis kita?" sambungku sambil bertanya.

"Milkshake? Nuggets? Chocolate? Juice? Bubble Drink?" usul Niall sambil berfikir-fikir makanan yang terlintas di otaknya. Aku menggeleng.

"Itu sangat umum.. banyak sekali yang jual itu..." opiniku mencuat.

"Bagaimana jika... FROZEN..." usulku dengan perlahan.

"YOGURT!! Ya, FROZEN YOGURT! itu ide keren, siapapun suka frozen yogurt di musim semi hingga musim gugur..!" seru Niall, dia ini tahu saja apa yang aku pikirkan.

"Ya, itu keren..."ucapku ikut histeris lalu menari-nari bersama Niall layaknya anak hip-hop, dan Niall sempat menunjukan aksi Break-Dance yang baru saja ia pelajari.

Tiba-tiba...

"Hei, apa yang kalian lakukan? kalian tidak mengidap gangguan jiwa kan?" ternyata Bibi Courtney yang membuka pintu.

"Hehehehe.. tidak bibi, aku normal kok..." Niall langsung berlagak sok normal dengan duduk secara tiba-tiba.

"Iya, bi.. kami hanya latihan dance kok..." ucapku berbohong.

"Baiklah..." lalu Bibi Courtney keluar dan menutup pintu.

"Hoooahh... It's awkward moment..." pipi Niall memerah.

"I don't think so..."

"Tay, aku pulang dulu yaa.. aku lupa.. skripsiku belum tuntas, ya hanya tinggal satu halaman lagi sih.." izin Niall bangkit dari lantai.

"Baiklah... Bye,..." ucapku seraya melambaikan tangan, dan Niall keluar lewat jendela kamarku juga. Ah sudahlah, terkadang ia susah dinasehati.

 To be continued ☺

_____________________________________________________

(W/N) Don't forget to leave comment+vote. It's valuable for me... Don't be the silent readers... It's too bad :) (:

Chapter ini aku dedikasiin buat @acainfinities karena dia udah buatin trailer keren banget!!!!!!!!!!! makasih yaa aca, :)) kamu baik banget deh :))

Monday, May 12, 2014

Frozen Yogurt (Taylor Swift and Niall Horan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang