Prolog 2.2

527 55 3
                                    

"akankah langit menggunjingku jika aku berkata aku membencimu?"
.
.
.
Req song
📍
Bts - spring day
.
.
.

Author P. O. V

Pemuda itu terbangun dari mimpi buruknya, keringat bercucuran dari pelipis dan nafas terus memburu. Kaos yang dipakainyapun telah berubah warna karena keringat.

Langit telah gelap, itu membuktikan kalau ia dengan tidak sengaja bergelut dengan hal yang disebut bunga tidur.

Entah apa yang dipikirkannya, ia langsung mengambil mantel dan berlari keluar di tengah badai salju ini. Seakan tahu apa yang akan terjadi selanjutnya dia terus berlari tanpa memperdulikan sekitarnya. Bahkan orang mengira dia adalah orang tidak waras yang lepas kandang.

"jebal! Jebal! Jangan pergi jebal!" gumamnya pelan sambil berlari.

Rambut mintnya tertiup angin kebelakang, tapi dia tidak memperdulikan itu. Dia terus berlari dan berlari. Badai salju itu kian lama kian menyusut, peluhnya tetap menetes ditengah dinginnya suhu udara.

Entah pikiran bodoh dari mana sehingga ia mendapat dorongan berlari seperti ini. Seharusnya tadi dia tidak tidur, dia tidak boleh tidur. Apapun selain tidur, dia benci tidur. Dia benci kalau hal itu masuk hitungan waktu, kenyataannya tidur memang tidak memberhentikan waktu. Waktu terus berjalan, berjalan tanpa memperdulikan masa lalu. Tanpa memperdulikan apapun.

Lelaki itu berlari, masuk kedalam kerumunan orang yang baunya sangat tidak enak. Masuk kedalam tempat yang identik dengan kesedihan.

Dan akhirnya ia berhenti di sebuah ruangan, dengan pintu kayu dan bertuliskan 'VVIP, KIM TAEHYUNG' perlahan knop itu diputarnya, dengan nafas yang memburu lelaki itu bahkan sama sekali tidak menghapus jejak keringat yang hampir masuk kemata.

Entah kenapa semua orang tertunduk diruangan itu, bau itu kembali menyeruak diindra penciumannya. Dia tertawa disaat semua orang menangis, lelaki itu. Air mukanya berubah seakan ia benar benar telah menjadi orang gila.

Seperti debu kecil yang menghilang di udara, tangis itu tidak terlihat sama sekali. Ujung bibirnya terangkat seperti meremehkan. Tatapan matanya menajam seperti membawa perkelahian. Orang disana tidak melihatnya karena fokus kepada satu manusia lagi.

"jadi musim dinginmu sudah berakhir teman?" dengan sedikit tawa di akhir dia melanjutkan perkataannya "ini sakit, ketika rasa bersalah terus tumbuh kau bahkan tidak mengizinkanku untuk meminta maaf"

Orang itu menyesal. Hobinya ternyata membawa petaka, sudah 2 tahun ini ia tidak menganggap itu sebagai hobi lagi. Dia membenci itu, dia membenci faktor keterlambatannya, dia membenci faktor penghambatnya. Dia membenci penyebab kesalahannya. Dia benci itu semua.
.
.
.
Disisi lain...
.
.
.
Gadis bersurai panjang itu mendongak, melihat orang yang benar benar ia rindukan selama ini, cairan itu entah sejak kapan tak bisa ia bendung. Orang dihadapannya tersenyum, mengusap cairan itu dan membetulkan anak rambutnya yang bertebaran ditiup angin.

Ini akhir bulan, juga akhir musim. Akankah musim semi datang lebih cepat?

"kau, kenapa kau kembali?" suara seraknya memecah udara. Tapi disela tangisnya ia menyisipkan senyum bahagia.

"aku? Aku merindukanmu" lawannya berbicara, gadis itu bahkan secara terang terangan menampakkan senyum indahnya.

"kenapa disini? Ini sudah malam. Salju juga semakin banyak, pulanglah" kata orang itu lagi.

Gadis itu menggeleng, lalu memajukan kakinya hingga ujung sepatu itu bersentuhan dengan ujung sepatu lawan bicaranya.

Tangannya memeluk tubuh tinggi itu, orang itu tersenyum khas menampilkan sederet gigi putihnya.

"kau masih keras kepala" senyum kotaknya masih tidak memudar

Sekali lagi senyum gadis itu mengembang di sela pelukan.

"aku juga merindukanmu, taehyung-ah. Kumohon tinggalah, tetaplah tinggal, tinggal lebih lama" seakan itu permohonan dengan paksaan, seakan itu pertanda sebagai perpisahan panjang. Gadis itu terus mengucapkan harapannya, harapan semu yang hanya ia miliki untuk saat ini.

Dengan posisi yang nyaman ini, sebuah suara menghancurkan kebahagiaan mereka.

Benda berbentuk persegi itu berbunyi, dan gadis itu langsung menanggapinya. Di sana tertulis 'Yoongi oppa' dan tombol hijau digesernya.

"eoh, yobseo" nadanya terdengar tenang, ceria, bahkan bisa dikatakan bahagia. Dia memandang orang yang ada di depannya sambil mengisyaratkan dengan gerakan bibir tanpa suara 'ini yoongi oppa' setelah mendapat pertanyaan dari orang dihadapannya.

"kau tau?" suara yoongi bergema diujung sana tapi sangat lemah saat benda persegi ini menyampaikannya.

"tau apa? Cepatlah aku sedang bersama seseorang. Kau pasti terkejut saat ku ceritakan" jawabnya dengan senyuman. Orang yang dibicarakannyapun ikut tersenyum sambil memandanginya.

"Taehyung-ah.... " tenggorokannya tercekat, yoongi tidak bisa melanjutkan kata katanya. Dia serasa disayat beribu pisau dikala sudah mantap ingin memberitahu gadis itu.

"ah kau tau? Aku sedang bersa... " belum sempat gadis itu melanjutkan, kata katanya sudah dipotong oleh orang yang menghancurkan kebahagian sedetiknya.

"taehyung, dia sudah tidak ada, dia meninggal" ada jeda dalam kalimatnya, seperti ada ketidak yakinan dalam penyampaiannya.

Gadis itu otomatis menatap sosok didepannya, itu nyata. Bukan ilusi bahkan ia menepuk pipinya berkali kali. Dan yakin, apa yang ia lihat sekarang bukan mimpi.

"hahaha" dia tertawa hambar sebelum melanjutkan perkataannya. "jangan berbohong oppa" masih dengan nada tidak percaya.

"tadi sore, pendeteksi detak jantungnya memperlihatkan garis lurus. Dokter memvonis kalau dia sudah tidak ada"

Terkejut, sedih, tidak percaya bercampur aduk. Sekali lagi ia memberanikan diri menatap sosok dihadapannya. Dan. Hanya jalan setapak yang ia lihat.

Tangannya bergetar, handphone yang ia genggampun tak bisa ia rengkuh lagi. Benda itu terjatuh ketanah, begitupun dirinya. Bahkan hatinya sudah terjatuh kedasar jurang.

Gadis itu menggigit bibir bawahnya menahan isakan dari tangisnya. Bahkan bibir mungil itu sampai mengeluarkan cairan merah karena terlalu keras digigit.

Mulai saat itu gadis itu sadar, dia diberi kelebihan oleh pencipta untuk melihat apa yang orang lain tak bisa lihat. Tapi kelebihan itu membuat ia membenci apa yang dilihatnya, kenyataan, bahkan dirinya sendiri. Dia membenci itu semua.

"kau, aku membencimu. Aku tak peduli apa yang langit katakan. Aku benar benar membencimu"

Ketika pikiran musim semi itu datang dihidupnya. Sekali lagi harapan itu runtuh dengan terjangan badai es. Musim salju yang ia jalani sekarang mungkin akan semakin panjang. Panjang seperti kisah hidupnya yang terus berlanjut, dan tidak pernah berakhir.

--T V C--
Tolong, Vote, Comment
'dukunglah penulis ini'

INDIGO [KTH.ver]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang