Cerita ke-23

75 7 0
                                    

Pergelaran acara yang di selenggerakan oleh OSIS akhirnya dimulai hari ini. Acara ini seperti lomba kesenian yang khusus mengundang SMA-SMA se-Jakarta. Setiap kelas diminta menyumbangkan dua ikon sebagai wakil dari kelas masing-masing untuk photobooth. Meskipun alhasil mereka lebih kek model daripada di ajak foto sama anak smp-smp yang lain. Disitu posisi gue cuma jadi penikmat acara aja karena gue kurang berminat buat masuk ke acara-acara besar kek gini.

Sekolah mulai dipenuhi sama anak-anak SMA dari open gath, yaitu sekitar mulai jam 7 pagi. Sementara sekarang udah masuk jam makan siang. Lapangan utama dipasang panggung yang cukup megah. Sementara lapangan-lapangan lain yang ukurannya lebih kecil dipakai sebagai booth untuk stand-stand makanan dan minuman, juga beberapa stand merchandise. Yaaa mendadak sekolah gue seperti konser-konser dangdut yang ramenya ga ketolongan. Di bagian tiket juga terlihat dua puluh orang disana, sekaligus bodychecking.

Ribet ya? Iyaa emang.

Tapi dari seluruh rangkaian acara, pandangan gue cuma terfokus sama Dicky sama Shella yang berdiri di depan kelas dengan kostum mereka. Gue gatau itu kostum kesenian mana, tapi kayaknya hasil modifikasian. Make-up Shella engga begitu tebel dari sini dan terlihat natural. Tapi entah gimana caranya dibalik kenaturalannya itu ada kecantikan tersendiri yang dia pancarkan. Gue juga tersenyum karena daritadi dia sama sekali ga senyum. Malahan nyengir. Hahaha ... itulah Shella dengan senyum pahit yang dia punya.

Ketika mau masuk ke acara selanjutnya, mendadak suara Dicky melentang di panggung. Gue yang kepo akhirnya turun ke bawah dan ikut bersama ratusan orang disini yang memperhatikan dia. Gue sambil makan takoyaki pas itu. Terus engga lama dia mengucapkan ulang tahun kepada Shella yang gatau gimana caranya tiba-tiba perempuan itu udah di tengah panggung. Terus disusul sama konfeti yang cukup meriah. Gaabis disitu, Dicky turun dari panggung dan membentangkan karton hitam bertuliskan "Would you like to be mine, Shel?" dengan aksesoris yang cukup menawan disana. Sontak semua orang langsung histeris dan mengabadikan momen ini.

Shella engga langsung jawab dan dia keliatan kaget banget. Bener-bener kaget. Dia noleh ke kiri kanan, terus dia mandang muka Dicky sambil nyengir dan kepalanya mengangguk. Shella menerima pernyataan cinta Dicky, terus konfeti meletup keras dengan meriah dan juga puluhan balon yang melayang di angkasa. Dicky memeluk tubuh Shella dengan erat dan begitujuga sebaliknya. Mereka seakan engga pengen dipisahkan gitu aja.

Sementara gue ... mereka tepat melakukan momen romantis tadi di depan mata gue. Dicky memberi jempol ke arah gue dan kembali melakukan pelukan itu. Disitu gue bener-bener sakit, ngerasa bener-bener sakit banget. Bahkan, untuk bernafas aja gue susah. Rasanya gue pengen lari, narik tangan Shella dan ngehabisin Dicky saat itu juga. Tapi ... perkataan gue kembali berputar membentuk film pendek yang sangat menyakitkan. Dicky adalah kebahagiaan Shella sekarang, mungkin untuk selamanya.

Tangan gue mengepal keras ngeliat kejadian itu. Gue yang ada disitu. Gue yang boleh meluk Shella. Shella cuma milik gue!! Shella cuma milik gue!! Persetan sama orang yang ngambil Shella dari pelukan gue!! Shell, nengok Shell! Disini ada guee, nungguin elo!! Hati gue berteriak meronta-ronta. Tapi mulut gue seakan di lem sampe sampe gue gabisa ngeluarin kata-kata yang ada di hati gue ini. Shel ... ini gue, liat ke belakang Shel, ada gue disini. Gue nungguin elo. Pandangan kemenangan dari Dicky bener-bener menusuk gue.

Takoyaki yang gue pegang jatoh ke lapangan gue ngerasain hidung gue keluar cairan. Gue menghapus cairan itu dan gue liat. Darah. Gue mimisan. Berkali-kali gue ngehapus darah yang keluar tapi gabisa-bisa. Mendadak tubuh gue lemes dan rasa sakit kepala gue mulai terasa lagi. Gue berlutut di belakang mereka. Dan perlahan, gue mulai merasa tubuh ini kehilangan kesadaran. Gue ngerasain kena benturan keras. Pandangan gue memburam dan cuma teriakan histeris yang bisa gue denger.

Engga lama, suara panik Shella masuk ke telinga gue. Kemudian, pandangan gue mulai menghitam sampai akhirnya gue gabisa ngeliat apa-apa lagi dan gabisa denger apa-apa. Gue gatau dimana karena cuma kegelapan yang bisa gue liat. Dan juga kesunyian.

Tentang ShellaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang