"Seharusnya..."
※※※※※
Sudah berkali-kali Davka mencoba membuka matanya, namun kali ini terasa sangat berat. Hingga akhirnya ia berhasil membuka kedua matanya secara sempurna. Mengerjab pelan beberapa kali hingga pandangan matanya kini terasa jelas. Hal pertama yang Davka lihat adalah Dinar, sang bunda.
Ia menelusuri ruangan dimana ia berada saat ini dengan pandangan matanya dan berakhir dengan wajah Kevin, ayahnya dan Raehan.
Semuanya menampilkan senyum yang sama. Senyum yang berisi kebahagiaan dan rasa syukur yang sangat mendalam. Satu hal yang disyukuri oleh Davka, bisa melihat senyum mereka.
Davka kembali melirik ke arah Dinar saat ia merasakan beberapa tepukan pelan pada bahunya. Saat ia melihat ke arah Dinar, senyum yang sedari tadi menghiasi wajahnya lenyap tergantikan raut wajah khawatir dan ketakutan.
Davka mengernyit saat ia menyadari bahwa suara Dinar begitu sayup terdengar oleh telinganya.
"Bunda ngomong apa? Bisa dikencengin dikit, nda?" ucap Davka yang seketika membuat Dinar, Kevin dan Raehan menegang. Bagaimana mungkin Davka tak mendengar bundanya berteriak?
Tak kuat melihat wajah anaknya yang menatapnya bingung, Dinar segera memalingkan wajahnya yang sudah memerah akibat menahan tangisnya. Kevin segera berjalan menuju sebelah istrinya dan berdiri tepat menutupi arah pandang Davka dari Dinar.
Dengan gerak mulut yang sangat pelan dan suara yang cukup keras, Kevin mencoba berkomunikasi dengan Davka. Ia harap Davka dapat membaca gerak bibirnya dan mendengar sedikit suaranya.
"Davka sayang, kepala kamu masih sakit?"
Setelah percobaan berkali-kali, Davka akhirnya mengerti dan menggeleng sebagai tanda bahwa saat ini ia tidak merasakan sakit apapun.
Kevin mengangguk dan tersenyum kemudian ia kembali mencoba berkomunikasi lagi dengan Davka. "Ya udah, sekarang kamu tidur lagi. Istirahat."
Davka mengagguk dan kemudian ia menutup kedua matanya. Seiring dengan tertutupnya kedua mata itu, jatuhlah air mata yang sedari tadi telat dipaksa untuk tidak menetes dari mata ketiga orang itu.
Tiga hari setelah Davka sadar, Davka akhirnya sudah diperbolehkan untuk pulang dengan status barunya sebagai penyandang tuna rungu. Selama tiga hari itu, ia semangat mempelajari bahasa isyarat. Meskipun ia mengenakan alat bantu dengar, namun terkadang ia masih merasa tidak enak menggunakan alat itu sehingga ia merasa bahwa mempelajari bahasa isyarat itu sangat penting ketika ia tidak menggunakan alat bantu dengar itu.
Sejak hari itu juga, seluruh keluarga Davka menjadi lebih protektif terhadap dirinya. Terutama Kevin. Kondisi Davka yang seperti ini akibat dari Davka yang menyelamatkannya dari hantaman batu bata itu. Dan ia merasa telah menghancurkan masa depan Davka.
"Yah, jangan begini," ujar Davka yang memberengut kesal saat Kevin kini tengah berdiri di depannya tengah melingkarkan sebuah syal tebal pada leher Davka. Di musim pengujan seperti ini Davka memang mudah terkena flu sehingga Kevin tak pernah mengijinkan Davka kemanapun tanpa mengenakan penghangat tubuh seperti ini.
Tak digubris oleh ayahnya, Davka merasa kesal. "Yah!"
Kevin akhirnya melirik ke arah Davka dan tersenyum.
"Jangan gini. Davka gak papa."
Kevin tertawa. "Jangan gini, gimana maksud kamu?"
"Jangan terus berpikir kalo ayah menghancurkan masa depan Davka."
KAMU SEDANG MEMBACA
Seharusnya ✔
Teen Fiction"Seharusnya lo gak begini. Seharusnya-" "Seharusnya seharusnya seharusnya. Berhenti bilang seharusnya karena gak semua hal berjalan sesuai logika lo." *** [Completed] Higest Rank #193 (5 Desember 2017)