Summer 2019
Seorang gadis yang bersender dibangku taman, tengah sibuk menggambar pada sebuah 'note book'. Raut wajahnya berubah-ubah, menunjukkan keseriusan nya saat menggores kan pensil pada buku catatan itu. Tanpa disadari, seorang pria tengah berjalan mendekati gadis itu sambil terus memasang senyum menawan seakan pemandangan yang sedang dilihat nya sekarang adalah pemandangan terindah yang pernah pria itu lihat.
"Hai, babe" Suara barinton yang khas itu seketika membuat gadis yang tengah asik menggambar itu terperanjat dan langsung mendongak kan wajahnya lalu cemberut dan mengerucutkan kan bibirnya.
"Ad...Berhenti memanggilku seperti itu didepan umum, dan berhentilah mengagetkanku dengan kejahilan mu yang menyebalkan" Ketus gadis berambut hitam legam, yang mengenakan blus merah muda, celana jeans biru, dan wajah yang terlihat sangat Asian sekali karena memang gadis itu berasal dari Asia-tepat nya Indonesia.
"Haha...kau sangat menggemaskan, Lucy. Boleh aku mencubit pipi gembul mu itu?" Goda pria itu yang bernama Adrien, sambil mengedip-kedipkan sebelah matanya.
Sontak perkataan itu membuat Lucy terkejut, membulatkan bola matanya lebar-lebar, lalu mencubit Adrien yang sedang berdiri dihadapannya itu dengan keras.
Setelah terdengar ringisan kesal dari pria itu, barulah ia tertawa sekeras-kerasnya tanpa mempedulikan dimana ia berada juga tatapan-tatapan orang-orang disekitarnya yang sedari tadi memerhatikan.
Karena sibuk tertawa, tanpa ia sadari, sebuah tangan tiba-tiba mencubit pipinya pelan. Belum sampai tiga detik, tiba-tiba saja sebuah kecupan manis dan kilat mendarat mulus di pipinya.
Sontak, ia pun terperangah. Mendorong dengan kuat pundak Adrien yang tengah membungkuk sehingga wajah mereka berhadapan dengan jarak yang hanya lima belas senti.
Adrien hampir terjatuh dibuatnya, untung saja pria itu masih sempat menegakkan tubuhnya yang oleng akibat dorongan kuat gadis kesayangan nya itu.
Setelah sukses menyeimbangkan tubuhnya, matanya terbelalak melihat wajah semerah tomat gadis itu. Ia pun tak kuasa menahan gelak tawanya.
"Hahaaa....ha...kau lucu sekali, babe. Kau tahu, aku sekarang bahkan tidak bisa membedakan yang mana wajahmu, yang mana tomat"
"Berhentilah, atau aku tidak mau bertemu denganmu lagi"
Ucapan tiba-tiba Lucy sukses membuat Adrien bungkam seketika. Gelak tawa yang semula terdengar begitu nyaring dari bibir tipisnya, kini lenyap begitu saja. Adrien langsung panik dibuatnya, raut wajahnya kini berubah 180 derajat.
"Ayolah, maafkan aku, babe. Aku akan Menghentikannya sekarang"
Adrien meringis, tak lupa ia mengumpati dirinya sendiri. Ia benar-benar khawatir kalau gadis itu akan sungguh-sungguh melakukan apa yang diucapkan nya. Pikiran nya pun semakin was-was tak karuan.
"Oke, aku akan memaafkan mu. Tapi dengan satu syarat"
Adrien mengerutkan keningnya, penasaran dengan syarat yang akan diucapkan gadis tercintanya itu.
"Apa syaratnya?" Tanya Adrien bingung.
"Aku mau ke menara Eiffel malam ini"
Setelah mengucapkan permintaan nya dengan ritme yang sangat cepat, Lucy segera membereskan barang-barang nya, lulu berdiri kemudian berjinjit, dan tiba-tiba mendaratkan kecupan kilat di pipi Adrien.
Cup..
Sedetik kemudian, ia segera melesat dengan langkah seribu meninggalkan Adrien yang masih ternganga ditempatnya.
Dengan usaha yang sangat keras, akhirnya Adrien dapat mengumpulkan sedikit demi sedikit kesadaran nya yang tadi melayang entah kemana.
"Door Prize...tidak boleh disia-siakan" Ucap Adrien sembari mengusap-usap pipinya lembut.
Ini adalah cuplikan dari cerita mereka, Adrien–Lucy. Kisah dibawah daun maple itu tidaklah hanya berlalu seperti air sungai. Namun apabila mereka dikehendaki untuk bersama, apalah daya dan upaya musim gugur yang ingin memisahkan keduanya.
****
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Autumn
General FictionUntuk autumn, yang mempertemukan juga memisahkan dua hati