"Pada awalnya, aku kira kisah kita akan menjadi cerita berseri. Tapi ternyata, aku keliru. Nyatanya, kini aku harus berganti judul dan memulai dengan yang baru. Meski entah kapan kata mulai itu akan siap."
-Pecah-
---
Semilir angin malam, sedikit demi sedikit mulai menyusup ke dalam kisi-kisi jendela kamar kos seorang gadis yang tengah khusyuk dalam doanya. Melambungkan semua harap yang berandai menjadi nyata. Berharap dan merayu Sang Pencipta untuk senantiasa menyatukan dia, dengan seorang lelaki bermata sebening telaga yang selama ini telah diam-diam menyusup ke dalam hatinya.
Allah, salahkah jika selama ini aku telah memiliki sebuah rasa yang tidak seharusnya aku punya untuk seorang lelaki yang belum tentu tercipta untukku?
Allah, jika memang rasa ini sudah suratan takdir-Mu, maka izinkanlah takdir-Mu juga yang menyatukan diriku dengannya.
Khairil Riyadh Firdaus, lelaki yang diam-diam namanya selalu teruntai merdu dari bibir tipis seorang gadis bernama Rajwa Izzatunnisa. Lelaki yang akhir-akhir ini selalu mengusik hati dan pikirannya. Ternyata memang benar, tidak akan ada persahabatan antara lelaki dan perempuan yang tidak menghadirkan benih-benih asmara di dalamnya. Karena nyatanya, pertemuan-pertemuan yang kerap kali terjadi kini membuahkan benih asmara yang diam-diam mulai tertanam dalam hati Rajwa.
Allah, maafkan aku yang telah diam-diam menaruh hati kepada dia yang tidak halal untuk kucinta.
Hati manusia, siapa yang bisa menerka? Rasa yang tiba-tiba hadir mampu menggoyahkan hati Rajwa. Komitmen yang telah dia buat dengan bapaknya kini hanyalah embusan angin belaka.
Dulu, ketika dia baru beranjak remaja. Rajwa pernah berkomitmen dihadapan bapaknya untuk tidak menaruh rasa terhadap lawan jenis sebelum terikat oleh baiat cinta.
"Rajwa, Allah itu pencemburu. Jadi, sebisa mungkin Rajwa gak boleh bikin Allah cemburu dengan Rajwa yang lebih memikirkan makhluk-Nya ketimbang Allah."
Kalimat itulah yang masih melekat dalam ingatan gadis berumur dua puluh satu tahun itu ketika hati dan pikirannya terus berorientasi kepada Riyadh. Kalimat yang mampu membuat Rajwa menangis tergugu, dan terus merapalkan istighfar serta dzikir memohon ampun kepada Allah agar mengampuni dia yang telah lancang menyimpan rasa untuk seseorang yang tidak halal untuknya.
Malam terus merangkak untuk menemui sang mentari, Rajwa dengan telaten kembali melipat mukena dan sajadahnya dan menaruhnya kembali ke tempat semula saat tiba-tiba gawainya bergetar, menandakan sebuah pesan masuk dari seseorang di seberang sana. Ternyata pesan itu datang dari Riyadh, lelaki yang baru saja dia lambungkan namanya dalam sujud di sepertiga malamnya.
Rajwa melirik sekilas jam weker yang berada di atas meja belajarnya. Jam telah menunjukkan pukul tiga dini hari. Untuk apa Riyadh mengiriminya pesan pagi-pagi buta seperti ini?
From : Khairil Riyadh
Maaf mengganggu kamu malem-malem, aku cuma mau minta tolong sama kamu. Tolong dateng ke kafe tempat biasa kita ketemu. Ada yang mau aku bicarakan. Plis ... aku tidak mau ada penolakan darimu. Aku tunggu ya, Izza.
Lelaki yang kerap memanggilnya dengan sebutan Izza itu nampaknya sedang ada masalah. Tanpa berpikir dua kali dan membiarkan rasa penasarannya menerka-nerka, Rajwa memenuhi permintaan Riyadh untuk bertemu malam ini dan meminta Riyadh untuk menunggu selagi gadis itu bersiap.
Rajwa merapatkan kembali jaket yang dia kenakan ketika kakinya terus melangkah membelah kegelapan malam. Sesekali mata bulatnya mengedarkan pandangannya untuk meneliti sekitar, mengantisipasi terjadinya hal yang tidak dia inginkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pecah
Spiritual[Update setiap hari Jumat] Kemungkinan terbesar dari mencintai adalah patah hati. Seperti halnya selalu ada substitusi setelah eliminasi. Maka begitulah dengan persoalan hati, selalu ada patah hati setelah adanya jatuh cinta. Patah hati menggiring l...