useless argue

8 0 0
                                    

Disa adalah anak ke dua dari tiga bersaudara. Dia tinggal bersama ayah, ibu dan kedua saudaranya. Kakak pertama Disa bernama Alfia. Alfia merupakan siswi yang pandai di kelasnya. Dia bersekolah di SMA terbaik di kotanya. Karena itulah orang tuanya sangat membanggakannya. Sedangkan adik kembarnya adalah Fifi. Fifi tak bisa bersekolah karena sakit yang di deritanya. Ia mengindap kangker otak yang lumanyan parah, sehingga menyulitkannya untuk bersekolah. Orang tuanya selalu memberikan perhatian extra untuk Fifi. Gadis 15 tahun ini hanya diam di rumah tak pernah di perbolehkan untuk pergi mengingat kondisinya yang sangat lemah. Sedangkan Disa sendiri masih sekolah di SMA yang tidak terlalu bagus. Orang tuanya tak menyekolahkannya di sekolah yang bagus untuk menghemat biaya untuk sang kakak Alfia. Disa sendiri memang tidak terlalu pintar bahkan nilainya sering rendah. Suatu hari Disa ingin mengikuti les bahasa inggris.
"Ma.. aku mau ikut les ya ma?"
"Untuk apa? Kakak kamu kan pintar, minta tolong aja sama dia."
"Tapi ma.. kalau les itukan temannya banyak. Lagian ini itu les bahasa inggris itukan penting banget."
"Disa! Kamu itu dengerin mama nggak sih. Kita itu harus menghemat uang, kakak kamu Alfia juga udah mau lulus, mau lanjutin kuliah, adik kamu Fifi, dia juga butuh banyak uang untuk pengobatannya. Kamu harus faham itu."
"Mama kenapa sih? Kalau untuk kak Alfia sama Fifi semuanya bisa, Mama nggak adil."
Tak lama kemudian ayahnya Disa pulang dan mendengar percakapan antara Disa dan ibunya.
"Ada apa sih ini?"
"Ini pa.. aku kan mau ikut les bahasa inggris, tapi nggak di bolehin sama mama. Katanya disuruh hemat lah, banyak keperluan."
"Mama kamu itu benar, lagian kamu ngapain ikut les percuma juga kamu nggak akan bisa pintar."
Mendengar pernyataan ayahnya Disa hanya bisa menahan kesedihan dan air matanya. Disa yang merasa kecewa itupun memutuskan untuk pergi ke kamarnya.
Saat masuk ke kamarnya ia mendengar handphonenya berbunyi. Ternyata Tommy teman sekolahnya menefonnya. Tommy adalah satu-satunya orang yang peduli pada Disa dan selalu ada untuk membantunya.
"Hallo.. "
"Disa.... kamu kenapa? Suaranya lemes banget, belum makan ya?"
"Belum.. belum makan orang." Jawab Disa dengan nada agak kesal.
"Haduh.. kamu ini, kenapa lagi sih? Hobi banget makan orang."
"Ya itulah.. aku nggak bisa ikut les."
"Loh kenapa?"
"Uangnya dari mana? Orang tua aku nggak ngebolehin."
"Kok gitu? Sayang banget ya, padahal kamu kan pengen banget belajar bahasa inggris."
"Iya makanya itu. Aku kan nanti kalau udah lulus sekolah mau lanjutin kuliah di Inggris atau nggak Amerika gitu."
"Ya udah gini aja, setiap aku selesai les, nanti apa yang di pelajari di tempat les aku ajarin ke kamu deh."
"Kamu serius?"
"Iya lah."
"Makasih yaa.. aku janji nanti aku belajar yang bener."
"Iya nggak usah sedih lagi. Stress aku dengernya."
"Iya iya deh..."
"Kamu lagi apa sih?"
"Lagi belajar nih."
"Kamu yakin nggak mau kasih unjuk orang tua kamu kalau kamu semester kemarin dapat ranking satu?"
"Nggaklah.. biarin aja mereka anggap aku nggak pinter."
"Ya.. mungkin aja mereka jadi lebih sayang ke kamu kayak sayang mereka ke kak Alfia."
"Aku nggak mau disayangi karena sesuatu. Biar bagaimanapun aku kan anak mereka. Jadi nggak perlu ada syarat untuk dapat kasih sayang mereka."
"Kok kamu jadi bijaksana ya? Kaget aku berasa ada angin badai terus gempa bumi."
"Lebay.. hah aku ini udah dari kecil udah di beda-bedain jadinya udah biasa dan percuma protes, udah ah.. aku mau belajar."
"Ya udah... belajar yang rajin biar nanti nilainya semakin baik. See ya."
"Thank you."
Disa merasa lebih bahagia setelah berbicara dengan Tommy. Diapun melanjutkan untuk belajar. Tak lama kemudian terdengar seseorang mengetuk pintu kamarnya.
"Disa... ini aku Fifi, apa aku boleh masuk?"
Disa membuka pintu kamarnya dan melihat Fifi yang terlihat lebih pucat dari biasanya.
"Kamu kenapa? Kok pucet banget, aku panggilin mama ya?"
"Nggak usah.. aku nggak apa-apa kok. Aku boleh masuk nggak? Aku mau bicara sama kamu."
"Ya udah sini..."
Fifi duduk di kursi dekat jendela, yang kebetulan telah terbuka.
"Aku tadi dengar kamu mau ikut les ya?"
"Iya.. tapi nggak dibolehin sama mama."
"Kamu ikut aja, aku ada uang kok kamu pake aja."
"Nggak usah, nanti kalau ketahuan aku juga yang dimarahin."
"Terus kamu giamana?"
"Udah.. kamu tenang aja, Tommy nanti yang ngajarin aku."
"Tommy itu siapa?"
"Dia itu teman sekelas aku. Dia yang ngajakin aku ikut les."
"Ohh.. uhmm kamu pasti seneng ya bisa sekolah."
"Ahh... kamu justru lebih enak, dapat perhatian dari mama."
"Aku......."
"Apa?"
"Kamu mau nggak kita tukeran tempat?"
"Maksud kamu?"
"Kamu kan pengen baget dapat perhatian mama, sedangkan aku pengen sekolah. Kita tukeran aja, kamu jadi aku nah aku jadi kamu."
"Gimana ya... kamu kan sakit. Nanti kalau kamu kenapa-napa gimana?"
"Aku janji aku pasti baik-baik aja. Yaa? Kamu mau kan?"
"Tapi nggak bisa besok ya, aku ada tes soalnya."
"Beneran ya?"
"Iya.. tapi kamu janji ya, jangan sampai mama tahu."
"Iya."
Malam harinya saat makan malam mereka mendiskusikan hal yang sangat penting.
"Pa.. ma... Alfia nanti abis lulus lanjutin kuliah ke UI ya?"
"Iya boleh. Kamu kan pinter." Sahut mamanya
"Iya kamu harus kuliah di tempat yang bagus." Tambah lagi sang papa.
"Kalau Disa gimana pa?" Disa mencoba bergurau.
"Kalau kamu Disa, mendingan kamu nggak usah kuliah. Lagian kamu juga nggak pinter buang-buang uang aja. Mendingan kamu kerja aja bantuin keuangan keluarga."
"Tapi pa.. aku sama kak Alfia ini kan sama-sama anak papa kenapa selalu diperlakukan beda. Semuanya selalu kak Alfian dan Fifi."
"Disa.. omongan papa kamu itu benar, kamu itu nggak bisa di andalkan nantinya nggak kayak kakak kamu Alfia. Kamu juga tahu Fifi sakit. Apa kamu mau Fifi kenapa-napa, kamu jangan egois." Sahut mamamnya.
"Egois mama bilang? Kalian memang keterlaluan aku selama ini mengalah. Selalu mengalah tapi apa. Aku kecewa sama kalian." Jawab Disa
Disa meninggalkan meja makan dengan penuh amarah. Di rumahnya hanya Fifi saja peduli padanya. Sedangkan kakaknya Alfia selalu membanggakan dirinya di depan Disa. Disa masuk kamar dan mengambil tas dan baju seragam sekolahnya dan beberapa buku. Ia berniat menginap di rumah temannya.
"Disa kamu mau kemana?" Tanya papanya.
"Aku mau menginap di rumah teman."
"Ya udah." Jawab sang papa.
Saat perjalanan menuju rumah temannya Disa bertemu dengan Tommy. Memang sedikit aneh pertemuan mereka mengingat Tommy terlihat terburu-buru.
"Dis... Disa.....!"
"Eh Tommy, kamu darimana?"
"Aku dari rumah Bu Indri."
"Kepala sekolah? Ngapain?"
"Udahlah.. ada yang penting tadi. O iya kamu mau kemana malam-malam gini?"
"Aku mau ke rumah temen."
"Rumah aku?"
"Ngapain aku kerumah kamu."
"Emangnya kamu punya teman yang lain selain aku? Udahlah kamu ngaku aja. Kamu ada masalah lagi ya?"
"Sebenarnya sih nggak mau kerumah kamu juga. Aku mau kerumah Irma. Teman SMP aku."
"Terus ngapain kesana?"
"Yaa selalu sama, kamu pasti juga udah bosen dengerinnya."
"Aku anterin aja kali ya.. bahanya juga kan kalau kamu pergi sendiri."
"Nggak usah, aku bisa sendiri kok."
Disa memutuskan untuk pergi sendiri. Tommypun tak bisa memaksa untuk mengantarkan Disa.

Different Way To Be Happy... Where stories live. Discover now