Vain

4.2K 401 38
                                    

HR's POV.

Melelahkan.

Setidaknya itulah yang kurasakan saat ini. Bagaimana tidak, demi Jungkook aku rela berlari dari taman sana sampai ke rumah.

Kalau saja ia tadi tidak mengancam akan bilang kepada ibu bahwa aku meninggalkan nya sendirian dan lebih memilih Mirae.

Ogah juga aku kesini.

Niatnya sih aku tidak peduli dengan celoteh pemuda itu, tapi Jungkook tetaplah Jungkook.

Apapun ancaman yang keluar dari mulutnya, ia pasti akan melakukannya.

Selagi aku mengatur nafasku, senyap-senyap aku memerhatikan mereka berdua di sofa sana.

Sesaat, aku merasa bodo amat dengan tenggorokan ku yang keringnya mungkin hampir setara dengan gurun disana.

Otakku beroperasi merenungkan sesuatu. Sesuatu yang sebelumnya sama sekali tidak pernah nongol di otakku.

Untuk kali pertama aku merasa ada seorang pemuda yang cocok dengan Mirae.

Dan itu adalah Jungkook.

Sungguh. Mirae kelihatan 11:12 dengan Jungkook. Pikirku mereka bakal terlihat cocok untuk menjadi sepasang kekasih.

Andai si kelinci maniak olahraga itu bukan suamiku pasti aku sudah menjodohkan mereka berdua.

Lagipula menurutku, jika mereka berdua berpacaran mereka bakal menjadi topik trending di Seoul ini.

Mirae ulzzang, dan tinggi badannya pas untuk tinggi badan Jungkook yang hampir mencapai angka 180-an.

Benar-benar bertolak belakang dengan diriku yang pendek ini.

Dosa apa yang telah kuperbuat sampai tinggi badanku tidak naik-naik.

"Kalian sudah saling kenal?" Aku membuka percakapan yang sunyi.

"Belum." Jawab Jungkook datar, "Aku tidak tertarik berkenalan dengan orang asing."

"Dia sepupuku. Bukan orang asing."

"Dan ia bukan sepupuku."

Aku menjadi tidak bersuara lagi setelah ucapan Jungkook barusan.

Tidak sengaja sorotku menangkap Jungkook yang memandangiku kesal. Dari kejauhan dapat kupandang bibir lelaki itu bergumam sesuatu seperti mengumpat.

What? Am i wrong?

Tampang wajahnya seolah ingin melahapku hidup-hidup.

Memangnya, apa yang kulakukan sampai dia menatapku seperti itu?

"Aishh, tau gini aku tadi tidak usah datang saja." Ujar Jungkook kepadaku dengan mata sinisnya.

Sejujurnya, tanganku gatal sekali ingin mencolok matanya itu. But, well i will hold it. Akan ada masanya aku bakal melakukan hal tersebut.

"Siapa juga yang suruh kau datang kesini?" Kataku dengan tidak kalah sinisnya.

"What? Hei, apa-apaan dengan nadamu itu."

"Kau tidak suka dengan nada suaraku? Sepertinya sekarang kau sudah tau bagaimana rasanya saat aku mendengar nada sinis mu itu."

"Yak, sejak kapan kau mulai berani melawan begini. Dimana sopan santun mu?"

"Aturan aku yang nanya begitu. Kau gila? Demi dirimu aku lari dari ujung sana kesini. Kalau bukan karena ancaman goblok itu, aku tidak bakal begini."

Bad Destiny [PROSES REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang