Pohon ketapang dekat rumahmu itu masih menunggumu kembali. Ia luput menghitung jumlah musim terlewati, jumlah daunnya yg gugur dan menguningi selokan, jumlah orang yang ia sangka sebagai kau lewat mengunakan sepeda seperti dulu.
Ia terkesan rapuh ketika angin menerpa dan menyapu dedaunannya. Ketika matahari terik tanpa awan merupakan waktu rutin baginya mengenang rambut hitammu dan sentuhan tanganmu yang pertama. Ia ingat betul warna pakaianmu, sepatu, bahkan wangimu kala itu. Itulah pertama ia merasa bersyukur dapat hidup di kota kecil dan sepi.
2016
KAMU SEDANG MEMBACA
Hal yang tak pernah selesai
PoetryPuisi tentang segala hal yang tak pernah selesai