Incident

4.4K 438 39
                                    

Dua jam telah berlalu dengan kejadian tadi tapi aku masih terus memikirkannya.

Semakin lama ku berpikir tentang hal tersebut semakin rasanya juga otakku ingin meledak.

Yaampun, cukup Jungkook saja yang membuatku tersiksa jangan mereka lagi.

Andai aku mempunyai kekuatan ajaib aku ingin menghapus ucapan dua gadis tadi dari pikiranku.

Tapi tidak mungkin. Itu cuma sebatas fantasi konyolku saja.

Hah, menyebalkan.

Kenapa semua orang di sekolah pada memikirkanku begitu, apakah salah jika dekat dengan lelaki?

Kurasa kalau Jungkook tahu aku sedih begini karena omongan para murid ia pasti akan memarahiku.

Dia selalu menyuruhku untuk tidak pernah memikirkan omongan orang lain. Baginya mungkin itu perkara yang mudah, tapi tidak bagiku. Aku bukan orang dengan kepribadian "bodo amat" sepertinya.

"Katakan kepadaku jika ada masalah. Jangan pendam sendiri, itu kebiasaanmu bukan."

Sekonyong-konyong perkataan Jungkook terlintas di benakku.

Perlukah aku beritahu Jungkook soal ini? Ahh, tidak tidak. Yang ada ia malah memaki mereka dengan lidah tidak berperasaannya itu.

Kurasa memang keputusan baik menyembunyikan soal ini dari Jungkook.

Alih-alih masalahku tadi bagaimana dengan mereka yang mau memacari Jungkook dengan alasan kekayaannya itu?

Memikirkan Jungkook yang selalu menjadi sasaran target para murid membuatku kesal.

Tidak bisakah mereka dekat dengan Jungkook tanpa memanfaatkannya?

Tch, aku benci orang yang mempunyai niat buruk kepada Jungkook.

Aku menumpukan pipi ke tangan. Memandang luar jendela.

Ngomong-ngomong tentangnya. Dia pulang duluan. Aku menyuruhnya untuk pulang duluan karena aku tidak ingin ia tahu aku menangis.

Yahh, aku pulang bersama Jimin. Tadinya aku sempat menolak ajakan Jimin pulang dengan naik bus tapi, ia terus memaksaku masuk sehingga disinilah aku berada. Di dalam bus.

Aku mendengus, kepalaku menoleh. Menatap Jimin yang tengah sedang memijit pundak.

Ahh, iya. Tadi aku nangis di pundak Jimin, wajar saja pundaknya jadi pegal begitu.

"Pegal?" Tanyaku.

"Tidak kok. Kenapa? Ahh," Jimin menghentikan kalimatnya dan mendekatiku. "Kau khawatir denganku?"

Aku tertawa dongok. Dengan tanpa perasaannya aku menjentik dahi Jimin. "Kegeeran. Mau sampai kapan kau mau menggodaku?"

"Sampai kau mencintai ku? Hehe."

"Yak, jugeullae?" (Mau mati)

"Kau boleh bunuh aku jika kau menjadi milikku, nyonya." Katanya dengan kurva usil di bibir.

Aku mengatur nafasku bentar dan kembali menatap wajah Jimin dengan poker face.

"Park Jimin, apa kau jatuh cinta sama aku? Kenapa kau terus menggodaku, huh?"

Bad Destiny [PROSES REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang