part 8.

59 13 3
                                    

Aku tidak sendiri, karna kesendirian selalu bersamaku.
***

"Nungguin lo"

Bluss, Ara segera memalingkan wajahnya ke bawah, entah apa yang ia rasakan karna sekarang ia merasa ada banyak jutaan kupu kupu yang terbang di perutnya, membuat darahnya berdesir hebat.

Ia masih mencoba menhn agar senyumnya tak merekah, nmun gagal karna sekarang ia tersenyum malu malu. Baru saja ia akan mengangkat wajahnya sekelebat memori tentang kejadian siang tadi membuat Ara terdiam sejenak dan sedetik kemudian ia menutup matanya.

Ara membuka matanya sejenak setelah satu tarikan napas panjang dan kembali menghadap ke arah cowok bermata tajam disebelahnya setelah mengganti mimik wajahnya kembali datar.

"Kenapa?" Tanya Ara datar, yang membuat cowok disebelahnya mengeryitkan dahi bingung karna perubahan cepat dari ara.

Seolah tak menggubris tatapan bingungnya Ara kembali bertanya lagi.

"Mau ngomong sesuatu?" Tanya Ara to the point. Cowok yang didepan ara mengangguk ragu.

Ara memalingkan wajahnya kedepan, bahkan bis yang ditunggu Ara baru saja lewat, Ara tak peduli ia akan pulang kapan, ia harus menyelesaikan masalahnya terlebih dulu dengan cowok yang beberapa hari ini selalu menghantui benaknya.

"Kak Diaz mau ngomong apa?"

Diaz, cowok itu menarik napas panjang sebelum memulai bicaranya yang mungkin akan sedikit panjang.

"Maaf"

Ara segera menoleh ke arah Diaz dengan alis terangkat sebelah.

"Buat?"

"Maaf"

Ara dibuat bingung dengan sikap Diaz hari ini, tadi siang dia bersikap datar, cuek, sekarang dia berubah seratus delapan puluh derajat dari sikap sebelumnya.'sebenernya dia punya kepribadian berapa sih?'

"Maaf untuk apa?"

"Maaf, gue ga bisa kayak dulu lagi ra. Walaupun lo minta supaya gue bersikap kayak dulu lagi, gue tetep ga bisa, gue banyak berubah, dan sekarang, gue minta sama lo, lo pura pura aja kalo kita ga pernah kenal ataupun deket."

Deg.

Bagai tersandung batu yang sangat besar, Ara secepat kilat menoleh kearah diaz dengan wajah seolah tak percaya dengan apa yang ia dengar barusan.

"Maksud kakak apa"

"Gue minta sama lo buat berpura pura kita ga pernah deket ataupun ken--"

"NGGAK"

Ara segera berdiri dari duduknya dan ingin segera pergi dari halte sebelum sebuah tangan menggenggam erat tangannya.

"Jangan pergi!" pinta Diaz.

Ara menatap tak percaya. 'lalu buat apa lo suruh gue berpura pura kak'

"Tetep disini!"

Mata ara terasa memanas entah karna apa kala mendengar kalimat yang dilontarkan langsung oleh Diaz.

"Tetep dis--"

"TERUS BUAT APA KAKAK NYURUH AKU BUAT BERPURA PURA!"

Emosi menguasai hatinya yang membuat ara ingin mengeluarkan semua air matanya, namun ia tak semudah itu menunjukkan sikap rapuhnya pada orang yang ia sendiri sudah tak kenal.

"Dengerin gue dul--"

"NGGAK. Nggak akan pernah aku dengerin omongan kakak yang semua cuma BULLSHIT."

"Kakak terlalu egois! Aku ga pernah kenal sama kakak, kakak banyak berubah"

"Maaf, gue cuma ga mau lo sendiri lag--"

"Aku ga sendiri kak, kesendirian selalu bersama ara,dia selalu setia sama ara, slalu bareng terus sama ara, dan ga pernah berubah." Kayak kakak.

Dan setelah kalimat itu keluar, hancur sudah pertahanan Ara untuk tak menangis, karna aslinya ia hanyalah seorang gadis kecil yang lemah.

"Dimana kak diaz yang dulu..?hiks hiks"

Diaz maju selangkah kedepan yang membuat jaraknya dengan Ara hanya menyisakan selangkah saja.

Ia membungkukkan tubuhnya dan mendekatkan jari telunjuk dan tengahnya mendekati dahi Ara, ia menekan keras dahi ara dengan dua jarinya yang membuat kepala ara sedikit terhuyung ke belakang,

"Cengeng" Ara menegang di tempat.

"Huwaaa..kenapa kakak tinggalin ara sendiri tadi.."

Tangisan keras dari Ara membuat cowok yang ada didepannya bingung, kemudian ia membungkukkan tubuhnya dan mendekatkan jari telunjuk dan tengahnya ke dahi gadis yang sedang menangis keras.

"Cengeng"

Ara kembali menangis keras karna memori itu kembali datang lagi. Sedangkan Diaz kembali menegakkan tubuhnya seperti semula, tangannya bergerak menyentuh ujung kepala Ara, dan mengelusnya pelan sebanyak tiga kali.

"Jangan nangis karna cowok brengsek kayak gue ra! Huh, gue pulang dulu, lo hati hati nunggu bis nya, gue ga bisa nemenin lo lagi, gue harus segera pulang ke rumah, takut di cariin sama bude gue"

Setelah itu Diaz berlalu begitu saja, meninggalkan Ara yang sekarang menangis lebih kencang dari yang tadi, ia tak peduli ia akan dianggap tak waras oleh orang yang melihatnya melalui kendaraan mereka, Ara tak peduli sama sekali, yang sekarang harus dipikirkannya adalah bagaimana caranya pulang kerumahnya.

Ara bingung, Ara masih ingin menangis, namun ia tak ingin menunjukkan sakitnya pada semua orang ,itu terlalu tabu baginya.

"Huh, gimana pulangnya?"

Ia menoleh kekanan dan kekiri, memastikan akan ada orang yang akan mengantarkannya pulang.

"Dasar, gue udah nolak banyak bis gara gara dia, eh dia malah pulang dulu, ga mau anterin gue gitu?"

Akhirnya ara memilih jalan kaki sambil menunggu adanya bis yang datang dengan langkah hampa dan gontainya.

————————————————
Yeyy..akhirnya selesai juga.

Jangan lupa vote and komen ya.

Next??

MaybeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang