Siska melempar tasnya asal di atas ranjang. Kemudian merebahkan tubuhnya dengan asal pula di atas sana. Rasa penat yang menjalari tubuhnya semakin mendukung mood-nya terjun ke dasar laut.
Memang basket itu sangat menyenangkan untuknya. Tapi hari ini Siska tak begitu berminat untuk itu. Terlalu banyak hal yang berkecamuk di dalam pikirannya. Entah apa.
Siska beranjak untuk membersihkan badannya. Barang kali dengan mandi akan bisa sedikit menyegarkan pikirannya kembali.
Cukup lama dia berada di dalam sana. Memang air selalu menjadi favorit Baginya. Berpuluh-puluh menit pun Siska sanggup jika sedang betah. Tak jarang ketika jemarinya mulai keriput baru dia akan beranjak dari air.
Dengan handuk yang masih melilit menutupi seluruh rambutnya, Siska keluar dari kamar mandi dengan sudah memakai piyama tidur bergambar pisang.
Tepat saat itu pula, pintu kamarnya terbuka menampilkan Sinta yang juga memakai piyama yang sama.
Jangan lupakan jika orang tua mereka sudah pulang sejak kemarin. Karena itu memakai baju kembaran adalah hal yang wajib untuk dilakukan.
Bedanya, kali ini mereka memakainya hanya dengan perasaan sedikit terpaksa. Tidak seperti biasanya yang sangat terpaksa.
"Siska"
Sinta meringsek masuk dan membaringkan tubuhnya di kasur milik Siska. Sementara sang pemilik masih sibuk menggosok rambutnya dengan handuk.
"Lo kenapa jadi demen banget kesini, sih?", protesnya. Memang sejak perdamaian mereka, Sinta sudah kembali menjadi Sinta yang suka menjajah kamarnya seperti dulu.
Suka atau tidak, Siska tak bisa berbuat lebih untuk mengatasinya. Karena itu, pasrah menjadi pilihan yang paling baik untuk sekarang.
Tidak ada respon dari pertanyaan Siska yang terlontar. Sinta malah lebih sibuk memeluki boneka beruang yang tadi dibawanya. Boneka dari Alden yang sekarang menjadi boneka favoritnya.
"Apa lagi sekarang?", tanya Siska lagi.
Dari gelagat kembarannya itu, Siska tahu pasti bahwa sedang ada sesuatu yang ingin ia katakan. Tinggal menunggu waktu saja untuk Sinta membuka mulutnya.
"Masa tadi pagi si Veralin nembak Alden lagi"
"Ya terus? Diterima?"
Sinta menggeleng lemah.
Kemudian Siska bergerak mendekatinya. Ia duduk setengah bersila dengan sebelah kaki yang menjuntai ke lantai sementara yang satunya tertekuk. Memandangi kembaranya yang seperti tidak punya semangat hidup.
"Ya terus masalahnya apa?"
"Ck, elo mah gitu, Sis"
Siska meninggalkan aktivitasnya menggosok rambut. Handuk itu kembali ia lilitkan di atas kepalanya yang masih setengan basah. Kemudian memusatkan perhatiannya pada Sinta yang sedang gundah gulana di atas ranjang miliknya.
"Lo ada kepikiran buat nembak Alden?"
"Entah", jawab Sinta setelah diam beberapa saat.
"Lo suka sama dia, kan?"
Sinta kembali mengangguk lemah mengiyakan. Matanya sempat melirik ke samping sebelum akhirnya kembali memandangi boneka dalam pelukannya.
"Yaudah sih, tembak aja mendingan. Ngiri kan lo sama Veralin?"
Sinta berdecak.
"Lo pikir nembak cowok segampang nembak pake pistol air?"
"Ya terus mau lo apa? Nungguin Alden yang nembak? Lumutan lo yang ada"
KAMU SEDANG MEMBACA
Kembar yang Dikembar-kembarkan
Fiksi Remaja. Alih-alih saudara kembar yang biasanya selalu akur kemana-mana berdua, Siska dan Sinta adalah kembar yang akan cakar-cakaran jika disandingkan. Kembar dengan segala perbedaan bumi dan langit, ditambah lagi dengan sikap semua orang yang sel...