Kehidupan itu selalu berputar bagai roda. Saat bahagia datang, akan selalu ada sengsara mengikutinya. Saat sengsara datang, akan selalu ada bahagia yang tiba-tiba datang bagaikan hadiah.
Suasana berkabung itu menyelimuti hampir seluruh kediaman keluarga besar Kim. Putra bungsu dari keluarga utama telah wafat beberapa hari lalu. Kini pemakamannya secara resmi diadakan di Korea, dihadiri oleh hampir seluruh kerabat dan kolega. Dari kejauhan sosok Kim Jungkook, satu-satunya pewaris yang ditinggalkan sang almarhum, tampak memberi salam di depan jenazah, menyematkan bunga pada peti sang ayah dan memberi penghormatan untuk terakhir kalinya. Setelah menunaikan kewajibannya, ia mundur perlahan, kembali duduk di tempat khusus.
Beberapa orang pria paruh baya hingga tua menepuk bahunya dengan penuh simpati, mencoba membuat beban anak itu setidaknya sedikit terangkat. Namun Jungkook terlihat begitu tenang, tak terpengaruh oleh apapun. Orang-orang bahkan tak yakin jika anak itu menangis sekalipun sejak mendengar kematian sang ayah.
"Lihat itu anak angkatnya Jaehyun-ssi. Tenang sekali, ya. Yakin bukan dia yang membunuh ayahnya demi menguasai harta keluarga? Jaehyun-ssi juga diasingkan ke Jerman olehnya kan?" seorang wanita paruh baya berdandan menor menyeletuk lirih pada teman seobrolannya yang tampak mengangguk antusias.
"Kudengar, kakaknya yang penyakitan itu sudah wafat 6 tahun lalu karena kecelakaan mobil saat ketiganya berlibur ke Jepang." Wanita dengan rambut panjang kemerahan memberikan berita lain.
"Astaga, kasihan sekali. Yang selamat hanya anak itu dan Jaehyun-ssi ya?"
Sang pemberi berita mengangguk perlahan.
"Bahkan Jaehyun-ssi mengalami cacat pada kedua kakinya. Pria malang itu terpaksa pensiun dari pekerjaannya dan menyerahkan segalanya pada anak angkatnya yang masih hidup."
"Anak itu, beruntung sekali ya. Datang belakangan, tetapi langsung menguasai harta keluarga."
Tiga wanita itu saling mendekatkan diri, berbisik lirih satu sama lain selagi para pendeta melanjutkan doa-doanya di kejauhan. Mereka terus menggosipkan sang pria muda yang kini masih sibuk berbincang dengan para kolega bisnis yang datang karena berniat menjilat dan mendapatkan perhatian darinya.
Di sisi lain, seorang pria paruh baya menguping pembicaraan para penggosip. Pandang matanya lantas tertuju pada sosok yang tengah dibicarakan di depan sana. Ia memperhatikan betapa Kim Jungkook tersenyum penuh kepalsuan, berkedok wajah sedih yang hanya dibuat-buat. Pada kenyataannya, pria itu tak pernah sedikitpun merasa sedih maupun menyesal dengan kematian sang ayah angkat.
"Seokjin-ssi?"
Seorang pria tua masuk dan duduk bersimpuh di dekatnya. Pria itu menjabat tangan pria bernama Seokjin yang baru saja disapanya.
"Sayang sekali Jaehyun-hyung memilih mengakhiri hidupnya seperti ini." ujar Seokjin murung.
"Tuan Jaehyun berpesan pada saya untuk Anda, mengingat Anda saat ini adalah penasehat Tuan Jungkook yang baru."
"Anak itu?" Seokjin mengarahkan kepalanya pada Jungkook yang mana diiyakan oleh lawan bicaranya.
"Pengacara keluarga akan secara resmi menemui Anda esok hari."
Seokjin menatap selidik pada Jungkook, mengamati gerak-gerik anak itu seolah tengah menilai pantas tidaknya anak itu untuk mendapatkan mentoringnya.
"Dia, apa benar-benar dalam keadaan sehat?"
"Mohon kecilkan suara Anda, Tuan. Mengenai hal tersebut, saya yang akan menjelaskan. Keadaan Tuan Jungkook sifatnya sangat rahasia, sehingga saya mohon agar Anda tidak mengatakannya pada siapapun."
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Disorder [KookV/ KookTae] - COMPLETE
FanfictionKim Taehyung - remaja berusia 18 tahun, terkungkung dalam dunia kecilnya, pengidap penyakit langka hemofilia, selalu dalam ketakutan akan hal-hal yang dapat melukai fisiknya. Jeon Jungkook - remaja berusia 16 tahun, korban kekerasan fisik dan seksua...