Jika kehilangan itu mudah untuk di jalani, sungguh tak ada satupun orang yang merasa ketakutan jika dirinya harus kehilangan, apalagi jika itu seorang yang sangat berharga dalam hidupnya. Dan jika kehilangan adalah sebuah perasaan sakit. Sakit penyebab keterpurukan yang begitu berat. Kenapa begitu seringnya seorang terjebak 'lupa' lupalah ia menjaga yang telah ia miliki, lupa lah ia menghargai apa yang di punyai, lupa lah ia merawatnya dengan baik. Membuatnya tetap indah, menarik dan menawan. Tidak memberi ruang dan peluang untuk kehilangan. Kenapa begini, begitu sering terjadi? "Baru tersadar betapa berharga seseorang setelah kehilangan?"
**🌹**
Hari berganti berlalu, bulan pun telah berubah. Rasa kehilangan semakin membuat ulah, menggelitik di kedalaman relung, menabur benih-benih kesakitan semakin tumbuh.
Begitu juga Elmira. Nuri bagi Elmira adalah bagian dari dirinya yang terpenting. Nuri adalah tawa Elmira. Nuri adalah tangan kanan dan kiri Elmira. Dari kecil hingga tumbuh dewasa tiada satu haripun Elmira lewati tanpa Nuri. Kehilangan Nuri sama halnya kehilangan separuh dari diri pula hidupnya. Elmira semakin murung karena tawanya telah pergi. Elmira semakin menjadi pendiam karena suaranya seolah ikut hilang setelah Nuri pergi. Elmira tak tau lagi harus dengan siapa ia berbagi, semua rasa ia simpan dalam hati di temani kesendirian.
Begitu seringnya Elmira melupakan tanggung jawab bahwa tubuh ia pun butuh perhatian, tubuhnya kian kurus, matanya kian berlipat, lingkaran hitam semakin jelas tergurat.
Sehari setelah Nuri pergi bersama Amora, keluarga Elmira ikut serta kembali ke kampung halaman. Ingin rasanya Elmira pun turut serta pula dan menemui Nuri, memohon Nuri kembali. Namun keinginan urung di lakukan karena di saat bersamaan ia mengingat waktunya yang tinggal sebentar saja, bahkan kurang dari dua bulan.
Elmira sungguh menyadari cintanya untuk Amora tidak pernah benar-benar hilang, karena akarnya terlampau kokoh untuk di cabut kemudian hilang seketika. 'Aku mencintaimu Moe,' ucap hati Elmira.
Jika Amora di ibaratkan, seperti benih pohon. Maka Amora adalah benih itu yang telah di semai di hati Elmira, di siram ia setiap hari, di rawat ia setiap detik, di beri pupuk ia hingga subur, pun akarnya telah beruas-ruas, jadilah ia pohon yang tinggi besar pula kokoh. Untuk merobohkan pohon itu, mencabut akarnya hingga bersih, sungguh tak semudah membalik telapak tangan.
'Dara?' Tanya hatinya kemudian.
Lantas siapa Dara? Apakah ia adalah cinta laksana tumbuhan liar, yang tiba-tiba saja tumbuh di sekitar pohon yang tercetak nama Amora? Entahlah, namun jika cinta tumbuhan ini hendak menepikan pohon nan besar dan telah beruas itu, tentu bukan hal mustahil namun bukanlah hal yang mudah. Butuh seribukali perjuangan, kesabaran pun ketelatenan, hingga jadi ia yang merambat menguasai kebun bunga di hati Elmira.
Elmira sungguh di cekam kegelisahan, kecemasan, ketakutan, rasa bersalah yang membumbung berkuasa. Dan cinta? Pertanyaan yang semakin membuatnya dilema tanya. Dara? Atau Amora? Entah semua tersimpan di sudut relung tak dia hiraukan, yang Elmira tau, kini dia harus bertanggung jawab karena ia sadar benar, sekalipun cintanya mampu memilih, tak satupun dari keduanya bisa bersama dirinya, ia harus tetap menikah. Lalu Elmira, sembunyikan isi hatinya tak perlu ia pertanyakan lagi. Hanya satu yang ia tau rasa teruntuk Dara lah yang menahannya untuk tetap tinggal.
Cinta memanglah rumit, tak ada yang mudah jika itu tentang cinta, menanggungnya dalam hati sama halnya menelan berbagai macam rasa setelahnya. Apalagi jika cinta itu takkan pernah di anggap wajar, si penanggung cinta akan bertengkar dengan dilema yang akan terus menerus berbentur dengan jalan buntu. Sama halnya yang di rasakan Elmira. Bahagia bagi cinta yang ia rasa hanya nisbi semata, menurutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA DARA (gxg)
Romansa|PLAGIAT DILARANG MASUK!| |Publish sekali lagi| (True Story 1) When Love Can Change Your Life... Bagaimana jika dua gadis bertemu di Pesantren dan jatuh cinta? (Cerita-cerita saya hanya di tulis di WP. Harap untuk tidak meng-copy cerita saya, karena...