Mondy mempercepat jalannya rapat. Beberapa kali melirik arloji mahalnya. Dan itu membuatnya makin tak tenang. Mukanya pun mulai tampak tak woles, meski masih terkondisikan dan tidak dalam kategori panik.Ia masih dapat mengontrol jalannya rapat meski sedikit tak sabaran.
Bagaimana tidak, ia sudah janji pada Raya akan mengantar sekaligus menemani Raya ke Butik Jasmine, salah satu butik terkenal langganan para artis dan pejabat untuk fitting baju di acara pernikahan kakaknya.
Meski awalnya Raya keukeh tak mau diantar apalagi ditemani, tapi Mondy memaksa. Bagaiamana pun ia ingin menunjukkan eksistensinya sebagai seorang pacar.
"Lo akan bete di sana Mon! Lagi pula ini acara keluarga hue. Biar gue dijemput sopir aja ya?" jelas dan pinta Raya kemarin via telepon.
"Bukannya lo banyak acara? Ada jadwal kuliah juga kan? Gak usah memaksakan diri deh!" keukeuh Raya.
"NGGAK! Pokoknya gue yang anterin!" Protes Mondy galak bahkan sedikit membentak.
"Mon... gak usah maksa kayak anak kecil deh." Raya tak mau kalah.
"Cuma ke butik doang. Ntar abis itu kita juga bisa ketemuan kok. Bukannya kita udah sepakat gak akan jadi pasangan alay? Lo juga kan yang bilang kita harus saling mengerti dan memahami keadaan dan kesibukan masing-masing."
"Ray....." nada suara Mondy meninggi dan mulai nampak kesal.
Keduanya pun terlibat adu mulut via telepon. Dan ini adalah pertengkaran pertama mereka yang amat tidak bermutu.
"Emang kenapa sih kalo gue yang ngenterin? Dimana-mana yang gue tahu ... cewek tu bakal seneng bingits dianterin pac-car. Ini.... Gue udah gak bisa antar jemput tiap hari, eh sekalinya gue mo nganter aja gak dibolehin." Keluh Mondy akhirnya setelah lelah berdebat.
"Kecuali lo malu jalan sama gue. Lo gak nganggep gue Pac-car....." kesah Mondy.
"Ih.... bukan gitu!" serobot Raya cepat.
"Senengnya ya pasti senenglah...." Belum selesai Raya bicara Mondy langsung memotong. "Oke kalo gitu fix ke butik sama gue, gue yang anterin. Titik. End discussion!"
Raya hanya bisa menepok jidat dan geleng-geleng kepala. "Ugh... dasar pemaksa! Diktator, otoriter, gak mau dengerin penjelasan orang!" kesalnya dengan bibir manyun maju mundur cantik.
"Tapi lo suka kan? Seneng kan besok gak sendirian di sana? Cie...cie.... seneng aja pakai malu-malu Ray?" goda Mondy yang membuat Raya senyum-senyum sendiri di kamar setelahnya.
******
Ini bahkan sudah lewat 35 menit dari jam yang dijanjikan Mondy.
Saat Jodi yang duduk dekat jendela menginterupsi, dengan gaya bicaranya yang berbelit-belit Mondy sempat menangkap sosok gadisnya sudah berada diluar ruangan, menunggunya."Aduh Mon.... Mon. Lo Pacar macam apa sih? Baru juga jadian udah mau bikin kecewa cewek lo! Membiarkannya lama menunggu? Bener-bener deh lo gak tanggung jawab!" batin Mondy mengesah, menyalahkan dirinya sendiri.
"Ini yang lo bilang pria bertanggung jawab!" bentak bantinnya yang mendadak penuh perasaan bersalah.
"Tapi ini juga karena tanggung jawab gue, harus diselesaikan. Gue gak mungkin meninggalkan rapat ini begitu saja. Gue sudah mendapat amanah untuk menjadi koordinator aksi damai lusa. Gue harus memastikan semua beres dulu kalo gak ingin di bilang gak becus, gak amanah, gak kompeten dan sejenisnya." Bela sisi lain batinnya.
"Maafin gue ya Ray?" seru batinnya.
Ah, ini semua gara-gara teman-temannya yang suka molor. Bayangkan saja sudah jelas-jelas undangan yang di Japri dan di broadcast ke group jam 9, dan mereka baru pada datang jam 9 lewat. Budaya ngaret negri ini memang susah luntur.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANTARA CINTA dan PAPA (sudah CETAK)
Fiksi PenggemarTelah tersedia Versi cetak di bukalapak, tokopedia atau DM Author. 18+ RAYA-MONDY, Saat menjadi pasangan, mereka serasi. Tapi tak selalu demikian adanya. bagaimana jika perjalanan mengharuskan mereka memilih antara Cinta dengan sang Papa, sumbe...