Dentuman suara musik mulai terdengar dari Hall saat Aku dan beberapa teman yang bekerja sebagai penari di tempat ini masih sibuk berdandan. Hari ini tema yang diusung adalah hot cherry sehingga semua penari menggunakan kostum serba merah.
Well, tidak benar-benar kostum sih. Karena seperti yang semua orang ketahui, seragam kerja kami adalah pakaian dalam dan beberapa aksesoris saja. Tapi tetap saja kami terbiasa menyebutnya kostum. Malam ini aku menggunakan bra merah berenda dengan rok merah latex super mini yang mempertontonkan separuh bokongku, plus sebuah G-string yang juga berwarna merah.
"Jenny, kata Mami kamu gantiin Loreta di VIP B ya malam ini?" Desmon, talent koordinator club, menghampiriku.
"Iya, Ceu." Aku memasang bulu mata anti badai blink-blink sambil menyahutinya. "Ada request khusus nggak?"
"Sementara belum ada tapi nanti kalai tamunya udah dateng eike konfirmasi lagi ya, Jen," ucapnya sambil memonyong-monyongkan bibir dengan manja.
Meski badannya cukup berotot dan punya perut six pack, Desmon itu udah jelas nggak doyan sama perempewi. Bahkan pacarnya lebih ganteng dari si Jojo pacar Haidy. Nasip perempuan jamam sekarang emang naas. Mau yang laki ganteng dan mapan kebanyakan udah punya bini, yang belum punya bini kantongnya tipis kaya triplek, eh yang belum punya bini dan duitnya ada malah belok. Capek deh!
Jam 10, Desmon memberi aba-aba pada beberapa penari yang akan mengisi Hall untuk bergegas keluar. Hall adalah sebutan dari ruang pertunjukan terbuka utama di club. Selain Hall ada pula ruang-ruang VIP yang tersedia untuk pertunjukan private.
Meski ada banyak penari di tempat ini, tapi club kami sebenarnya selalu kekurangan orang. Apa lagi di weekend dan musim liburan saat banyak mata lelaki yang perlu dipuaskan dan pesanan membludak. Kebanyakan penari yang bekerja lebih dari setahun sudah punya langganan masing-masing, dan tentu mereka tidak bisa menari di Hall atau dipesan oleh orang lain saat sedang berada di ruang VIP atau bahkan dinas luar. Karena itu biasanya club mempekerjakan juga para penari freelance untuk saat-saat genting.
Aku pribadi sebenarnya punya beberapa langganan yang juga sering datang, tapi aku tetap melayani siapa saja yang mampu membayarku sesuai rate. Setelah setahun bekerja di sini aku tidak terlalu memikirkan lagi tentang bentuk wajah ataupun tubuh orang yang memesanku, aku hanya menjalankan tugas sesuai permintaan dan bayaran yang diberikan. Aku juga nggak terlalu jual mahal sama pelanggan-pelanggan baru. Tapi aku agak males sih kalau ngelayanin anak kuliahan atau exmud. Selain karena duitnya yang nggak seberapa, mereka juga cenderung kebanyakan permintaan. Jadi biasanya aku serahkan pria-pria seperti itu pada juniorku.
Oh iya, di club ini kami punya kasta dan senioritas juga. Sama kaya jamam sekolah. Bedanya di sini semuanya bisa lebih kejam, apa lagi kalau soal serobot-menyerobot tamu langganan. Bukan cuma makian yang siap menyerang tanpa ampun, tapi juga jambakan dan hantaman tinju yang tak ragu dilayangkan.
Namanya juga urusan duit, semua bisa jadi ribet. Tapi aku pribadi sangat amat jarang mau repot sama urusan kaya gitu. Sampai Haidy bilang kalau aku terlalu lembek karena santai aja kalau tamuku diserobot. Tapi aku pikir toh sebenernya tamu-tamu itu bukan milikku dan mereka bebas memilih siapa yang menurutnya punya service paling oke. Tapi untungnya beberapa tamu memang sangat loyal padaku.
Mungkin aku akan ceritakan lain waktu tentang para langgananku. Aku harus bersiap-siap karena Desmon baru saja memberi kode bahwa Mark, tamu langganan Loreta, sudah datang. Dan aku harus segera bersiap masuk ke ruang VIP.
KAMU SEDANG MEMBACA
They Call Me a Hoe
Fiksi Umum--- CERITA DEWASA --- Namaku Indah Puspita, tapi Mami bilang nama itu kampungan, jadi dia mengganti namaku menjadi Jennifer. Selain aku, ada pula Angel, Loreta, Kelly dan Haidy yang tinggal di rumah Mami. Tadinya aku datang ke Jakarta untuk menjadi...