part 5.

74 15 3
                                    

Bel pulang sekolah sudah berbunyi lima belas menit yang lalu, namun seorang gadis masih setia duduk termangu didepan gerbang SMA Harapan dengan wajah gusar.

Berulang kali gadis itu menggigit kuku tangannya, mungkin dia sedang menunggu seseorang?entahlah yang jelas ia terlihat tidak sabaran.

"Huh, kapan sih datengnya" gerutu gadis itu sambil menggigit kukunya sendiri.

"Eh, Ara kan?" Tanya seorang cewek yang sedang berjalan menghampiri. ya, gadis yang terlihat gusar adalah Ara.

Ara mendongak dan mendapati teman kelasnya berdiri di depannya.

"Iya"

"Kok belum pulang? Nunggu jemputan ya?" Tebak cewek itu.

"Hmm."

"Yaudah gue duluan ya"

Cewek itu berlalu didepan ara dengan santai, meninggalkan ara yang mengeryitkan dahi heran. 'Lah, dia cuma tanya doang?'

Ara menghela napas beratnya, matanya menatap lurus kedepan. 'Ini macet gara-gara apaan sih'

Ara masih saja menggerutu untuk kesekian kalinya, tangannya terulur untuk merogoh kantung rok nya mengambil handpone.

Tangannya bergerak lincah diatas benda pintar itu dan sedetik kemudian ia menempelkan benda itu ke telinganya.

"Angkat dong kak!"

Seolah tak sabar menunggu ia masih saja sempat menggigit kukunya.

"Halo,ada apa Ra?" Tanya orang diseberang sana.

"Kakak kemana aja sih? Aku nunggu udah lama tauk"

"Iya bentar lagi, ini gue lagi makan!" Jawabnya santai tanpa merasa bersalah sudah membuat Ara menunggu selama lebih lima belas menit hanya agar dirinya dijemput.

Ara membuka mulutnya lebar tak percaya dengan kelakuan kakaknya itu.

"ASTAGA KAK REVAN!!GUE UDAH NUNGGU DI SINI ADA SETENGAH JAM NAHAN HAUS ,LO MALAH ENAK ENAKAN LAGI MAKAN, KAKAK MACAM APA SIH LO?" Teriak Ara keras, ia bahkan tak peduli bila nanti ia dianggap gila karna teriak teriak ga jelas.'bodo amat'pikirnya.

"Iya,iya gue sekarang otw ke sekolah lo. Bye"

Tik.

Ara menggeram marah dengan meremas ponselnya sendiri sebagai penyalur rasa emosinya sambil menggelemetukkan giginya. Pikirannya sekarang dipenuhi oleh pikiran jahat kriminal untuk kakaknya itu. Ia menarik napas dalam dalam sebelum menghembuskannya secara kasar, dan berancang ancang untuk berteriak.

"DASAR KAKAK BIADAB, BANGSAT, BABI, ANJ--"

Wiu wiu wiu wiu---

Dalam sekejap tubuh Ara menegang kala mendengar suara ambulance, dia langsung berjongkok, menutup matanya erat, sambil meletakkan tangannya menutup rapat pada kedua gendang telinganya untuk menghalau masuk suara itu.

Tangan ara terus menekan telinganya agar suara itu tak terdengar olehnya, namun usahanya kurang berhasil karna sayup sayup suara itu masih terdengar olehnya.

"Engg..." Ara mengerang hampir menangis karna masih mendengar suara itu namun sedetik kemudian ada sebuah tangan yang membantu menekan tangan ara pada telinganya yang membuat suara sirinenya tak lagi terdengar.

Ara bersyukur suara ambulance tak lagi terdengar, namun Ara juga penasaran siapa yang membantunya, Ara belum berani menoleh bahkan membuka matanya pun ia masih tak cukup berani.

"Udah ilang kok suaranya" bisikan lembut itu cukup membuat Ara bernapas lega dan mulai berani membuka mata dan tangan yang menutupi telinganya.

Ara berdiri kemudian berbalik untuk menatap orang yang membantunya. Namun lagi lagi ia dibuat tegang karna orang yang membantunya sudah berjalan menjauh.

Bukan karna orang itu tak sopan sudah berlalu menjauh sebelum Ara sempat melihat wajahnya. Bukan itu, karna sejatinya Ara tau siapa orang yang membantunya menghalau suara yang ditakutinya, bahkan sangat tau.

Ara baru saja ingin memanggil cowok penolongnya itu sebelum suara klakson motor mengagetkannya.

TIN TIN...

"Woy, cepetan naik" ujar Revan-kakaknya Ara.

Ara mengurungkan niatnya dan memilih mendudukan bokongnya di jok belakang untuk pulang ke rumah dengan beberapa memori yang terus menemani perjalanan pulangnya.

————————————————
Siapa ya yang bantuin ara?

Tetep vote and komen ya biar tambah semangat nulisnya.

Follow ig: rahmaardinitia_

Next??

MaybeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang